4

1000 Kata
''Pagi Res,'' sapa Anna dengan riang, lalu menaruh tasnya di kursi. ''Ngomong-ngomong tumben lo ke sini?'' Tanya Anna. Biasanya jam segini Resa dan Naftali sudah siap di kelasnya, ajaib banget kalau Resa bisa main ke kelasnya. ''Natal ngak masuk,'' jawabnya lesu, ''dia sakit.'' Anna mangut-mangut ngerti. Lalu duduk di samping Resa. ''Guru lo belum dateng?'' Resa menggeleng. ''Bu Dian ngak dateng Ann, jadinya gue binggung mau ngapain.'' Belum sempat Anna menjawab, bel masuk pelajaran sudah berbunyi. Murid di kelas Anna bergerombol masuk ke dalam kelas, yang membuat Resa terpaksa keluar. Menikmati bosannya guru tak masuk. Di tambah sohibnya tak masuk. Anna berdecak, lalu menelungkupkan kepalanya di dalam lipatan tangannya. Pelajaran Biologi. Pelajaran yang paling ia benci, kalau di suruh keluar, lebih baik ia keluar tak mengikuti pelajaran, dari pada harus mengikuti pelajaran paling membosankan di kelasnya. Dia memang paling payah kalau soal Biologi. ''Anna, silahkan keluar,'' suara melengking itu membuat Anna tersadar. Lalu menegakkan tubuhnya. Matanya memandang daerah sekitarnya, semua mata tertuju padanya, begitu pun Bu Endah yang sedang menatapnya tajam. ''Kenapa saya di suruh keluar bu?'' Tanya Anna binggung, padahal dari tadi ia tak berbuat apa-apa. Dan sekarang ia di suruh keluar. ''Saya bisa membaca fikiranmu Anna, dan sekarang kamu bisa keluar.'' Ucap guru itu meneliti. Anna menepuk dahinya, ia benar-benar lupa kalau guru yang satu ini benar-benar ajaib. Anna bangkit dari duduknya lalu berjalan keluar. Sebenarnya hatinya sedikit bersorak kegirangan, tanpa melakukan apa pun ia bisa keluar dari pelajaran Biologi yang sangat membosankan. Anna berkacang pinggang, bingung mau ngapain. Tetapi seperti ada lampu yang tiba-tiba menyala di otaknya. Dan detik itu pun, ia berlari menuju tempat yang ia tuju. * ''Duk! Duk! Duk!'' Suara bola basket terdengar menggema di koridor sekolah. Sosok lelaki jangkung itu telah bermain sendiri, tanpa lawan dan tanpa teman. Sejak 30 menit lalu ia sudah berada di sini, alasannya sih telat, padahal ia sama sekali ngak berminat mengikuti pelajaran Biologi. Tetapi suara langkah kaki membuatnya berhenti lalu membalikan badannya, ''Eh elo Jun, mau ikut main?'' Juna menghampiri Andi, ''Ngak. Mau ngomong doang sama lo,'' Andi mengangguk lalu duduk di pinggiran lapangan. Di susul oleh Juna. ''Kenapa?'' Tanya Andi dengan mengangkat satu alisnya. ''Gue liat-liat, lo lagi deket sama Anna?'' Andi terkekeh, tangannya memainkan bola basketnya, ''Seperti yang lo bilang, memangnya kenapa?'' Juna menepuk bahu Andi, ''Gimana kalau kita membuat sebuah permainan?'' Andi mengangkat alisnya lagi, ''Permainan? Apa hubungannya sama Anna?'' ''Plis, jangan mainin alis lo. Gue tau alis lo perfect,'' ''Jawab pertanyaan gue!'' ''Permainan. Lo ngerti kan? Lo mainin Anna, lo buat dia baper kek, tapi jangan sampai lo suka sama dia, sebelum permainan ini selesai. Kalau permainan ini udah selesai, lo terserah mau ngapain,'' ucapnya. Andi tak kuasa menahan tawanya, ''Kenapa tiba-tiba lo ngajakin gue mainan cewek. Gue punya salah sama lo?'' ''Apa lo lupa?'' Andi menepuk-nepuk pundak Juna, ''Gue ngak lupa kok,'' jawabnya, ''tapi, apa lo ngak mikir? Lo tau perasaan kakak lo kayak gimana, tapi kenapa lo malah ngulangin hal yang sama dengan seorang cewek?'' ''Kakak gue, sama Anna itu beda. Jangan sama-samain Anna dan kakak gue,'' ''Tapi mereka sama-sama perempuan. Apa lo ngak mikir?'' Juna mengembangkan senyumnya, walau tangannya terkepal, ''Lo cowok kan? Masa gini aja takut sih, cowok apa cewek lo?'' Tantangnya. Andi tertawa hambar, ''Gue terima. Lagi pula, mana mungkin gue suka sama Anna.'' *** Anna tertawa kecut. Hatinya tak karuan. Kejadian di sekolah tadi membuat hatinya suntuk. Binggung mau ngapain. Dia juga binggung, kenapa perasaannya tak karuan. Kenapa setelah mendengar perkataan orang itu ada perasaan kecewa yang melingkupinya. ''Masa gue suka sama Andi sih. Ngak lucu banget sumpah,'' ucapnya pada diri sendiri. ''Gue terima. Lagi pula, mana mungkin gue suka sama Anna,'' Ya, Anna mendengarnya, Anna mengetahuinya. Anna sengaja mengumpat di balik dinding untuk mendengar semua perkataan dua orang itu. ''Tapi, kenapa gue yang kena imbasnya?'' Tanyanya pada diri sendiri. Dia menggelengkan kepalanya. Aneh sekaligus kecewa. Hatinya berkata seperti itu. ''Kalau mau curhat sama gue aja, ngak perlu ngomong sendiri gitu, jangan di pendem,'' Anna membalikan badannya. Lalu terseyum melihat sosok itu. Sosok yang selalu membuatnya tenang. ''Ngak pa-pa kok kak E, lagi pula, gue lagi pengen sendiri.'' Anna masih menatap lurus ke depan. ''Tapi, kalau gue di sini ngak pa-pa kan?'' Anna mengangguk. ''Kak, kapan nih, lo ngenalin pacar lo sama gue?'' Tanya Anna antusias. Pasalnya, kakaknya yang satu ini ngak pernah ngenalin cewek kepada dirinya. Terlalu misterius. ''Gue masih berusaha de,'' Anna mengernyitkan dahinya, lalu menatap Elang heran, ''Berusaha ngapain? Ngehamilin anak orang?'' Elang meneloyor kepala Anna, ''Hus, ngomong tuh di jaga. Ngak bakalan lah gue ngehamilin anak orang.'' ''Terus, berusaha ngapain?'' ''Berusaha bikin dia mau mengenal gue dek,'' ''Emangnya dia kenapa?'' Elang menatap adiknya, menatapnya lurus, tapi di dalam tatapannya itu semua kosong, ''Dia depresi.'' ''Depresi?'' Elang mengangguk, ''Dia depresi. Dia dulu mencintai seseorang, sangat mencintai. Tapi cowok itu pergi begitu aja. Gue heran, tuh cowok g****k, apa gimana ya? Cewek setia malah di tinggalin,'' Anna tertegun. Kenapa kejadiannya sama persis dengan kejadiannya? Dengan kejadian yang ia alami dulu. Apa lelaki itu terlalu bodoh, meninggalkan Anna yang tulus mencintainya. ''Gue dukung lo kak. Berusaha terus, sampai mencapai hasil yang memuaskan,'' Anna menepuk-nepuk pundak Elang, memberi semangat untuk kakaknya. ''Oh, iya, yang tadi lo ngomong sendiri. Gue denger sedikit. Siapa tuh, Andi ya? Lo suka sama dia?'' *** Anna mendengus kesal, kakinya berjalan menuju keluar kamar. Baru saja ia menikmati tidur siangnya, tetapi suara-suara yang berasal di samping rumahnya membuatnya terbangun. Memang sejak seminggu lalu, penghuni rumah itu pindah ke luar negri. Masa iya, ada penghuni baru secepat itu? ''Itu suara apaan sih kak?'' Tanya Anna kepada kakaknya yang sedang berdiri di depan pintu. Sambil melirik ke arah samping. ''Itu, ada tetangga baru.'' Kata Elang, lalu dia berjalan masuk. Anna yang penasaran ikut berdiri di depan pintu. Menyaksikan beberapa orang yang ikut serta dalam pindahan rumah itu. Tetapi, satu sosok membuatnya tersadar. Itu kayak Andi? Anna memincingkan matanya, maju ke depan pagarnya untuk melihat lebih jelas. Seketika, pandangannya bertabrakan dengan pandangan orang itu. Yang sedang menatapnya dengan tatapan mautnya. Siapa lagi kalau bukan Andi. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN