Bab 7

1487 Kata
Kinara Aurellia, gadis itu terlihat cantik dengan pakaian kaus berwarna hitam yang bertuliskan Bullshit, celana jeans berwarna putih yang sangat pas di kaki jenjang gadis itu. Rambut curly gadis itu dikuncir acak meninggalkan beberapa helai jatuh menjuntai, sedangkan wajahnya hanya dipoles make up tipis dan terakhir gadis itu memoles bibirnya dengan Dior Addict Lip Tattoo yang berwarna Natural Cherry Tint. Kinar berjalan menuju rak sepatunya dan mengambil salah satu sepatu sneakersnya, gadis itu duduk di sisi kasurnya dan memakai sepatunya lalu setelah itu ia mengambil bomber jacket hijau army miliknya dan memakainya. "Kinar," panggil Aira. "Teman-teman kamu sudah datang," sambung wanita itu lagi. Kinar meraih sling bagnya dan juga tas ranselnya serta dua paper bag yang berisi coklat dan mainan untuk anak-anak. Gadis itu melangkah menuruni setiap anak tanggal menuju lantai dasar rumahnya. "Bunda, Ayah, Kinar pergi dulu ya," pamitnya pada Bunda dan Ayahnya yang sedang duduk di meja makan bersiap sarapan. "Jadi baksosnya?" tanya Afran. Kinar mengangguk, "Jadi, nih bawaan Kinar udah banyak banget gini," ucapnya. "Sarapan dulu," pinta Aira sambil meletakan dua roti yang sudah diolesi selai coklat di atas piring.. "Duh, maaf, Bun. Kinar nggak sempat sarapan soalnya bisnya berangkat satu jam lagi," tolak Kinar lembut. Memang tidak sempat jika Kinar sarapan, jadwal baksos dimajukan, harusnya nanti sore mereka berangkat, tapi dimajukan menjadi pagi. Aira menghela napas. "Ya udah, Bunda ambilin kotak bekal dulu," ucap Aira lalu tanpa persetujuan Kinar melangkah ke dapur. "Banyak banget, Bun," keluh Kinar saat Aira memasukan lima potong roti ke dalam kotak bekal itu. Aira menarik pelan hidung putri kecilnya itu, "Buat cemilan di jalan. Ingat pesan Bunda, jangan jajan sembarangan. Oh iya, kamu bawa obatnya, kan?" tanya Aira yang dibalas Kinar dengan acungan jempol. Kinar bersalaman dengan Aira lalu berpelukan singkat. "Hati-hati, kalau ada apa-apa hubungin Bunda, ya?" pesan Aira. "Siap, bosque." Kinar mencium pipi sang Bunda. "Jangan kecapean, kalau capek istirahat, jangan dipaksa. Kalau ada apa-apa hubungin Ayah, vitamin kamu dibawa kan?" tanya Afran saat Kinar bersalaman dengannya. Kinar mengangguk sambil terkekeh geli. "Kinar cuman ikut acara baksos, Ayah. Bukan naik haji," ucap Kinar yang dihadiahi sang Ayah dengan tarikan hidung. "Biar mancung," ledek Afran membuat Kinar mendengus pelan. "Jaga diri baik-baik," pesan Afran sambil mencium kening gadis kecilnya itu. "Siap, Ayahku. Kinar berangkat ya, bye Bunda, Ayah," pamit Kinar. Kinar melangkah memasuki mobil yang dikemudikan oleh Mira. "Lama amat, Nar," keluh Chaca yang hanya dibalas Kinar dengan cengengesan. "Astajim, bawaan lo banyak amat kaya orang mau pindahan," ucap Mira saat menoleh ke belakang dan melihat Kinar membawa dua paper bag, satu tas ransel, dan satu sling bag. Kinar menjitak kepala Mira pelan. "Nggak boleh ih di plesetin gitu," tandas Kinar. Dulu guru ngaji Kinar pernah bilang, kalau ucapan seperti itu tidak boleh di pleset-plesetkan. Padahal, dulu Kinar suka sekali memplesetkan kata seperti itu. "Widih, sejak kapan lo jadi alim gini," ucap Mira sambil terkekeh. Gadis bermata sipit itu lalu menghidupkan mesin mobilnya dan mulai melajukannya menuju sekolahan. "Sejak pacaran sama Bebeb Malven, ya kan, Nar?" goda Ghea yang langsung dipelototi oleh Kinar. "Bacot, Ghe. Fitnah itu lebih kejam dari pada pembunuhan!" "Elah, itu bukan finah keles. Gue ada nih video Malven nembak lo," ucap Ghea sambil tersenyum penuh makna. "Bodo amat," kesal Kinar membuat teman-temannya terkekeh geli. "Eh liat snapgram kak Davit nggak? Di snapgramnya ada Malven," ucap Chaca. "Iya, gue liat. Malven lagi mabuk kan, di snapgramnya Kak Dav," tanggap Mira yang disahut Chaca dengan anggukan. "Mabuk?" ulang Kinar dengan nada tak percaya. Malven masih kelas XI dan sudah bisa mabuk-mabukan? Seriously? "Biasa kali, Nar. This is Jakarta, kotanya kids jaman now," ucap Ghea sambil terkekeh pelan. Kinar memang termasuk anak gaul tapi untuk keluar malam, Bunda dan Ayahnya sangat membatasi, batas Kinar keluar malam itu paling lambat sampai jam 10 malam. Jika lebih dari itu, maka siap-siap saja Kinar kena omel sang Bunda. *** "Kalian duluan aja, gue ke toilet dulu," ucap Kinar saat mereka akan memasuki bis. "Mau gue temenin?" tanya Chaca yang dijawab Kinar dengan gelengan. "Kalian duluan aja, sisain tempat duduk gue ya, di samping jendela," pinta Kinar lalu melangkah menuju toilet. Setelah selesai buang air kecil, Kinar mengeluarkan tissu basah dari sling bagnya untuk membersihkan tangannya, lalu setelah itu melangkah menuju bis. Langkah Kinar yang hendak menaiki bis terhenti saat seseorang tiba-tiba saja menahan tangannya dan hal itu hampir saja membuat Kinar jatuh jika orang itu tidak menahan tubuh Kinar. Mulut Kinar sudah terbuka ingin mengeluarkan sumpah serapah namun saat melihat siapa yang mencekal tangannya, mulut Kinar kembali menutup. Tatapan Kinar beradu dengan manik mata coklat terang milik orang itu. Tangan kiri Kinar perlahan memegang dadanya sendiri. Ya Tuhan, jantung gue. Batin Kinar lalu sedetik kemudian, gadis itu menarik tangannya. "Lo bareng gue," ucap Malven membuat kerutan terpatri di kening Kinar. "Bareng? Maksudnya?" tanya Kinar tak mengerti. Malven menghembuskan napasnya kasar lalu tanpa menjawab pertanyaan Kinar, cowok itu menarik Kinar menuju mobilnya. "Malven, lo apa-apaan sih! Gue mau naik bis," kesal Kinar sambil mencoba menarik tangannya yang digenggam oleh Malven. "Bisa nurut?" "Bisa nggak usah maksa?" tanya Kinar balik dengan tatapan menantang. Mata Kinar menyipit saat melihat memar di sudut bibir serta kening Malven tapi dengan cepat Kinar mengalihkan tatapannya sebelum jiwa PMRnya keluar. Malven membuka pintu mobilnya dan mendorong Kinar masuk membuat kepala gadis itu membentur dashboard, untungnya tidak terlalu kencang. Malven lalu mengelilingi mobilnya dan duduk di jok kemudi. "Lo apa-apan sih! Gue mau turun!" bentak Kinar mencoba membuka pintu mobil Malven namun tidak bisa. Kinar menatap Malven tajam. "Malven, mau lo apa sih?! Itu bisnya udah mau jalan!" omel Kinar penuh emosi karena sikap Malven yang seenaknya saja, tak memikirkan perasaan orang lain. Tentu saja Kinar masih marah pada Malven karena kejadian cowok itu meninggalkannya dengan seenak jidatnya di tengah jembatan. "Lo bisa diam nggak sih" ucap Malven lalu mulai menghidupkan mesin mobilnya. "Gimana gue bisa diam? Lo nyulik gue!" jerit Kinar dramatis. Malven menghela napasnya lalu menatap Kinar. "Bisa berpikiran positif sekali aja sama gue?" tanya Malven. Kinar menatap sengit ke arah Malven. "Gimana gue mau berpikiran positif sama lo, kalau sekarang aja yang lo lakuin itu minus," omel Kinar lalu membuang mukanya, enggan menatap Malven. Kinar menatap lurus ke arah luar jendela mobil Malven, Kinar melihat ke arah kaca spion mobil Malven dan melihat bis sekolah mereka ada di belakang. Itu artinya Malven mengemudikan mobilnya menuju Kampung Panataran. Kinar merogoh sling bagnya dan mengambil handphonenya untuk menghubungi teman-temannya. Baru saja Kinar ingin menulis pesan untuk teman-temannya tiba-tiba saja Malven mengambil handphonenya dan memasukannya ke saku jaket cowok itu. Malven menatap Kinar sekilas karena ia harus fokus menyetir. "Gue nggak suka kalau lo lagi sama gue, fokus lo ke lain," ucap Malven datar tanpa emosi. Kinar menaikan sebelah alisnya. "Bodo amat. Siniin handphonenya, Mal!" bentak Kinar kesal sambil mencoba meraih handphonenya. "Dan turunin nada bicara lo saat ngomong sama gue," sambung Malven membuat mulut Kinar terbuka lebar, mengatakan 'What' tanpa bersuara. "Oke, kita lurusin sekarang. Kita nggak punya hubungan apa-apa, Mal. Gue minta maaf soal yang waktu gue ngelabrak lo karena gue pikir lo yang nyebarin brosur itu. Gue akuin gue salah, sekali lagi maaf," ucap Kinar sambil menatap lekat Malven dari samping. Malven hanya diam tak menanggapi ucapan Kinar. "Mal, please, lo punya mulut kan buat jawab?" sindir Kinar jengah dengan sikap Malven. Malven menoleh. "Lo mau denger gue bilang apa?" "Ngebebasin lo setelah lo marah-marahin gue nggak jelas di tengah lapangan?" tanya Malven dengan alis terangkat. "Lo itu milik gue dan gue punya hak penuh atas diri lo. Sejak hari itu," bisik Malven selanjutnya dengan penuh penekanan membuat Kinar tertawa terbahak-bahak. Kinar menggeleng-gelengkan kepalanya. "Lo bener-bener gila atau mungkin gara-gara lo mabuk tadi malam ya? Lo bukan siapa-siapa gue, Mal." Malven menatap Kinar tanpa menjawab ucapan gadis itu dan hal itu benar-benar membuat Kinar salah tingkah. Malven tersenyum miring saat melihat wajah gugup Kinar, bahkan gadis itu tidak mampu menatapnya lebih dari tujuh detik. Sisa perjalanan mereka menuju kampung Panataran dilalui dengan keheningan. Malven seperti tidak merasa terganggu sedikitpun dengan suasana canggung itu, karena ia memang bukan tipe orang yang banyak omong, tapi Kinar, mulut gadis itu sudah gatal untuk berbicara sesuatu. Kinar tidak suka suasana canggung seperti ini, tapi dari pada ujung-ujungnya mereka berdebat, mungkin lebih baik jika saling diam begini. Kinar meletakan tas ranselnya di atas pangkuannya lalu mengambil kotak bekal yang berisi roti yang dibuatkan oleh Bundanya tadi. Perut Kinar sudah mulai keroncongan, Kinar memakan rotinya sepotong lalu menutup kotak bekalnya kembali. Kinar kembali membuka kota bekalnya lalu mengulurkannya ke arah Malven. "Lo pasti belum sarapan, kan?" Dan detik berikutnya, Kinar menyesali niat baiknya yang menawari Malven makanan karena respon cowok itu hanya menatap kotak bekalnya lalu kembali menatap lurus ke depan. "Ya udah kalo nggak mau." Kinar mengangkat bahunya tak perduli. "Tangan gue kotor," ucap Malven tiba-tiba membuat Kinar yang sedang minum tersedak. Kinar menoleh ke arah Malven, "Maksudnya?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN