Reza menutup pintu mobil dengan keras, langkahnya terburu-buru dengan tangan yang masih menggenggam selembar foto pernikahan miliknya. Ia masuk kedalam rumahnya dan melihat sahabatnya berjalan mondar-mandir di ruang tamu.
"Nar!" panggil Reza.
Danar menoleh dan menghampiri sahabatnya yang terlihat berantakan. Ia bingung harus memulai dari mana, ia takut bahwa berita yang ia dapatkan malah akan membuat Reza menjadi syok berat.
"Gimana Nar? Istri gue ada dimana? Lo udah nemuin istri gue kan? Nar?!"
Danar menghela napas, "Gue bakal kasih tau lo, tapi gue mohon lo jangan kaget!"
Reza menggeram "Gak usah basa-basi deh Nar! Cepet kasih tau gue!" sentaknya.
Danar menghela napas dan mulai menjelaskan pada Reza,
"Sebenernya...anak buah gue udah nemuin dimana istri lu. Mereka bilang istri lu pergi ke Bandara dan pesen tiket buat penerbangan keluar negeri, ah lebih tepatnya ke Australia sih.."
"Jadi..Sarah bener-bener pergi jauh dari gue.." gumamnya.
"Gak masalah. Kita harus ke Bandara sekarang, gue harus cepet-cepet kesana sebelum terlambat." Reza menyela dengan cepat. Reza sudah akan beranjak sebelum lengannya dicekal oleh Danar.
"Tunggu dulu sih lo!"
"Lu apaan si, lepasin gue! Najis banget sih lu" suruhnya.
"Emang laknat lu ya, gue belum selesai ngomong, Ja!"
"Apalagi sih? Intinya istri gue ada di Bandara kan? Atau pesawatnya udah berangkat? Oke, gapapa. Gue bakal susul dia ke Australia sekarang, gue bakal cari dia sampe ketemu disana."
Danar menghela napas berkali-kali melihat sahabatnya yang tak sabaran. Ia bingung harus memakai kata-kata yang bagaimana agar Reza mengerti.
"Lu jangan buang-buang waktu deh Nar, Sarah bisa aja udah berangkat sekarang!"
Danar mengangguk, "pesawat istri lu emang udah berangkat, tapi kemungkinan besar dia gak bakal balik atau sampe ke Australia.."
Reza tersentak, lelaki itu dengan cepat mencengkram kerah baju Danar, "Maksud lo apa? Lo gak usah ngawur deh kalo ngomong!"
"Pesawat yang ditumpangi istri lo hilang.." ungkap Danar kemudian.
Reza terpaku ditempatnya, ia tertawa sumbang mendengar ucapan temannya. Lelaki itu melepaskan tangannya dan tertawa sendiri.
"Gak lucu sumpah!"
"Gue serius Ja, gue gak lagi ngelucu. Mana mungkin dalam keadaan kayak gini gue masih sempet ngelucu. Lo pikir gue kurang kerjaan?!"
"Gue gak percaya"
"Wait.."
Danar lantas mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan sebuah berita yang memuat hilangnya pesawat tujuan Australia. Dalam berita itu tertulis "SkyForce Airlines" sebagai nama pesawatnya. Pesawat tersebut hilang kontak pada ketinggian 32.000 Ft. Dan hingga kini pihak penerbangan masih berusaha untuk mencari pesawat tersebut.
"Bisa aja istri gue gak naik pesawat itu.." Reza terus menyangkal, masih tidak percaya rasanya.
"Awalnya gue juga ngira gitu, gue kira istri lo naik pesawat yang lain. Tapi, cuma pesawat itu yang jadwal terbangnya hari ini. Cuma pesawat itu dan kabar buruknya istri lo adalah salah satu penumpangnya. Anak buah gue udah mastiin itu.."
Reza mengepalkan tangannya, hatinya seakan diremas begitu kuat hingga ia mungkin saja tak sanggup bernapas. Takdir apa ini? Mengapa saat ia berusaha untuk memperbaiki semuanya Tuhan berkehendak lain. Seberapa banyak lagi Tuhan akan menghukumnya. Ia benar-benar tidak kuat lagi.
"Ja! Reja!" panggil Danar. Reza tetap diam dengan pandangan kosong.
"Mending sekarang kita ke Bandara buat lebih jelasnya lagi. Kita bisa cari informasi lebih lengkap disana." tawar Danar yang diangguki cepat oleh Reza.
~ ~ ~
"Permisi! Permisi!"
Kasak kusuk terlihat jelas didepan ruang informasi Bandara. Banyak dari mereka yang terlihat khawatir dan cemas menunggu kabar dari pihak penerbangan. Reza berusaha membelah kerumunan yang makin padat. Tak ada yang mau mengalah, bahkan mereka terus saja saling dorong. Reza menghembuskan napas lega saat ia berada di barisan depan. Tepat di depan pintu ruang informasi. Ada dua orang satpam yang berjaga didepannya. Reza baru saja ingin mendorong pintu sebelum seorang satpam menahannya.
"Maaf Pak, tapi anda dilarang masuk.." ujar Satpam itu dengan tegas.
"Saya mau cari istri saya dan anda tidak berhak melarang saya." Reza menekankan katanya.
"Bapak bisa menunggu diluar seperti yang lainnya.." satpam itu kekeh tetap melarang.
"Saya tidak mau, sialan! Saya mau masuk kedalam!" teriak Reza berang.
Semua orang yang mendengar teriakan Reza sontak mengalihkan pandangannya kepada Reza. Danar yang baru saja menghubungi anak buahnya dengan segera menghampiri Reza yang terlihat marah. Sahabatnya ini memang tidak bisa mengontrol emosi, pikirnya.
"Ja! Sabar dong!" Danar menarik tangan Reza yang hendak melayangkan pukulannya pada petugas keamanan didepannya.
"Sabar? Sabar kata lo? Istri gue ada di dalam pesawat yang hilang itu dan lo nyuruh gue sabar?! Gila ya lo!"
"Gue tau, ya tapi gak gini caranya, Ja. Lo tahan emosi dong, berdoa aja semoga istri lo baik-baik aja.." tenang Danar dan melepas genggamanmya.
Reza mengusap wajahnya kasar dan berlalu kebelakang. Ia benar-benar kacau. Kemudian ia memilih duduk yang tak jauh dari ruang informasi dan diikuti oleh Danar.
Danar memandang sahabatnya iba. Ia tahu pasti sahabatnya kini tengah terpukul dengan berita hilangnya sang istri. Tapi apa yang dialami Reza kini rasanya sepadan dengan apa yang ia lakukan pada Sarah dulu. Danar tau segalanya, tentang pernikahan wasiat, hubungan terlarang Reza dengan Melda, bahkan ia juga tau tentang penghianatan Melda pada sahabatnya itu.
"Kamu dimana, Sarah?" Reza berkata dengan lirih, tapi Danar masih bisa mendengarnya. Danar hanya diam. Ia tak tau harus menanggapi bagaimana lagi.
"Lo sabar ya, Ja. Gue tau ini pasti berat banget buat lo..ya walaupun gue gak ngerasain ini sendiri.."
Reza diam, matanya berkaca-kaca, tangisnya seakan ingin pecah. Ia tidak bisa membayangkan bagaimana jika istrinya benar-benar penumpang di pesawat itu dan tidak bisa diselamatkan. Bagaimana kehidupannya kedepannya, bagaimana ia bisa memperbaiki rumah tangganya dan bagaimana ia akan menjelaskan pada kedua orang tuanya.
"Sarah..kembalilah sayang.."