Part 02 : Cerita Gadis

1975 Kata
______________________________________ FANFICT_OBSESSION PART 2 : CERITA GADIS ______________________________________ Perbincangan akan lebih hangat dan panas jika saat para perempuan mulai membicarakan sebuah topik yang sedang hangat di pagi ini, terutama soal jeritan semalam yang sangat kencang terdengar. Mungkin mereka bisa di bilang berlebihan, tapi memang itu adalah sebuah kenyataannya, karena mereka membicarakan ini semua seolah mereka adalah orang pertama yang mendengar teriakkan itu. Dari sekian perkumpulan perempuan yang berada di kelas saat ini, sebelum datangnya guru pertama yang akan mengajari mereka, Alifa, Nayla dan juga Aqeela sudah membuat berita ini menjadi heboh dan bahkan mereka sudah berpikir bahwa akan ada sesuatu yang terjadi dengan sekolah yang baru 3 bulan ini mereka tempati, entah itu apa, pikiran mereka memang sudah cukup berpikir negatif dengan keadaan ini. "Aku tidak bisa membayangkan, jika tiba-tiba kita itu di suruh kembali pulang ke rumah masing-masing." Aqeela menggeleng cepat, karena tidak sanggup jika ia harus merelakan sekolahnya yang merupakan sekolah terbaik se-Jawa barat ini, dan bahkan untuk masuk kedalam sekolah ini, mereka semua harus mendapatkan nilai lebih dari 9, dan itu sangat sulit sekali. "Jangan sampai terjadi, ini itu sekolah impian Gue, dan mana mungkin harapan Gue pupus begitu saja, hanya karena suara itu." Alifa ikut menambahkan, hanya sebuah suara tidak mungkin bisa membuat mereka di pulangkan. "Benar sekali, ada-ada saja sih, kenapa kita harus mendengar suara itu, dan itu sebenarnya suara apa, dan siapa lagi orangnya, apakah itu adalah orang yang iseng?" Nayla bertanya pada kedua temannya, mereka hanya bisa menggelengkan kepalanya, karena tidak tahu. "Awas saja, jika nanti ketahuan siapa yang membuat suara ini, sudah di pastikan mereka akan tidak aman di tangan Gue." Ucap Aqeela, bahwa yang melakukan ini adalah hanya manusia biasa yang sedang bercanda. "Bener banget, gak ada kerjaan sama sekali, dan sudah buat kegaduhan pula." Nayla ikut bersuara, menyetujui ucapan Aqeela begitupun dengan Alifa. "Kalian itu kalau bicara, dijaga ucapannya ya, dan jangan membuat berita yang tidak benar, guru-guru saja pada diam dan tidak bersuara, tapi kenapa kalian yang heboh sendiri." Laura nampak memperingati teman sekelasnya, menurutnya ucapan mereka tidak baik di lakukan dalam keadaan seperti ini. "Justru itu, karena Guru-guru terlihat diam, maka berita ini membenarkan, bahwa sang pelakunya bukan hantu ataupun sosok lain, melainkan manusia." Beritahu Nayla pada Laura yang kini menggelengkan kepalanya. "Memang ada yang bilang ini ulah dari hantu?" Tanya Sandrinna menatap ketiganya. "Gak ada sih, tapi siapa orang yang berani berteriak tengah malam dan sampai saat ini belum di ketahui pelakunya?" Aqeela malah balik bertanya pada Sandrinna. "Pasti kamu juga berpikir ini itu adalah manusia kan." Tambah Aqeela. "Aku tidak berani berkomentar untuk masalah ini, tapi lebih baik di biarkan saja, dari pada di heboh-heboh kan dan di besar-besarkan." Balas Sandrinna, Laura yang duduk di sampingnya mengangguk setuju dengan apa yang di ucapkan Sandrinna, ada hal yang lebih penting dari pada harus membahas ini semua. "Kalian itu, seharusnya bisa melihat sama Tingkat 2 dan 3 yang terlihat biasa-biasa saja, tidak heboh seperti kalian ini." Ucap Alin ikut masuk dalam pembicaraan teman-teman sekelasnya. "Kita bukan heboh, tapi memang ini kenyataannya bukan." Aqeela menatap Alin yang tiba-tiba saja ikut campur dalam pembicaraannya. "Aku tahu, tapi, dengan mereka diam seperti ini, berarti kejadian ini memang sudah sering terjadi, hanya saja kita yang mungkin baru pertama kali yang mendengarnya." Balas Alin kembali menjawab ucapan Aqeela. "Maka dari itu, karena kita mendengar ini pertama kali, maka sangat wajar bukan, untuk membicarakan ini semua." Alin mengangguk membenarkan. "Tapi kalian terlalu berlebihan." Alin rasanya mulai malas meladeni mereka, dalam hatinya ia menyesal telah ikut campur dengan Aqeela dan teman-temannya. "Berlebihan, apanya yang berlebihan?" Nayla kini yang bertanya, sudah dugaan Alin, keadaan tidak akan membaik dan lebih baik Alin diam saja. "Lupakan saja." Alin menyerah, lalu ia mengeluarkan satu buku dari tasnya. Perhatiannya kembali teralihkan pada Naisa yang baru saja masuk dan duduk di samping Nayla. "Lo kok tumben telat, habis dari mana?" Tanya Nayla yang melihat Naisa baru saja masuk kedalam kelasnya dan duduk di sampingnya. "Gue habis ambil uang di Bank Sekolah, hari ini ada beberapa buku yang mau Gue beli di market sekolah." Jawab Naisa. "Kok beli, bukannya di perpustakaan juga ada, masa harus beli sih, kan uangnya sayang." Nayla menggeleng dengan sikap teman sebangkunya ini, sudah di berikan fasilitas gratis di perpustakaan, tapi ini malah membelinya. Nayla tahu, Naisa adalah orang kaya, jadi mungkin kalau meminjam ada rasa ketidak cocokan dengan kehidupannya. "Kalau pinjem itu ribet, harus setiap minggu di perbarui, tahu sendiri Gue itu paling males masuk perpustakaan, apalagi harus desak-desakan, rasanya Gue tidak bisa." Jawab Naisa memberitahu kebiasaannya, dari sebelum masuk sekolah senior boarding school internasional ini, dirinya memang selalu membeli dari pada harus meminjam. "Ohhh jadi seperti itu, memangnya Lo mau beli buku apa?" Tanya Nayla. "Lihat saja nanti, aku juga belum tahu apa yang harus aku beli, tapi perasaan ini, Aku memang harus membeli sembuh buku, apalagi mengenai tentang sekolah ini, yang belum banyak aku pelajari." Jawab Naisa dan di angguki Nayla. Sandrinna terdiam, saat melihat Alwi yang baru saja masuk kedalam kelasnya, karena saat ia melihat Alwi seperti ada sesuatu yang berbeda di hatinya, dan mungkin ini adalah sebuah perasaannya, yang memang Sandrinna sudah mencintai sosok Alwi sejak ia pertama bertemu di sekolah dasar, dan sampai sekarang perasaan itu tidak pernah hilang dan bahkan semakin meninggi. Senyum dari Alwi yang selalu di berikan pada teman-temannya, dan termasuk pada dirinya, kadang membuat Sandrinna harus selalu menundukkan kepalanya karena malu. Laura yang tahu perasaan sahabatnya ini hanya bisa menggelengkan kepalanya, senyum-senyum sendiri, dan kadang suka tidak terarah jika sudah berbicara dengan Alwi. Laura juga mengakui akan hal itu, sosok Alwi yang tidak banyak tingkah, tidak banyak berbicara seperti kedua temannya yang kadang suka membuatnya kesal, tapi tidak dengan Alwi yang benar-benar sangat baik dan tulus dalam hal apapun. "Apakah salah, jika seorang perempuan mengatakan cintanya pada seorang lelaki?" Laura melihat Sandrinna yang terus menatap Alwi dengan kedua matanya, tapi mulut yang bertanya pada dirinya. "Tidak ada yang salah, tapi selayaknya perempuan harus bisa menjaga harga dirinya, karena dengan Lo ngatain cinta itu pada laki-laki, sudah di pastikan, yang ngejar-ngejar cinta. pertama itu adalah perempuan bukan laki-laki." Beritahu Laura. "Ucapan Lo memang benar, tapi kapan sih Alwi bisa peka sama Gue, apa Alwi tidak bisa merasakan perasaan Gue yang saat ini sangat mencintainya." Tanya Sandrinna dengan wajah sendunya, ia sering memberikan perhatian pada Alwi tapi balasannya tidak ada sama sekali, bahkan saat dalam posisi seperti Sandrinna selalu menjadi orang yang sangat tersakiti, karena cintanya yang tidak sama sekali di balas oleh Alwi. "Alwi benar-benar orang yang sangat langka menurut Gue, maka sangat wajar jika Alwi bersikap seperti itu, karena memang dari dulu juga Alwi sudah seperti ini." Sandrinna mengangguk apa yang di katakan Laura memang benar, Alwi benar-benar lelaki yang sangat berbeda, dan perbedaan itu juga yang membuat sandrinna sangat mencintainya. "Dari dulu, Gue suka ngikutin dia kemana saja kalau sekolah, les dan yang lainnya, dan Gue lakuin itu demi dia, tapi kenapa Dia sampai tidak tahu, bahwa selama ini Gue itu sudah bersamanya." Tanya Sandrinna merasakan sakit hatinya, karena perjuangannya selalu tidak bisa terlaksanakan atau terbalaskan dari sosok orang yang di cintainya. "Sudahlah Sandrinna, lebih baik Lo fokus saja sama sekolah Lo, seperti Alwi yang saat ini memang sangat fokus dengan sekolahnya." Jawab Laura agar, Sandrinna tidak terlalu fokus dengan masalah asmaranya, dan lebih fokus di sekolah. "Iya Gue tahu, tapi Gue takut Laura, tiba-tiba saja Alwi sudah berpacaran dengan orang lain, bagaimana hancurnya perasaan ini." Tanya Sandrinna menderamatis ketakutan. "Lo lebay, berarti Alwi itu memang bukan jodoh kamu, jika saat nanti, Alwi sudah mempunyai pasangan yang lain." Sandrinna secepatnya menggeleng dengan cepat, semoga apa yang di katakan Laura tidak benar, karena ia berharap dirinya adalah jodohnya Alwi. "Gue bukan lebay ya, tapi ini yang selama gue rasain jika melihat Dia duduk dengan perempuan lain, itu rasanya sakit." Laura hanya bisa tertawa melihat kelakuan sahabatnya yang dalam keadaan bucin parah. "Lo bisa bilang Gue lebay, tapi Lo sendiri sudah pernah jatuh cinta belum." Mendapat pertanyaan seperti ini, Laura sebenarnya bingung dengan perasaannya, rasa jatuh cinta memang belum pernah ia rasakan, tapi menurutnya itu normal jadi Laura hanya bisa menggelengkan kepalanya, bahwa dirinya memang belum pernah jatuh cinta. "Pantesan, Lo belum bisa ngerasain bagaimana jadi Gue, Lo aja belum jatuh cinta ternyata." Ucap Sandrinna. "Apa jangan-jangan Lo gak suka laki-laki?" Laura menggeleng dengan cepat, walaupun ia belum punya perasaan pada lawan jenisnya, belum berarti ia juga tertarik pada perempuan, karena saat ini dirinya masih memprioritaskan belajar yang sungguh-sungguh. "Jangan asal bicara, Gue suka laki-laki, hanya saja Gue tidak terlalu memikirkan itu, tugas Gue saat ini ya sedang belajar, jadi yang Gue pikiran ya belajar." Lauren menjawab pertanyaan Sandrinna yang asal bilang saja, kalau ketahuan orang bagaimana. "Tapi Gue butuh pembuktian dari Lo, di antara teman lelaki yang ada di kelas ini, Lo suka sama siapa, hayoooo." Laura menelan ludahnya sendiri, tidak ada lelaki yang saat ini ia sukai, dan bahkan dirinya memang benar-benar ingin fokus sekolah. "Jangan aneh ya Sandrinna, Gue males nih." Laura mengalihkan tatapannya, dari pada meladeni Sandrinna yang tidak akan ada habisnya, dan mungkin akan kalau juga, lebih baik Laura pergi saja meninggalkan Sandrinna keluar. Sandrinna tertawa saat melihat Laura yang mungkin sedang marah karenanya, tapi ia hanya bercanda dan membiarkan Laura seperti itu saja. "Akhmmmm." Semua kompak berdehem, saat Rassya masuk kedalam kelas, ada alasan mereka melakukan itu, yaitu untuk mengambil perhatian Alin yang sedang fokus membaca buku, karena orang yang di sukainya kini sudah masuk kedalam kelas tanpa teman satunya Fateh yang entah sedang pergi kemana?. "Kompak banget, Lo semua lagi sakit tenggorokan." Mendengar suara itu, Alin menyadari satu hal, sekarang teman-temannya sedang meledeknya, sungguh Alin tidak percaya mereka melakukan itu semua padanya, apalagi pembicaraan setiap malam para gadis asrama seharusnya dijaga dengan baik, tapi mereka kenapa kini seolah menggodanya. "Kayanya sih iya, kita semua lagi sakit tenggorokan berjamaah." Suara Alifa terdengar sedang mengejeknya, Alin harus bersikap dengan sabar, dan tidak perlu terpancing emosinya, karena nanti akan menjadi Boomerang buatnya. "Oh ya sudah, cepat kalian ke ruang kesehatan, jangan pada nyebarin virus ya di kelas ini." Rassya mendekati Alwi, duduk disampingnya karena mereka berdua memang sebangku, sedangkan Fateh berada di posisi belakangnya, dan saat ini Fateh sedang menuju sebuah toilet, jadi belum ikut masuk kedalam kelasnya. "Iya nih, kita terkena virus cinta." Kompak semua gadis tertawa, mendengar ucapan Alifa yang terus mengejeknya, Alin benar-benar menyesal pernah menceritakan masalah percintaannya pada mereka, dan lebih baik, dirinya diam seperti Laura yang saat ditanya, belum bisa untuk berpacaran, penyesalan memang berada di akhir, tapi mau bagaimana lagi, Alin sudah terlanjur mengatakannya, jadi semua orang juga tahu tentang perasaannya. "Lo kenapa sih ngeledek Gue, malu tahu, ada orangnya di sini." Alin berbalik kebelakang, karena ia berada duduk di paling depan. "Tidak apa-apa, semoga dia peka, tidak kaya teman satu kita, yang mencintai seseorang tidak peka-peka." Jawab Aqeela sambil melirik Sandrinna yang sama kini menatapnya. "Apa?" Tanya Sandrinna. Aqeela menggeleng sebagai jawaban. ****** Sudah menjadi perbincangan umum, bahwa toilet perempuan selalu dijadikan topik pembicaraan di tengah malam oleh perempuan asrama tingkat 2 dan 3. Cerita gadis yang memang sudah turun temurun di ceritakan, membuat mereka sebenarnya yang penakut tidak berani masuk kedalam toilet perempuan seorang diri, karena mereka sangat takut akan gadis yang hilang di sebuah toilet dan sampai sekarang belum ditemukan. Benar tidaknya cerita itu, tapi sejauh ini mereka percaya akan hal itu, walaupun mereka hanya tahu dari para pendahulunya yang terus diceritakan sampai sekarang, dan sangat menjadi hal yang sangat di takutkan oleh sebagian orang. Mungkin ini adalah sisi kelam dari sekolah yang mereka tempati, dari segudang prestasi dan kebanggaan yang menjadi daya tarik mereka. Semua sekolah pasti mempunyai sisi kelamnya masing-masing, hanya saja, dapatkah mereka menyembunyikan semua itu dari pihak luar, karena kalau dari pihak dalam, berita itu sudah sangat lumrah di bicarakan oleh sebagian murid yang mempunyai jiwa penasaran yang tinggi, berbeda dengan yang acuh, pikir mereka itu hanya sebuah bualan orang-orang dimasa lalu untuk mendapatkan history cerita. ______________________________________
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN