Kinar melangkah bersama ketiga temannya menuju ke ruang teater yang berada di samping ruang olahraga.
Saat di persimpangan koridor menuju ruang teater, langkah Kinar dan ketiga temannya terhenti karena di hadapan mereka, baru saja sepasang kekasih lewat sambil berangkulan.
Dan si cowok, sempat menatap Kinar sesaat sebelum melanjutkan langkahnya. Seakan tak mengenal Kinar, padahal kemaren ia meninggalkan Kinar tepat di tengah jembatan.
Tangan sang cowok yang melingkar di pinggang sang cewek sedangkan sang cewek tampak mendempetkan tubuhnya pada tubuh si cowok membuat tidak ada batas di antara cowok dan cewek itu.
"Malven," ucap Mira tak percaya sedangkan Kinar hanya diam tanpa berkata apapun. Toh, bukan urusan Kinar juga.
"Demi apa?! Malven jalan sama cewek lain dan seakan-akan nggak liat lo ada di sini," jerit Chaca sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dengan gaya drama yang alay.
Kinar menoleh menatap ketiga temannya bergantian lalu mengangkat bahunya tak perduli dan meneruskan langkahnya menuju ruang teater yang berada tak jauh lagi dari tempat mereka berdiri.
Ghea menyipitkan matanya menatap Kinar yang kini sudah beberapa langkah di depan mereka. "Dia nggak cemburu?" tanyanya.
Mira dan Chaca saling tatap lalu mengangkat bahunya, pertanda tidak tahu menahu, lagipula yang mereka tau, Kinar memang tidak memiliki perasaan apapun pada Malven, jikapun ada, rasa yang cewek itu miliki hanyalah kemarahan dan kekesalan.
"Hey, ayok," panggil Kinar yang kini sudah berada di depan pintu ruang teater. Ghea, Chaca, dan Mira pun berjalan ke arah Kinar.
"Sore, semua!" sapa Kinar saat memasuki ruang teater.
Hening.
"Kok? Kok nggak ada?" tanya Kinar saat melihat ruang teater sepi, tidak ada satupun orang di dalamnya.
Apa-apaan ini?!
Sama seperti Kinar, ketiga temannya pun sama kagetnya.
"Eh, maaf Kak, telat," ucap seorang cewek yang baru saja datang, yang Kinar ingat namanya adalah Lala
Lala tampak tersenyum canggung saat Kinar menatapnya dengan intens. "Yang lain, mana?" tanya Kinar to the point.
Bagaimana eskul ini mau maju, jika anggotanya saja seperti ini. Kaya jelangkung, bisa hilang tiba-tiba.
Lala menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak gatal, sepertinya seniornya ini sedang PMS. "Tadi sih saya liat di lapangan, lagi nontonin anak basket latihan."
What?
"Nar, sabar. Jangan emosi," ucap Mira mengingatkan.
Ghea mengangguk setuju. "Tarik napas, hembuskan, tarik lagi, tahan---"
Pluk
"Aw," jerit Ghea saat Chaca menjitak kepalanya cukup keras.
"Lo pikir, Kinar mau lahiran, Apa!" Ghea mendengus kesal. Maksudnya kan baik, kenapa Chaca jadi sensi.
Kinar berdecak kesal lalu berjalan dengan langkah kecil namun cepat menuju lapangan basket di ikuti ketiga temannya dan juga Lala.
Mata Kinar menajam saat melihat semua anggota eskulnya yang cewek tengah melihat para most wanted garuda yang tanpa malu berganti baju di pinggir lapangan sedangkan yang cowok-cowoknya menatap para anggota cheerleader yang sedang pemanasan.
"Lo semua mending ikut eskul basket atau nggak cheerleader!" ucapan Kinar yang tiba-tiba tentu saja membuat mereka semua kaget. Bukan hanya anggota eskul teater yang menoleh menatap Kinar tapi semua yang ada di lapangan.
Beberapa dari mereka melirik jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan mereka dan ternyata mereka sudah telat lima belas menit untuk latihan.
Kinar menatap mereka semua bergantian. Kinar merasa usahanya selama ini sia-sia. Usahanya agar eskul teater tidak dibubarkan, rasanya menjadi sia-sia saat melihat semua membernya saja seperti ini. Tidak ada solidaritasnya sama sekali.
"Gue capek! Sekarang, terserah kalian aja. Gue nggak perduli lagi, mau eskul ini di bubarin sekalipun, gue udah nggak perduli. Gue keluar," ucap Kinar sambil melempar kunci ruang teater yang selama setahun ini sudah dipegangnya.
Semua terdiam.
Bingung dengan sikap Kinar yang terlihat sengat emosional, tidak seperti Kinar biasanya. Mungkin efek, bulanan.
Langkah Kinar yang ingin pergi terhenti karena ucapan seseorang yang cukup menggores egonya.
"Lo emang nggak pantes jadi ketua." enam kata yang seperti menampar diri Kinar.
Kinar tau siapa yang mengucapkan kalimat itu, Malven. Bad boy bermulut boncabe.
Sekalinya bicara kalo nggak buat orang emosi, bukan Malven namanya tapi Udin. Mending nggak usah bicara deh sekalian daripada bicara cuman buat nusuk orang.
"Ya, gue emang bukan lo, Mr. Perfect," ucap Kinar kesal lalu melangkah pergi dari lapangan.
***
Lo emang nggak pantes jadi ketua
Lo emang nggak pantes jadi ketua
Lo emang nggak pantes jadi ketua
Kalimat itu terus saja berputar di kepala Kinar bahkan sampai saat ini. Ia sudah di rumah tapi kalimat yang diucapkan Malven itu memang seperti menghantuinya.
Kinar ingin membuktikan kalau ia pantas dan Malven harus tahu hal itu tapi apa iya Kinar harus menjilat ludahnya sendiri. Ia sudah berkata tidak akan perduli lagi dengan eskul teater, tapi ucapan Malven benar-benar menyentil egonya untuk membuktikan kalau ia pantas.
Kinar mengetikkan sesuatu pada layar ponselnya, mengirimkan pesan pada Panji.
Kinar: Panji
Kinar: Woi tepung kanji
Semenit
Dua menit
Tiga menit
Ting
Panji: Knp? Ada masalah?
"Ya allah, peka amat. Belum gue ngomong," gumam Kinar pada dirinya sendiri. Inilah yang membuat Kinar nyaman bercerita dengan Panji, karena tanpa mengucapkan apapun, cowok itu seperti tau apa yang Kinar rasakan.
Kinar: Ih lu mah nethink mulu kalo gue chat
Tidak sampai semenit, chat Kinar sudah diread oleh Panji.
Panji: Bukan nethink tapi, gue itu kek charger, cuman lo datengin kalo lagi perlu doang.
Panji: Tpi gue seneng kok, bisa bantu cewek cantik:v
Panji: Kpn lg bisa dkt sma most wanted girl Garuda
Kinar: Idih! Tapi bener sih ehehe gw lgi ada masalah nih
Kinar: Gue bingung nih mau cerita dri mna
Kinar bangkit dari posisi tidurannya agar lebih memudahkannya mengetik pesan untuk Panji.
Panji: Soal di lpngn tdi?
Panji: Tutup mata lo, tanya sama diri lo sendiri! Lo pantes apa nggak jadi ketua? Kalo Ya, buktikan dan kalo nggak, usaha!
Dan bodohnya, Kinar mengikuti petunjuk dari Panji. Mulai menutup matanya sampai bertanya pada dirinya sendiri, apa ia pantas menjadi ketua dan hati kecilnya seakan berkata, nggak akan ada yang tau kalo belum dicoba.
Kinar menarik napasnya panjang.
Panji emang the best. Batin Kinar sambil terkekeh pelan.
***
"Lo beneran mau cabut dari teater, Nar?" tanya Chaca saat mereka sedang berkumpul di kantin.
Kinar yang sedang memakan bakso, mendongakan kepalanya menatap Chaca, Ghea, dan Mira bergantian lalu mengangkat bahunya, seakan tak perduli, padahal ia sudah memutuskan bahwa ia akan tetap menjadi ketua teater, setidaknya sampai akhir tahun.
Ghea berdecak pelan, "Serius, Nar."
Mira yang dari tadi diam, masih tetap bungkam sambil memakan siomaynya.
"Iya-iya," ucap Kinar lalu membenarkan posisi duduknya dan menatap ketiga temannya dengan tatapan serius ala Kinar yang membuat ketiga temannya geleng-geleng kepala.
"Gue bakal tetap ikut teater, nggak semudah itu juga kali gue ninggalin eskul yang udah dari SMP gue ikutin," ucap Kinar sambil tersenyum memamerkan jejeran giginya yang rapi.
"Lo juga sih, drama amat. Gara-gara kelamaan ikut teater deh, keknya," sindir Mira yang langsung dilempari Kinar dengan keripik milik Ghea.
"Keripik gue, anjir," seru Ghea membuat Kinar dan Mira terkekeh pelan.
Saat Kinar ingin melanjutkan makannya, matanya tak sengaja melihat sosok Malven yang baru saja memasuki kantin bersama kedua temannya.
Seperti hari-hari biasanya, Malven dan kedua temannya duduk di kursi yang sudah mereka klaim menjadi hak milik mereka.
Kinar masih menatap ke arah Malven sampai seorang cewek tiba-tiba datang dan memeluk Malven dari belakang dan tidak ada penolakan dari cowok itu.
"Hai, sayang," sapa cewek itu dengan suara yang centil membuat beberapa pengunjung kantin kini juga melihat ke arah Malven dan cewek itu.
"Guys, gue gabung ya," ucapnya lagi namun kali ini pada kedua teman Malven. Mereka berdua terdiam untuk sesaat lalu mengangguk membuat cewek itu tersenyum bangga yang entah hanya perasaan Kinar saja atau bukan, cewek itu kembali tersenyum namun kali ini ke arah Kinar dan dengan senyum meremehkan.
"Siapa lagi tuh? Perasaan ceweknya Malven nggak abis-abis ya," ujar Chaca sambil menyipitkan matanya menatap cewek yang bersama Malven itu. Sepertinya ia tau siapa cewek itu tapi lupa namanya.
"Kaya nggak tau Malven aja. Ceweknya kan emang banyak," ucap Kinar lalu melanjutkan makannya lagi sedangkan ketiga temannya masih betah melihat kemesraan Malven dan cewek tadi
"Salah satunya, lo ya, Nar?" celetuk Ghea tiba-tiba membuat pentol yang ada di mulut Kinar melompat keluar.
Kok nusuk ya, kata-katanya?