Bukan, bukannya Kinar tidak peka dengan maksud ucapan Malven tadi, hanya saja Kinar merasa tidak ada untung atau ruginya bagi Kinar, mau Malven makan atau tidak.
Kinar mengambil sesuatu dari dalam sling bagnya dan mengulurkannya ke arah Malven. Malven yang sedang fokus menyetir, langsung melirik ke arah benda mungil yang diulurkan Kinar.
Hand sanitizer, Kinar mengulurkan cairan pembersih tangan tanpa air itu kepada Malven.
"Tangan lo kotor, kan? Nih bersihin," suruh Kinar.
Malven menatap Kinar sesaat lalu mengulurkan tangannya ke arah Kinar. "Bersihin!" perintah Malven dengan gaya bossynya yang benar-benar membuat Kinar muak.
"Males amat, emang gue babu lo!" Kinar memutar matanya malas lalu menarik kembali tangannya yang mengulurkan Hand sanitizer.
"Lo emang babu gue. Lo cuman punya dua opsi, suapin gue atau bersihin tangan gue."
Kinar tertawa pelan. "Oke, gue pilih opsi ketiga, bodo amat lo mau makan apa nggak. Nggak ngaruh buat gue," cerca Kinar lalu memasukan kembali Hand sanitizernya ke dalam tas.
Kinar menutup kotak bekal yang ada di pangkuannya. Mau Malven makan atau tidak, itu bukan urusan Kinar.
Kinar melirik kaca spion dan ternyata bis sekolah masih ada di belakang mereka. Sesekali Kinar melirik Malven, tiba-tiba saja rasa iba menghinggapi hati gadis itu.
Kata Mira dan Chaca kan tadi malam Malven mabuk pasti pagi tadi cowok itu tidak sarapan ditambah ada beberapa bekas lebam di wajah cowok itu.
Kinar membuka kembali kotak bekalnya dan mengambil satu roti lalu mengulurkannya ke arah Malven, lebih tepatnya ke depan mulut cowok itu.
Malven menoleh menatap Kinar lalu membuka mulutnya dan memakan roti yang diulurkan Kinar.
"Lo jangan salah paham. Gue nyuapin lo karena gue nggak mau mati muda kalau lo tiba-tiba pingsan pas lagi nyetir gara-gara nggak makan. Apalagi tadi malam lo mabuk, kan?" ucap Kinar sambil terus menyuapi Malven.
Kinar menghela napasnya. "Faedahnya itu apa coba mabuk-mabukan nggak jelas. Udah ngabisin uang, nambah penyakit lagi," sambung Kinar.
Malven menahan tangan Kinar yang ingin mengambil roti lagi untuk menyuapi Malven. "Pertama, siapa yang bilang gue mabuk-mabukan? Gue nggak mabuk."
Malven melirik jalanan kosong di depan lalu mendekatkan wajahnya ke arah Kinar membuat mata Kinar melotot.
Jangan bilang kalau Malven mau...
Kinar memejamkan matanya erat saat wajah Malven semakin dekat ke arahnya lalu...
"Haaaaaahhh."
What?
"Nggak bau beer, wine, whiskey, atau vodka, kan?" tanya Malven saat Kinar membuka matanya.
Dengan kesal Kinar mendorong tubuh Malven, pipi gadis itu sudah merah merona karena berpikir Malven akan menciumnya.
"Gue juga pilih-pilih kali kalau mau cium cewek," ucap Malven seakan dapat membaca pikiran Kinar dan itu sukses membuat wajah Kinar semakin memerah seperti kepiting rebus.
"Si...siapa ju...ga yang ma...mau dicium sama lo!" bentak Kinar membuat Malven tersenyum tipis.
"Dan soal napas lo, bau jigong!" tandas Kinar membuat Malven tertawa pelan. Dan dengan bodohnya, seakan tertarik dengan tawa Malven, Kinar menoleh menatap cowok itu.
Kalau gue video terus gue upload di IG, nambah nih followers gue. Batin Kinar.
"Ternyata selain bawel, lo juga nggak bisa bedain ya mana bau jigong sama bau mint," ungkap Malven yang hanya dibalas Kinar dengan denguskan.
Ini gara-gara Mira dan Chaca, mereka bilang tadi malam Malven mabuk ternyata apa? Cowok itu tidak mabuk, awas saja nanti. Sekarang kan kesannya Kinar seperti stalker, untung kalau beritanya benar, nah ini, salah.
"Mal, balikin handphone gue dong. Gue bosan nih, ngantuk," keluh Kinar saat matanya beberapa kali hampir terpejam. Kinar juga sudah tidak melihat bis sekolah lagi di belakang mereka. Malven memang melajukan mobilnya cukup cepat.
Malven menoleh sekilas menatap Kinar. "Ngantuk itu tidur bukan main handphone," ucap Malven tenang.
