Kearoganan Zacky

1868 Kata
Tawa Zacky pecah setelah mendengar ucapan Yuri. Sebuah ucapan yang akan menjadi bumerang dalam hidupnya dan ia tidak menyangka ... itulah awal kesalahannya.  "Enggak akan jatuh cinta? Jadi pacarku?" Zacky tertawa geli hingga kedua matanya berair. Yuri tidak tahu alasan Zacky tertawa, karena menurutnya itu tidak lucu sama sekali. "Apa ucapanku salah?" "Ya." Zacky menjawab lugas dan detik berikutnya ia mendekatkan bibirnya ke telinga Yuri. "Karena aku yakin kamu pasti akan jatuh cinta dan jadi pacar aku.” Kali ini Yuri tertawa dan menggeleng. “Itu enggak akan terjadi, Mister.” Ia menghentikan tawa dan menatap lekat Zacky, melihat bola matanya yang coklat. Sangat jelas terlihat sebuah kesepian di sana. “Karena aku pacarnya Yoga.” Sekali lagi ia menegaskan bahwa dirinya dan Yoga memang sepasang kekasih, setidaknya bisa membuatnya percaya dan tidak mengganggunya lagi. Sebelah alis Zacky terangkat, ia juga tersenyum sinis menyikapi ucapan Yuri tadi. “Aku enggak percaya?” “Apa perlu aku bersumpah?” tantang Yuri walau dalam hati tidak setuju. “Enggak perlu.” Syukurlah. Yuri pun bernafas lega. Setidaknya Zacky mempercayai kesungguhannya, tapi sayangnya Zacky melanjutkan ucapannya lagi. “Aku enggak butuh kamu bersumpah karena sudah tahu kebenarannya,” ucapnya lagi serius. Whatever! Menanggapi ucapan Zacky hanya membuat Yuri dongkol, ia tidak mau membahasnya lagi dan bersyukur deringan bel menolongnya bisa terbebas dari Zacky. "Sudah selesai ,'kan? 'Aku pergi dulu."  Ia melangkah tanpa mendengar jawaban Zacky tapi Zacky menarik tangan Yuri dan memaksanya berbalik. "Lepasin aku!" Mencoba menepis dari tangan Zacky, tapi yang terjadi Zacky mencengkram erat pergelangan tangannya dan membuatnya meringis. Masih dengan tatapan seperti tadi, Zacky membalas, “Aku sudah bilang kalau kamu dilarang berjalan mendahului aku, Yuri.” Cengkramannya merenggang seiring dengan senyumnya lalu ia berjalan mendahului Yuri menuju tangga. Tentu saja ia berjalan seperti siput dan menghalangi langkah Yuri untuk bisa menyerobotnya seperti kemarin. “Apa bisa lebih cepat jalannya?” Untuk saat ini Yuri masih bersabar, sementara pandangannya melirik arloji dan mencemaskan dirinya terlambat masuk kelas. "Enggak." "Mister, please." Sesopan mungkin Yuri membujuk Zacky. Ia mencoba menyerobot dan mencari celah dari Zacky yang berjalan di tengah-tengah, tapi sulit. Zacky seakan mempunyai lampu spion dan bisa menebak gerak langkah Yuri. “Mister…,” Kali ini ia memelas dan berharap hati Zacky melunak. Senyum Yuri mengembang ketika Zacky berbalik dan membalas senyum. “Rayu aku dulu. Aku akan kasih jalan.”  Sebuah penawaran? Tentu saja ada konsekuensi yang Yuri terima jika bisa terbebas dari Zacky. Seperti yang sekarang ia lakukan. Sebelum menyanggupi penawaran Zacky, Yuri menghela nafas pelan, menahan amarahnya yang hanya memperparah keadaan. Ia berpikir cepat, dan mendapat ide walau sedikit ekstrim. “Bagaimana kalau aku lakuin yang lain?” “Apa?” Senyum Zacky belumlah hilang sebelum Yuri menuruti segala bentuk ucapannya. Kedua kaki Yuri menuruni tangga. Ia berada satu undakan di atas kaki Zacky berpijak. Dengan tatapan serius, Yuri membungkukkan tubuh. Wajahnya terjulur di depan wajah Zacky yang perlahan senyumnya memudar dan wajahnya menjadi merah padam. Yuri tidak bisa menahan tawa. Ia tidak menduga wajah Zacky menjadi merah seperti udang rebus. Terlalu naif. Ia pun memundurkan wajahnya dan tertawa geli. “Kenapa?” Zacky mengerjapkan mata berulang kali, entah kenapa jantungnya merasakan sensasi berbeda ketika wajah mereka berdekatan dan hampir bersentuhan. Kali ini senyum Yuri mengembang lebar seakan merasakan kemenangan. “Aku sudah tahu sekarang.” “Apa?” Zacky balik bertanya. Sekali lagi Yuri mendekatkan wajahnya lagi  lalu berkata, “Sekarang aku sudah tahu kelemahan kamu, Mister.” Yang yakin dengan dugaannya saat ini. Tentu saja Zacky tidak percaya begitu saja. “Oh ya? Apa?” Sebelah alisnya terangkat. Sebuah tepukan pelan mendarat di bahu Zacky, Yuri kembali membisiki Zacky dan mengatakan. “Rahasia.” Lalu ia melintasi Zaky dan berlari menuruni tangga. “Sial!” Zacky tidak sadar Yuri berhasil membuatnya lengah dan berhasil melarikan diri, tapi kali ini ia tidak mengejar karena urusannya belumlah selesai. Ini baru awal hubungan mereka, bukan akhir. ❤️❤️❤️ "Aku malas pulang." Yuri bicara sendiri, ia duduk membungkuk sambil meletakkan wajahnya di atas ransel yang ia taruh di atas meja.  Ia tidak menyangka jam sekolah sudah berakhir dan penderitaan akan dimulai sebentar lagi. Ya. Ia ingat benar dengan ucapan Zacky yang harus menemaninya sekarang.  Haruskah ia menceritakan pada Yoga agar terbebas dari Zacky? Atau mencari celah untuk bisa melarikan diri? Tidak! Yuri tidak ingin memanfaatkan Yoga, tapi mengingat keadaannya saat ini ia butuh solusi. Pikirannya pun melayang dan membayangkan strategi yang harus ia lakukan untuk menghindari Zacky. “Kenapa?” Yoga bangkit dari kursi sambil menyandangkan ransel. “Kamu sakit?” Melihat Yuri mengangkat wajah lalu menggeleng lemah dan tidak bersemangat. Sakit. Bukankah dengan cara itu aku bisa menolak ajakan Zacky? Secara tidak langsung Yoga sudah memberinya solusi dan ia terpaksa harus berpura-pura sakit di depan Zacky, tetapi haruskah ia melakukannya di depan Yoga? Gelengan tadi berubah menjadi anggukan. “Ya, kepalaku sedikit pusing.” Mengecilkan suaranya dan Yuri terpaksa kembali berbohong. Tangannya mengurut pelan dahinya agar Yoga mempercayai akting sakit nya saat ini. Namun, kebohongannya menimbulkan rasa cemas Yoga sebagai teman. Satu-satunya teman. Yoga pun menawarkan kebaikannya sebagai tanda peduli. "Bagaimana kalau aku anterin kamu pulang? Atau, apa perlu aku pesanin taksi?" tawarnya sungguh-sungguh. “Apa?!” Ucapan Yoga di luar dugaan Yuri. Ia tidak berpikir Yoga mempedulikan dan mencemaskan sebagai teman. Karena tidak ingin merepotkan Yoga, tentu saja ia menolak. “No, thanks. Aku masih kuat jalan ke halte kok.” tersenyum tipis sambil menyandangkan ransel. “Benaran?” Yoga masih tidak percaya. Yang ia tahu Yuri baru saja keluar dari Rumah sakit beberapa hari yang lalu. Kepala Yuri mengangguk. “Iya. Aku bisa pulang sendiri kok.” Ia bangkit lalu melangkah bersama keluar kelas. Tiba di halaman kelas, napas Yuri seakan terhenti setelah melihat sebuah motor sport merah dan seorang cowok duduk membungkuk dengan kedua tangan memegang stang. Jas sekolah cowok itu dilapisi dengan jaket kulit coklat dan kepalanya mengenakan helm full face. Tak perlu banyak berpikir siapa sosok di balik helm itu, Yuri hafal benar dengan perawakan tubuh cowok itu yang tidak lain adalah Zacky. Zacky menggoyangkan kepalanya ke arah jok belakang. “Naiklah.”  Ajakan Zacky terdengar seperti sebuah perintah yang mengharuskan Yuri menduduki jok yang luasnya lebih kecil dari bokongnya. Suara mesin motor itu terdengar siap untuk membawa Yuri dan tentu saja menjadi perhatian para siswa lain. Terutama para cewek yang melihat Yuri penuh dengan rasa iri. “Ayo naik.” Sekali lagi Zacky menegaskan ajakannya dengan sebelah tangan membuka kaca helm dan memperlihatkan keseriusan dari tatapan kedua matanya yang coklat. Kearoganan Zacky tidak bisa ditolerir lagi, Yoga meraih dan menggenggam tangan Yuri dan mulai bersandiwara. “Sory. Gue harus bawa Yuri pulang karena dia lagi enggak enak badan. Gue enggak mau dia pingsan dan kenapa-kenapa. Sebagai cowoknya, gue--” “Lo enggak usah khawatir.” Zacky menyela ucapan Yoga. “Gue pastiin Yuri aman sama gue karena dia milik gue selama gue sekolah di sini. Kalau lo enggak terima, gimana kalau kita battle lagi?” Sebelah tangan Yoga terkepal. Ia merasa Zacky sudah menginjak harga dirinya lagi di depan para siswa, tapi sialnya kini Yuri menyaksikannya langsung. Ia tidak ingin terlihat lemah di depan siapa pun walau sadar kemampuan Zacky jauh di atas rata-rata cowok seumuran dengannya. Tak ingin Zacky terus meremehkan, ia pun mengangkat dagu. “Ok. Kali ini kita battle apa? Gue--” “Yoga.” Yuri menjeda ucapan Yoga. Ia tidak ingin melihat mereka melanjutkan battle hanya karena dirinya. Ia pun menggeleng pelan dan memberi tanda ‘semua akan baik-baik saja’. “Kamu enggak usah khawatir. Aku yakin dia enggak akan berbuat yang gak-gak ke aku.” Meyakini Yoga lalu melirik Zacky yang reflek tertawa. “Kalau aku kenapa-kenapa, aku pasti hubungi kamu. Aku … pergi dulu. Bye.” Melepas genggaman Yoga yang tak lama melihat Zacky menyodorkan helm. Semua pandangan para siswa yang masih berada di area sekolah tertuju pada mereka bertiga. Mereka tidak menyangka di minggu pertama sekolah, Yuri sudah mendapatkan perhatian dari dua cowok tampan. Terutama Zacky ternama di seluruh para siswa dari semua angkatan dan ia disegani karena memang hebat di segala bidang baik olahraga maupun pelajaran. Ayah Zacky juga sosok ternama yang sudah banyak menyumbangkan bantuan setiap ada pelaksanaan acara di sekolah. Sedangkan Yoga, cowok kelas satu yang tampan dan tinggi. Kemampuan cowok jebolan dari sekolah Filipina itu juga tidak bisa diremehkan karena dia satu-satunya cowok yang berani menerima tantangan Zacky walau berujung kalah. Bagi para siswi, Yuri beruntung didekati dua cowok itu, walau mereka sadar Yuri memang berbeda dengan cewek cantik lainnya. Memiliki wajah cantik blasteran dan tinggi. Selain itu mereka juga mendengar kabar Yuri mantan atlet renang, tentu saja bukan siswi biasa. Apa yang mereka lihat juga memang bukan hal yang biasa. Zacky jarang terlihat dekat dengan siswi di sekolah mereka karena Zacky lebih tertarik pada cowok yang berani melawan tantangannya seperti Yoga. Dari sekian banyak siswi yang menyatakan perasaan, tidak ada seorang pun yang berhasil mendapatkan perhatian darinya kecuali Yuri. Tak ingin berlama-lama menjadi perhatian seluruh siswa, Yuri mengenakan helm. Sejujurnya ia enggan mengikuti Zacky terlebih lagi harus duduk di jok sempit dan sedikit menukik. Inilah pertama kalinya duduk di atas motor sport. Tidak membuatnya nyaman. “Sudah siap?” Zacky memastikan Yuri duduk dengan baik walau tahu kedua tangan Yuri tidak berada di kedua sisi pinggangnya. “Pegangan, nanti kamu jatuh. Kamu lagi sakit ‘kan?” Memastikan ucapan Yoga tadi walau tidak melihat perubahan pada Yuri atau terlihat sehat seperti terakhir mereka bertemu di lantai empat beberapa jam lalu. Sepertinya Yuri kurang setuju. Menerima ajakan Zacky dan menaiki motor yang hanya membuat tulang punggung dan rok nya sedikit naik ke atas sudah membuatnya tidak nyaman, apalagi harus memegangi pinggang ramping Zacky. Ia merasa Zacky semakin terlalu banyak maunya. Ia pun menolak. “Memangnya wajib pegangan gitu?” Dugaannya tepat, Yuri menolak. “Ok. Kalau kamu jatuh, aku enggak tanggung jawab.” Ia bersiap melajukan motornya, menurunkan kaca helm lalu menarik tuas kopling dan memasukkan persneling. Yuri terkejut dan berteriak merasakan motor itu seakan melompat seperti sedang menunggangi kuda liar. Kedua tangannya reflek mendekap punggung Zacky hingga membuat dadanya bersentuhan. Tawa Zacky pecah, begitu juga dengan para siswa yang memperhatikan mereka sejak tadi, tapi tidak dengan Yoga yang mengepalkan tangan melihat motor yang ditunggangi mereka keluar dari gerbang sekolah. Dekapan Yuri semakin erat ketika motor Zacky berbaur dengan kendaraan lain di jalan besar. Zacky yang merasakan hangatnya kedua d**a Yuri, tertawa puas dalam hati. "Kamu sengaja ya?" tuduh Yuri mendekatkan bibirnya ke arah Zacky ketika Zacky melambatkan laju motor mendekati lampu rambu lalu lintas yang berganti menjadi warna merah.  Tangan Zacky menaikan kaca helm dan menoleh ke belakang setelah motornya terhenti di belakang kendaraan lain. "Iya." Lalu tertawa puas dan terhenti setelah merasakan sebuah cubitan di salah satu sisi pinggangnya. “Aw!” Tangannya mengusap cubitan Yuri yang terasa perih. Melihat tempat mereka berada sekarang, Yuri terheran sekaligus penasaran. Ia mendekatkan wajahnya lagi. “Kita mau ke mana? Ini bukan arah ke rumahku.” Yang yakin tujuan Zacky bukan menuju komplek perumahannya atau berseberangan dengan rute ke rumahnya. Bibir Zacky melengkung ke atas lalu menoleh dan menjawab pertanyaan yang membuat Yuri terkejut. “Memang enggak ke rumah kamu tapi…,” Ia bersiap melajukan motornya lagi. “Kita ke hotel.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN