Sean mengacak ngacak rambut nya dengan gusar sebelum berkacak pinggang menatap perempuan yang mungkin gila karna menghabiskan waktu nyaris satu jam dikamar mandinya.
Perempuan yang kini sedang duduk disofa dengan kepala menunduk membiarkan rambut basahnya menutupi sebagian wajah pucatnya.
"Siapa namamu?"
Perempuan itu mengangkat wajahnya menatap Sean dengan mata coklat keemasan yang membuatnya entah bagaimana membawa perempuan itu kerumah pribadinya.
"Tori."
"Tori?"
Sean mengangkat alisnya sekilas sebelum mendapatkan anggukan dan cengiran khas dihadapannya.
"Maaf, aku mandi terlalu lama."
"Yayaya, Sekarang katakan apa maumu."
Perempuan bernama aneh itu memilin ujung kaus yang Sean pinjamkan untukknya.
"Boleh aku tinggal disini?"
"Tidak."
"Aku mohon."
"Aku bilang tidak!"
Sean berdecak melihat tatapan memohon Perempuan itu dengan kedua tangan yang menyatu didepan wajahnya.
"Aku bisa melakukan apapun."
"Aku tidak peduli kau bisa melakukan apapun, aku hanya ingin tahu kau bisa dipercaya atau tidak."
"Kau bisa mempercayaiku, aku mohon."
Sean berdecak, melirik jam diruang tengahnya yang sudah menunjukkan pukul tiga dini hari.
Bayangkan berapa lama perempuan ini membuang waktu Sean karna menunggunya mandi.
"Kenapa kau ingin tinggal bersamaku? Apa kau mata mata?"
Mata keemasan itu berkedip sebelum membulat membalas tatapan Sean.
"Mata mata?"
"Ya, kau tahu bukan Entertainer sepertiku harus berhati hati."
"Kau Entertainer?"
Sean menajamkan matanya saat mendapati gadis itu mengernyit bingung atau..
tidak suka?
What the-
"Kau tidak tahu?"
Kini perempuan itu makin menatap Sean lekat lekat.
"Kau babi terbang di iklan perment karet itu?"
Sean tersentak menatap Tori tak percaya, kenapa pula dia hanya mengingat bagian paling memalukan sepanjang karirnya?
"Kau hanya tahu tentang itu?"
Dengan wajah tanpa dosanya ia mengangguk membuat Sean nyaris menjambak rambutnya sendiri.
"Well-"
"Well?"
"Dengarkan aku!"
Sean melotot kesal namun peeempuan itu hanya menunjukkan cengirannya.
"Dimana keluargamu?"
"Tidak tahu."
"Jangan berbohong, aku akan membantumu jika kau jujur padaku. Kenapa kau bisa sampai disini?"
Peeempuan itu menekuk wajahnya terlihat ragu namun tidak berniat untuk menyimpannya lebih lama.
"Mereka terlalu jauh dan sekarang ada orang yang sedang mengejarku agar bekerja di barnya."
"Hanya itu?"
Sean memastikan dan sekali lagi mendapat anggukan dari Tori.
Ck, nama yang benar benar aneh.
"Apa yang aku dapatkan jika membantumu?"
"Aku bisa melakukan apapun."
"Dan apa yang bisa membuatku percaya padamu?"
Perempuan itu mengerutkan keningnya, sebelum mengulurkan kedua tangannya menyusuri leher jenjangnya.
"Ini."
Sean menatap benda yang baru saja diletakkan diatas meja kacanya, sebuah kalung berbandul cincin emas dengan ukiran sulur yang rumit seolah mencoba melindungi sebuah berlian mungil disana.
"Kau bisa menyimpan itu."
"Kepercayaanmu hanya sebesar cincin ini?"
Tanya Sean sedikit tak percaya, perempuan itu menggeleng pelan dan tersenyum singkat.
"Tidak, cincin itu sangat berarti. Aku bahkan lebih memilih mati jika benda itu hilang dariku."
Sean tertegun menatap kedua mata emas yang berkilat penuh kesungguhan.
"Kau yakin?"
Perempuan itu hanya mengangguk pasti membuat Sean menghela nafasnya memilih menyerah.
"Baiklah, untuk saat ini aku belum tahu harus memintamu melakukan apa tapi aku ingin kau tahu beberapa peraturan dirumah ini"
"Baik!"
"Jangan menyelaku!"
"Iya."
"Aku bilang jangan menyelaku!"
Kesal Sean namun perempuan itu lagi lagi hanya menunjukkan cengiran khasnya.
"Pertama, jangan pernah memasuki kamarku."
"Tidak masalah."
"Aku bilang jangan menyelaku."
Ucap Sean datar membuat Tori meringis pelan.
"Kedua, kau bisa menempati kamar tepat disamping kamarku dan menggunakan barang apapun yang ada didalam sana."
"Oke!"
"Apa kau tuli?"
Kesabaran Sean mulai habis menghadapi perempuan dihadapannya ini.
"Maaf."
"Ck, ketiga jangan pernah mengatakan apapun yang kau tahu keluar dari rumah ini."
Kali ini Tori benar benar tidak menyela Sean dan menjadi pendengar yang baik.
"Keempat dan selanjutnya kita bahas besok karna aku harus istirahat!"
"Okey."
"Sekarang masuk ke kamarmu!"
Tori bergegas bangkit berniat beranjak sebelum kembali menoleh kearah Sean yang masih mengawasinya.
"Apa lagi?"
Tanya Sean melemparkan tatapan tajam yang membuat Tori mendengus kesal.
"Terimakasih."
"Te-Apa?"
Dan peemepuan itu sudah melesat begitu cepat memasuki salah satu ruangan yang baru saja dinobatkan sebagai kamar si gadis bernama aneh Tori.
**
Sean mengumpat masih dengan mata terpejam saat mengangkat ponselnya yang sejak tadi mulai menggilah.
Ya tuhan!
Sean bahkan baru tidur beberapa jam yang lalu!
"Apa!?"
"Kau dimana Sean? Hari ini kau sangat sibuk!"
"Aku masih mengantuk, Bram."
"Cepat, Nyonya Margaret sudah mengomel sejak tadi."
"Oke, aku datang!"
Sean membanting ponselnya dengan kesal sebelum melesat kekamar mandinya.
**
Sean mengerutkan keningnya seraya memasang jam tangan di pergelangan tangannya, kerutan di keningnya makin dalam saat mendapati Tori yang sejak berdiri depan kulkasnya.
"Apa yang kau lakukan?"
Perempuan itu menoleh dan Sean baru menyadari jika ia lebih terlihat manusiawi dari semalam hanya dengan kaos longgar miliknya dan celana pendek.
Rambutnya pun di cepol asal asalan dan itu lebih baik karna Sean tidak ingin permepuan itu berkeliaran seperti hantu dirumahnya.
"Aku ingin memasak tapi kulkasmu kosong."
Sean bedecak pelan sebelum merogoh sakunya mengeluarkan beberapa lembar uang dan meletakkannya diatas Pantry.
"Kau bisa meminta Tony mengantarmu belanja."
Perempuan itu hanya mengangguk membuat Sean bergegas berbalik seraya mengenakan kacamata gelapnya.
Mari lihat.
Apa perempuan ini benar benar bisa dipercaya atau tidak.
***
Sean tersenyum melambaikan tangannya pada puluhan orang yang masih menjeritkan namanya. Ia lalu berbalik dan bergegas meninggalkan salah satu lokasi fotoshotnya hari ini.
"Dimana airku?"
"Helen?"
Gadis herkacamata itu bergegas menyodorkan sebotol air mineral kearah Sean.
"Helen tidak akan menyelesaikan pekerjaannya jika kau tidak mempunyai Asisten baru Sean."
Sean hanya menggumam, malas membahas soal Asisten mengingat para Asisten Sean sebelumnya dupecat karna selalu membuat masalah.
Melelang dalaman Sean misalnya.
Atau malah diam dian mengambil gambar saat Sean sedang istirahat.
Memuakkan.
"Sean, kau mendengarku tidak?"
Sean mengibaskan tangannya sebelum merogoh sakunya saat benda persegi didalam sana bergetar.
"Ada apa Tony?"
"Nona Tori bertengkar dengan Asisten rumah tangga Nyonya Wilson."
Sean menyemburkan air dimulutnya, terbatuk keras karna nyaris melupakan gadis aneh yang saat ini bebas berkeliaran dirumahnya.
"Bagaimana bisa?! Apa yang dia lakukan!?"
Omel Sean dan sialnya itu menarik nyaris seluruh kru yang sedang bersiap hingga menoleh kearahnya.
"Tony! Jangan katakan apapun padanya! Biar aku yang bicara!"
Jeritan gadis itu terdengar, membuat Sean bergegas bangkit dengan tatapan penuh tanda tanya yang menghujamnya.
"Non-"
"Aku yang bicara saat kau pulang."
Sean mengumpat saat sambungan terputus begitu saja, menghela nafas mencoba untuk mengendalikan dirinya meskipun ia benar benar siap untuk meledak.
"Ada apa Sean?"
"Aku ingin kau mengirim pakaian wanita kerumahku."
"Apa!?"
Bram menjerit tertahankan yang langsung mendapat tatapan tajam dari Sean.
"Satu set dan sore ini harus sampai. Ukurannya mungkin lebih tinggi dari Helen"
"Tu-tunggu!"
"Apa lagi?"
Kesal Sean ingin bergegas beranjak dari sana sebelum gadis - Ck! Maksudnya Tori lagi lagi membuat masalah.
"Kau-"
"Cepatlah, aku harus pulang."
Sean meraih kunci mobilnya dan mengenakan kacamata gelapnya.
"Itu."
"Bram?"
"Baiklah kau boleh pergi, jangan lupa kau harus cepat datang ke lokasi sebelumnya."
"Hanya itu?"
"I-iya"
**