Kinar menatap Malven. "Gue nggak percaya sama lo, gimana kalo pas gue tidur, lo ngapa-ngapain gue. Secara lo Cassanova cap kerdus," ungkap Kinar yang tak diladeni oleh Malven. Menurut Malven, hari ini ia sudah cukup banyak bicara hal tidak penting hanya untuk sekedar meladeni kebawelan Kinar, gadis aneh yang entah kenapa malah membuat Malven ingin memiliki gadis itu.
Kinar kembali menatap ke luar jendela sampai akhirnya mata gadis itu perlahan terpejam dan tak berapa lama kemudian kepala Kinar tersandar pada jendela mobil Malven.
Tubuh Kinar beberapa kali bergerak untuk mencari kenyamanan, hal itu membuat Malven kasihan. Malven lalu menepikan mobilnya untuk membenarkan posisi kepala Kinar.
Malven menurunkan sandaran jok mobil tempat Kinar duduk agar lebih menyamankan gadis itu. Malven juga mengambil kotak bekal yang ada di pangkuan gadis itu dan meletakannya ke dalam glove box.
Malven mendekatkan wajahnya ke arah wajah Kinar hingga hidung mereka bersentuhan. Bibir pink Kinar benar-benar menggoda Malven, tapi detik berikutnya Malven menarik mundur wajahnya.
"You're mine, Kinara Aurellia. Jadi bersiaplah karena Malven tidak akan pernah membiarkan miliknya pergi," bisik Malven sambil tersenyum miring.
***
Kinar perlahan membuka matanya saat merasakan mobil yang dikemudikan Malven beberapa kali bergoyang karena melaju di jalan bebatuan.
Hampir saja kepala Kinar terbentur jendela mobil jika tangan seseorang tidak menahannya. Kinar yang masih belum sadar sepenuhnya mengerjapkan matanya menatap Malven yang sepertinya belum menyadari kalau Kinar sudah bangun.
Terbukti dengan cowok itu masih melindungi kepala Kinar dengan tatapan fokus ke depan.
"Mal," panggil Kinar dengan jantung yang berdetak tak terkendali.
Malven menoleh tanpa menjauhkan tangannya dari kepala Kinar. "Hm?"
Kinar menjauhkan tangan Malven yang ada di kepalanya. "Kesempatan dalam kesempitan banget sih, nyentuh-nyentuh kepala gue!" omel Kinar.
Malven hanya diam, malas meladeni kebawelan Kinar. Malven menghentikan mobilnya tepat di depan persimpangan dan di sana sudah ada beberapa warga dan anak muda yang seperti menunggu mereka.
"Ini kampungnya? Bis sekolah mana?" tanya Kinar pada Malven sambil melihat ke luar jendela.
"Hm."
"Apa yang hm?" tanya Kinar yang tak dijawab oleh Malven.
Kinar berdecak pelan, mulai lagi kan kumatnya.
"Turun!" suruh Malven yang dijawab Kinar dengan anggukan. Mereka berdua turun secara bersamaan dari mobil.
Kinar tersenyum ramah ke arah warga-warga yang ada sedangkan Malven hanya menampilkan wajah datar andalannya.
"Neng sama Mas yang dari kota? Dari sekolah Garuda?" tanya seorang Bapak-bapak yang Kinar yakini sebagai ketua kampung atau entah apa itu namanya.
"Cuman berdua?" tanya Bapak itu lagi.
Kinar mengangguk sopan. "Iya, Pak. Kami duluan tadi, yang lain nyusul pake bis," ucap Kinar yang dijawab Bapak-bapak itu dengan anggukan.
"Oh, sama pacarnya neng?" tanya Bapak itu lagi sambil melirik Malven.
"Hah? Bu..."
"Iya," sahut Malven sambil merangkul pinggang Kinar menyatakan kepemilikannya.
Bapak-bapak itu tersenyum lalu mengulurkan tangannya, "Kenalin nama saya, Karim, panggil aja Pak Karim."
Kinar mengangguk, menerima uluran tangan Pak Karim. "Saya Kinar dan ini Malven," ucap Kinar memperkenalkan dirinya sekaligus Malven.
"Oh iya, kenalin ini pemuda-pemuda kampung ini," ucap Pak Karim sambil menunjuk lima pemuda yang ada di sampingnya.
Kinar kembali tersenyum ke arah lima pemuda itu. Seorang dari mereka mengulurkan tangannya berniat bersalaman dengan Kinar.
"Rian," kenal cowok itu sambil mengulurkan tangannya.
"Sayang cincin kamu mana?" tanya Malven saat Kinar ingin bersalaman dengan Rian.
Kinar mengerutkan keninganya, cincin apa? Sejak kapan Kinar memakai cincin di tangan kanan? Dan Malven baru saja memanggilnya apa tadi? Sayang?
"Hah? Apaan sih, Mal?" tanya Kinar bingung dan bertepatan dengan itu bis sekolah mereka tiba dan perhatian teralih menjadi menatap ke arah satu persatu murid Garuda yang keluar dari bis.