bc

Akibat Berzina Sebelum Menikah

book_age18+
1.4K
IKUTI
8.4K
BACA
love-triangle
HE
forced
arranged marriage
submissive
kickass heroine
stepfather
drama
bxg
musclebear
like
intro-logo
Uraian

Amelia menyerahkan kegadisan pada kekasihnya satu bulan sebelum pernikahan yang direncanakan oleh kedua orang tuanya. Dia melakukan itu sebagai bentuk pemberontak dirinya.

Namun pada akhirnya dia begitu menyesal karena ternyata suaminya yang begitu baik, dia tidak tega membohongi sang suami dan memilih untuk jujur atas perbuatan. Kejujuran itu menyebabkan dirinya harus keluar dari rumah suaminya.

Dalam keadaan terusir Amelia pergi ke pesantren dan memperbaiki diri, hingga akhirnya bisa kembali bersama suaminya.

Cobaan kembali datang saat sahabatnya ternyata juga mencintai suaminya dan mertua Amelia malah mendukung sahabatnya untuk menjadi madunya dengan alasan Amelia yang tidak kunjung hamil kembali.

Banyak hal yang terjadi saat Amelia harus berbagi hati, kehamilan sang madu yang dia pikir bukan dengan suaminya membuatnya berusaha untuk membongkar rahasia itu dan berjuang mendapatkan suaminya seutuhnya, kemudian mengusir madunya dari kehidupan mereka. Mampukah dia melakukannya?

chap-preview
Pratinjau gratis
Menyerahkan Keperawanan
Zayden memacu tubuhnya yang berpeluh diatasku, wanita yang dicintainya. Nafas kami saling memburu bersautan mengejar kenikmatan. Kami melampiaskan hasrat masing-masing meskipun tanpa ikatan pernikahan. Aku, Amelia Larasati gadis yang sedang berada dibawah Zayden seharusnya sedang sibuk mempersiapkan pernikahanku dengan laki-laki pilihan orang tuaku. Namun yang aku lakukan sekarang malah menyerahkan kegadisanku dan bercinta dengan laki-laki yang berstatus sebagai pacarku saat ini. Semua aku lakukan karena rasa kesalku pada orang tuaku. Kami berdua memang sudah berpacaran sejak lama, namun ditentang oleh kedua orang tuaku. Sejak awal, kedua orangtuaku memang tidak mengijinkan aku berpacaran dengan siapapun. Kupikir karena apa, ternyata itu karena aku sudah di jodohkan dengan laki-laki pilihan mereka. Anak laki-laki dari sahabat papa, mereka bersahabat dari masih sama-sama tinggal di kampung hingga papa menjadi orang yang sukses seperti sekarang. Saat berpacaran dengan Zayden, aku tidak pernah mau berhubungan diluar batas meksipun kekasihku itu memintanya, paling yang kami lakukan hanya sebatas kissing dan berpelukan. Kami juga berpacaran tanpa sepengetahuan kedua orang tuaku, saat Zay sering mengantarkanku pulang saat itu juga mereka langsung melarangku berhubungan dengannya lagi. Kami sama-sama mahasiswa saat berkenalan dan berpacaran, dan begitu aku wisuda, papa langsung menyuruhku menikah dengan laki-laki pilihannya. Mendengar hal itu mau tidak mau aku mengiyakannya, namun hari ini aku malah mendatangi kekasihku dan mengajaknya check in di hotel ini. Sebelum menikah dengan laki-laki yang tidak aku cintai itu, setidaknya aku harus merasakan bagaimana rasanya bercinta dengan laki-laki yang aku cintai. Kamar hotel yang cukup mewah ini menjadi saksi penyatuan kami. Penyatuan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, tapi aku tidak peduli dengan hal itu. Zayden menghempaskan tubuhnya disampingku begitu kami sama-sama mendapatkan kenikmatan. "Bagaimana kalau kamu hamil?" tanya Zayden. "Ada suamiku yang akan menjadi ayahnya," sahutku dengan enteng. Aku membenci calon suamiku itu karena merasa laki-laki itulah yang menjadi sebab aku tidak bisa bersama dengan Zayden, orang yang aku cintai. Aku tidak peduli jika hamil dengan siapa dan siapa yang akan menjadi ayahnya. "Bagaimana jika dia tahu?" tanya Zayden lagi. "Itu tidak akan terjadi, laki-laki itu terlalu polos untuk mengetahui segalanya. Serahkan saja semua padaku. Yang perlu kita lakukan adalah bersenang-senang, setelah ini kita tidak akan bisa bertemu lagi." Zayden tersenyum dan memelukku, dan kami benar-benar menikmati kebersamaan kami tanpa memikirkan apapun. Menikmati indahnya kenikmatan dunia, melewati waktu bersama yang tidak cukup lama. Ya, aku harus segera pulang kembali ke rumah sebelum jam sepuluh malam ini. *** "Menikahlah dengan Damar, dia laki-laki yang baik. Papa sangat mengenal kedua orangtuanya, mereka adalah keluarga yang baik. Kamu tidak akan pernah merasakan tidak enaknya memiliki mertua. Kamu tahu, papa bisa sukses seperti sekarang semua karena dukungan dan bantuan ayahnya Damar, teman papa." Papa berkata panjang lebar saat kami sedang menikmati makan malam di sebuah restoran dengan fasilitas private room. Malam ini kami makan diluar sebagai bentuk perayaan atas kelulusanku. Dan begitu aku wisuda papa langsung menyuruhku menikah, menikah dengan laki-laki pilihannya yang bahkan aku belum mengenalnya sama sekali. "Papa akan menjadikanku alat balasbudi gitu?" tanyaku dengan nada kesal. "Bukan begitu Amel, papa melakukannya karena sayang padamu. Kamu tidak akan mendapatkan laki-laki sebaik Damar, dia sabar dan penyayang," ucap papa menjelaskan. Aku mendesah malas, bagaimana bisa papa bilang laki-laki itu baik. Bahkan mereka jarang bertemu, kami tinggal di kota sedangkan keluarga si Damar itu tinggal di desa. Tempat dimana papa dilahirkan. "Kamu harus percaya pada papa, nak. Mama sudah pernah bertemu dengannya kok, mama juga sudah bertemu dengan kedua orangtuanya. Tiap kali kami pulang kampung untuk menengok makam orang tua papa, kami selalu menginap disana. Kamu dulu juga sering kesana saat kecil kan." Kali ini mama yang berbicara. Dulu waktu kecil memang aku selalu ikut jika kedua orang tuaku pulang kampung. Namun ketika aku beranjak dewasa, aku enggan ikut, lebih baik aku menginap di rumah Oma, orang tua mama. Semenjak mbah Kakung dan Mbah Putri meninggal, papa dan mama hanya berkunjung dan menginap semalaman di kampung itu dan aku tidak ingin ikut karena cuma cepek dijalan. Selain itu, kampung yang sepi dan tidak ada mall itu mana mungkin membuatku betah berlama-lama disana. Seingatku, rumah teman papa itu memang luas bak istana. Beberapa mobil dengan berbagi jenis terparkir di halaman rumahnya. Bahkan seingatku, mereka memiliki garasi mobil yang isinya mobil-mobil bak terbuka. Mungkin untuk mengangkut sesuatu yang berhubungan dengan usaha mereka. "Tapi ma, Amel kan belum kenal laki-laki itu. Siapa tadi namanya, Damar? Bagaimana tiba-tiba Amel harus menikah dengannya?" protesku. "Seminggu lagi mereka akan kesini, selain karena ada hal yang harus di kerjakan, papa yang meminta mereka untuk mampir dan melihatmu. Kami memang sudah merencanakan berbesanan sejak lama." Penjelasan papa barusan membuatku makin kesal saja. Baru lulus kuliah, ingin bersenang-senang, malah disuruh menikah dengan orang kampung. Lalu aku harus tinggal di kampung bersama mereka? mana mungkin aku akan tahan hidup di tempat seperti itu. Keputusan papa tidak bisa ditentang lagi, aku harus menurut atau terusik dari rumah. Selalu saja seperti itu ancaman papa, sebenarnya aku ini anak kandung atau anak pungut sih. Aku protes dalam hati. Seminggu setelah malam malam itu, mereka benar-benar datang ke rumah. Mereka datang bertiga, laki-laki yang bernama Damar itu dan juga kedua orangtuanya. Damar terlihat kalem dan berwibawa, badannya tinggi, kulitnya bersih dan wajahnya nampak selalu dihiasi dengan senyuman. Benar kata papa jika dia laki-laki yang baik, namun itu saja tidak bisa membuatku jatuh cinta, karena cintaku sudah terpaut pada laki-laki lain. Kedua orangtuanya juga terlihat baik dan lemah lembut. Apa lagi ibunya, dia nampak keibuan sekali. Aku seperti melihat diri mama ada padanya, saat bertemu dengannya, wanita yang sudah melahirkan Damar itu begitu perhatian kepadaku. Sepertinya aku akan diterima dengan baik oleh keluarga itu. Pertemuan yang singkat itu tidak berarti apa-apa buatku, namun sepertinya berarti buat mama dan papa, juga kedua orang tua Damar. *** Dengan mengendap-endap aku berjalan memasuki rumah, jam di pergelangan tanganku sudah menunjukkan waktu pukul sebelas malam. Kami terlalu asyik memadu kasih hingga lupa waktu, dan akhirnya aku harus terlambat pulang seperti ini. Lampu-lampu utama sudah padam, tinggal beberapa lampu yang memang tidak pernah dimatikan jika malam hari. Dengan langkah yang perlahan aku menaiki tangga menuju kamarku yang berada di lantai dua. "Darimana saja baru pulang?" suara mama mengagetkanku. Seketika aku berhenti dan berbalik arah menghadap pada mama yang berada di anak tangga paling bawah. "Kan tadi Amel sudah bilang ma, Amel main sama teman-teman. Melepas masa lajang sebelum Amel jadi istri dan dibawa ke kampung," jawabku dengan santai. "Kenapa malam sekali baru pulang? sudah jam berapa ini, papa tadi nanyain kamu." "Maaf ma, keasikan. Tahu sendiri kan cewek-cewek kalau sudah kumpul suka lupa waktu." "Ya sudah sana naik keatas dan tidur, kamu itu sebentar lagi nikah. Jangan kelayapan mulu, tidak bagus!" ucap mama menasehati. Aku mengangguk dan membalikkan badan lagi, kemudian perlahan-lahan menaiki anak tangga satu persatu. "Tunggu! kenapa cara jalanmu seperti itu?" Ucapan mama sontak membuatku tertegun, dadaku berdegup dengan kencang. Apa mama akan mengetahui perbuatanku hari ini? ***

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Siap, Mas Bos!

read
14.3K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
208.1K
bc

My Secret Little Wife

read
100.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook