"PENGUMUMAN!!! ORANG GANTENG MAU NGOMONG, GAES!" teriak Bima, ketua kelas XI MIPA 3 saat memasuki kelas.
Kelas yang awalnya ribut menjadi hening dan menatap ke arah Bima yang kini berdiri tepat di depan papan tulis.
"EKHM-EKHM, JUSTIN BIEBER MAU CEK SUARA DULU," ucap Bima dengan suara toanya. Pantas saja dari masuk SMA sampai sekarang tidak ada yang mau dengan cowok itu, suara cemprengnya itu lho mengalihkan dunia para cewek-cewek.
"Justin bibir kepentok ikan lele kali," ejek Diego, salah satu perusuk kelas.
Bima mendelik ke arah Diego yang hanya menampilkan tampang watadosnya. Bodo amat.
"Bacot lo, ngomong-ngomong aja!" seru Ghea sambil menatap malas ke arah Bima yang hanya mendengus kesal.
"Yayang Ghea sabar dulu dong, Babang Bima shakti mau ngasih pengumuman nih. Pengumuman pernikahan kita," gombal Bima sambil mengedipkan sebelah matanya yang langsung disambut Ghea dengan ekspresi mau muntah.
Ghea mengarahkan genggaman tangannya ke kepala lalu mengetukannya ke atas meja. "Amit-amit Ya Allah, ogah gue sama Cocem kaya lo," sergah Ghea sambil menampilkan ekspresi jijik.
"Cocem apaan, Beb?" tanya Bima yang langsung dilempari Ghea dengan pulpen.
"Pulpen gue anjir!" omel Mira sambol mendengus kesal.
"Pulpen lo pala lo peang! Itu pulpen gue, lo kan pinjem sama gue!" tandas Ghea yang disambut kekehan geli dari Mira.
Ghea menatap sengit Bima yang tersenyum sok manis ke arahnya. "Bab beb bab beb! Sekali lagi lo panggil gue Beb, pulang sekolah abis lo!" ancam Ghea kesal membuat seisi kelas tertawa. Mereka semua sudah terbiasa dengan perdebatan si Ketua kelas dan si Bendahara kelas.
Kinar menggaruk keningnya yang agak gatal lalu menatap ke arah Bima. "Bim, buruan deh, ngomong aja lama. Gimana mau ngehalalin Ghea," goda Kinar yang disambut tawa Chaca dan Mira.
Ghea menatap Kinar geram yang hanya dibalas Kinar dengan cengiran. Benci itu beda tipis, mungkin saat ini Ghea membenci Bima sampai ke ubun-ubun tapi siapa tau yang terjadi lima tahun lagi, mungkin saja mereka nantinya malah menikah.
"Oke jadi gini, lusa akan diadakan baksos ke desa Panataran, yang ikut cuman kelas XI MIPA 1 dan 3 sama kelas XI IPS 1 dan 2," jelas Bima yang sudah mulai serius meski wajahnya tidak ada cocok-cocoknya untuk serius seperti itu.
"XI IPS 3, nggak ikut?" tanya Chaca yang dijawab Bima dengan gelengan.
"Yah! Doi gue kaga ikut," keluh Chaca membuat ketiga temannya geleng-geleng kepala. Chaca mah semua cowok juga dibilang doinya.
"Doi Kinar dong, kan IPS 1," balas Ghea yang dihadiahi Kinar tatapan tajam.
"Doi gue mah Justin Bieber, terus pacar gue Alvaro Meel, gebetan gue Manu Rios, selingkuhan gue Se-hun, man---"
"Nar, udah. Gue takut lo dikirim ke RSJ gara-gara terlalu banyak ngayal," ucap Mira membuat seisi kelas lagi-lagi tertawa.
"Sialan!" umpat Kinar kesal.
"Karena itu hari jum-at, jadi kita bakalan nginap di kampung Panataran dan minggu sore baru pulang," sambung Bima lagi.
"Nginap? Anjir! Tidurnya di mana?" tanya Amira, salah satu murid XI MIPA 3 yang terkenal dengan julukannya sebagai Anak Mami.
"Katanya sih di sana ada panti asuhan gitu sama sekolah SD, maybe kita tidur di sana," jawab Bima.
"Ada yang mau ditanyain lagi? Kalau nggak ada, sekian pemberitahuan dari Alvaro Meel, thank you," ucap Bima membuat Kinar geleng-geleng kepala tak terima.
"Sejak kapan Alvaro Meel kelindes truk sampe mukanya berubah gitu," ucap Kinar membuat teman-temannya tertawa. Kinar emang baik tapi sekalinya ngomong, nusuk kaya jarum yang baru diasah.
#
Kinar dan ketiga temannya melangkah memasuki mall, mereka ingin membeli keperluan untuk baksos nanti. Setiap kelas diwajibkan membawa tiga box mie instan untuk disumbangkan dan barang-barang bekas yang masih layak dipakai.
"Banyak amat Nar beli coklatnya," ucap Mira saat melihat Kinar memasukan berbagai jenis coklat ke dalam keranjang belanjaannya.
Kinar menoleh ke arah Mira, "Kan di sana ada anak panti, pasti mereka suka coklat," ucap Kinar yang direspon Mira dengan anggukan.
Selain coklat, Kinar juga membeli beberapa snack dan juga makanan lainnya.
"Nar, beli samyang ya? Adu pedas nanti kita," ucap Chaca yang diacungi Kinar jempol. Kalau urusan pedas Kinar dan Chaca juaranya.
Selesai membeli makanan, Kinar juga membeli beberapa mainan yang menurutnya lucu. Kinar memang sangat menyukai anak kecil, makanya saat Bima mengatakan bahwa di sana ada panti asuhan, Kinar sangat antusias.
Setelah selesai berbelanja dan membayarnya di kasir, mereka memutuskan pulang karena bawaan mereka benar-benar banyak.
"Belanjaan lo banyak amat, Nar," ucap Chaca saat mereka ada di dalam mobil.
"Nggak semahal tas branded lo itu kok," sahut Kinar sambil melirik sling bag milik Chaca. Chaca hanya tertawa pelan mendengar sindiran Kinar.
"Kita mampir ke cafe dulu yuk, gue laper nih," keluh Kinar karena memang dari siang tadi ia belum makan.
Mira, Chaca, dan Ghea mengangguk setuju karena mereka juga laper. Chaca menghentian mobilnya di sebuah cafe bernuansa anak muda jaman now.
"Widih, hits juga nih cafe," tutur Chaca saat melihat banyak pasangan muda-mudi berada di cafe yang cukup besar itu.
"Bentar, tacap dulu," ucap Mira yang membuat Kinar geleng-geleng kepala.
"Tacap aja mulu sampai tuh muka sebelas dua belas sama Miss kunti," tandas Chaca sambil tertawa pelan padahal dirinya sendiri juga sedang tacap.
Jika Mira dan Chaca itu sangat memperhatikan penampilan mereka maka Kinar dan Ghea itu lebih apa adanya karena menurut mereka inner beauty itu lebih penting dari pada outer beauty yang bisa luntur kapan saja.
"Duluan yuk, Ghe. Pesan dulu," ajak Kinar karena kalau menunggu Chaca dan Mira bisa sampai nih Cafe tutup.
Kinar dan Ghea turun terlebih dahulu dan berjalan memasuki cafe namun saat di depan pintu cafe, langkah mereka terhenti.
"Malven, kamu nggak bisa ninggalin aku! Aku hamil!" seru seorang gadis tanpa malu sambil mencoba menahan tangan seorang cowok yang ingin pergi.
Deg.
Jantung Kinar berdetak tak karuan saat matanya bertemu dengan manik mata coklat milik cowok itu. Malven.
"Hamil? Gue bahkan belum pernah nyentuh lo!" ucap Malven dengan nada datar sambil menepis tangan gadis itu, tapi gadis bermata sipit itu tak menyerah, ia masih mengejar Malven sampai akhirnya Malven berdiri tepat di depan Kinar.
Seperti biasa, cowok itu menatap datar ke arah Kinar dan hal itu benar-benar berdampak besar untuk kinerja jantung Kinar.
Hamil? Apakah Kinar tidak salah dengar? Gadis itu mengatakan kalau dia hamil dan Malven yang melakukan hal itu?
Kinar melangkah mundur sambil menggelengkan kepalanya tak percaya namun saat Kinar ingin berbalik, Malven menahan tangannya.
"Gue bisa jelasin," ucap Malven yang lebih tepat disebut bisikan karena Kinar sendiri tidak yakin jika ia tidak salah dengar.
"Malven, aku hamil!" bentak gadis itu marah karena merasa diabaikan apalagi saat melihat tangan Malven yang menahan lengan Kinar.
Malven tersenyum miring ke arah gadis itu, "Lahirin anak itu dan setelah itu kita cek, kalau itu emang anak gue, detik itu juga lo gue nikahin!" tegas Malven lantang karena Malven yakin itu bukan anaknya. Malven memang nakal dan membenci mahkluk lemah yang bernama perempuan tapi Malven masih punya sedikit hati, ia tau bahwa mahkota seorang perempuan adalah keperawanannya dan Malven tidak akan pernah merenggut mahkota seorang perempuan.
Gadis itu membeku terdiam di tempat membuat senyum kemenangan tersungging di bibir merah milik Malven. Bukan hanya sekali dua kali Malven mengalami hal seperti ini, gadis-gadis itu hanya ingin uang dan itulah salah satu alasan Malven suka memainkan perempuan karena baginya perempuan itu seperti mainan yang bisa ia beli lalu ia mainkan dan saat sudah bosan bisa ia buang.
Detik berikutnya Kinar bisa merasakan Malven menggenggam tangannya dan menyeret Kinar menuju motor cowok itu.
"Lepas!" sentak Kinar saat mereka berada tepat di depan motor Malven. Tentu saja Kinar tidak ingin lagi pulang bersama Malven seperti kemaren. Diajak kebut-kebutan lalu ditinggal di jembatan, Kinar bersumpah itu terakhir kalinya ia mau duduk di atas motor Malven.
Kinar maju selangkah menghapus jarak antara ia dan Malven. "Nggak nyangka gue kalau lo sebrengsek itu, Mal."
Entah dorongan dari mana Malven menyentuh kedua sisi bahu Kinar. "Gue emang b******k tapi gue nggak lupa kalau gue lahir dari rahim seorang perempuan," ucap Malven lalu mendorong Kinar menjauh hingga tubuh Kinar terdorong mundur beberapa langkah.
Malven menaiki motor sportnya lalu memasang helm full facenya dan menghidupkan mesin motornya. Malven sempat melirik Kinar sekilas sebelum akhirnya meninggalkan Kinar yang terdiam di tepatnya.
Dan Kinar menyesali apa yang ia ucapkan.