Ingin Lega

1110 Kata
“Aku tidak sendirian.” Naomi kemudian berbalik, melambaikan tangan ke arah temannya yang masih berjalan di belakang dengan malas-malasan. Gadis itu seperti enggan berjalan ke meja Alice dan Leonathan, terlihat dari langkah kaki yang diperlambat. “Kemari, Elle!” Sementara Leonathan yang sedari tadi mengamati gadis bernama Elle, meneguk minuman beralkohol tanpa menjawab pertanyaan terakhir Alice. Pria itu juga memberikan senyuman tipis untuk Naomi, yang mulai duduk di sisi kiri Alice. Tiba-tiba saja Alice mengatakan, “kau bisa duduk di sebelah Leonathan, sahabatku dari dulu.” Leonathan dan Elle lantas mendelik ke arah Alice. “Leonathan tidak galak, jadi santailah.” Naomi pun ikut bersuara, “benar kata Alice, santai saja Elle ... maklum, Brielle tidak pernah datang ke tempat seperti ini.” “Oh ... aku baru tahu kalau masih ada gadis polos seperti dirimu,” balas Alice yang lantas menyenggol lengan kiri Leonathan seraya berdeham. “Ajaklah mengobrol, aku perlu berbincang dengan sahabatku ini,” sambungnya sambil tersenyum cerah pada Naomi. Bukan cuma itu, tetapi ia juga berniat untuk memberikan celah bagi Leonathan. Tentunya, agar pria itu bisa lebih dekat dengan Elle, karena Alice merasa bahwa gadis itulah yang diincar Leonathan sejak tadi. Alice yakin, Leonathan dari tadi mencari-cari perempuan bertubuh ideal dengan wajah khas atau asli Indonesia itu, yang tak lain adalah teman Naomi. “Wah ... itu ide yang bagus! Karena Elle baru saja putus dan di—“ “Jangan angkat bicara lagi, Naomi!” sentak Elle yang mulai mencium ketidaksengajaan Naomi untuk membeberkan masalahnya hari ini. “Maaf, aku tidak bermaksud,” sesal sahabat Elle yang berpakaian lebih pendek darinya. “Aku keceplosan Elle.” Brielle hanya memutar bola mata dan berdiri tegak tanpa berniat duduk, baik di sebelah Naomi atau pun Leonathan, walau sudah dipersilakan duduk. “Mungkin kau bisa bercerita sedikit padaku,” ujar Leonathan begitu saja dan berdiri. Tanpa basa-basi dia berjalan ke arah Brielle. “Aku juga pria, tidak salahnya kita berteman,” lanjutnya dengan senyum tipis namun terlihat sangat ramah di mata Elle. Padahal, sedari tadi Brielle berusaha menghindari tatapan pria yang kini di hadapannya. Karena di dasar hati, Elle merasa ada yang tidak beres dari pria tersebut. Baik dari penampilan atau bahkan tatapan yang mengarah padanya. Seperti ada sesuatu yang membuat Elle harus waspada. Entah perasaan dari mana itu, tetapi Brielle cukup merasa ada yang harus dijaga.  “Ya, siapa tahu kalian bisa berdiskusi,” Naomi terlihat sangat mendukung ucapan Leonathan. “Dia bisa memberikan solusi, berkenalanlah dan bertemanlah dengan baik,” imbuh Alice seraya melebarkan senyum di wajah berhiaskan make-up cukup tebal, beda jauh dari dandanan Elle yang tidak mencolok. Kini tangan kanan Leonathan sudah terulur di depan gadis yang membuatnya penasaran seklaigus tertarik. Berharap ajakannya tidak ditolak mentah-mentah. Entah kenapa, jantungnya berdetak lebih cepat di saat Elle benar-benar menerima uluran tangan yang ia berikan dan membalas senyum ramahnya. “Kita cari tempat yang nyaman untuk mengobrol. Aku tahu, kau buta akan tempat semacam ini.” “Ya, sangat.” “So, ikuti aku.” Dengan sekali anggukan Elle merespons dan tanpa protes dia berjalan di sisi kiri Leonathan. Sedangkan pria itu, ingin sekali menempatkan tangannya di pinggang Elle. Melingkar dan mendekap erat di sana dengan wajah sumringah-nya. Meninggalkan klub bagian indoor, Leonathan berencana untuk membawa Elle keluar. Ia rasa, suasana outdoor lebih menyenangkan ketimbang di dalam. Demi gadis itu, Leonathan mau menginjakkan kaki keluar lagi, di mana suasana pedesaan lebih terasa. Dikarenakan konsep dari klub tersebut yang out of the box, jarang ditemukan di Bali. Suasana khas Brazil begitu kental, semakin terasa jika dirinya berada di klub bagian luar, menurut pribadi Leonathan sejak menginjakkan kaki di klub itu dulu. Bagaimana tidak terlihat seperti pedesaan, banyak ditumbuhi pepohonan yang menjulang. Lingkungan di sekitar Leonathan dan Brielle benar-benar seperti di dalam hutan. Leonathan pun memilih tempat duduk yang tidak terlalu berbaur dengan pengunjung yang lain.  “Sepertinya kau sudah terbiasa di sini. Maksudku, seperti sudah sering datang ke tempat ini.” “Ya, kau benar sekali. Setiap hari aku berkunjung. Tempat favoritku dan Alice.” Brielle yang mendengar pernyataan itu cukup terkejut, sampai sepasang matanya melebar. “Walau terkenal sebagai night club teramai di Bali, penjagaan di sini cukup ketat. Tidak ada yang bisa mabuk di sini, karena siapa pun yang didapati kelebihan meminum alkohol, dia bisa diseret keluar. Jadi kau santai saja, tidak ada yang bisa berbuat macam-macam denganmu di sini.” “Hem ... aku semakin percaya.” “Maksudmu?” “Naomi sempat memberitahuku tentang itu. Tapi aku belum bisa percaya, walaupun aku tahu kalau Naomi tidak akan berbohong. Mendengar ucapanmu barusan, aku semakin memercayai perkataan Naomi.” “Jadi, kau memang tidak pernah datang ke tempat seperti ini sebelumnya?” “Tidak kelihatan, ya?” Leonathan mengangguk kecil. “Dua puluh tahun aku hidup di Bali, baru kali ini aku menginjak tempat semacam ini.” “Unik sekali.” “Tapi, sekarang aku ingin bernapas lega.” Beberapa detik setelah mendengar pengakuan polos dari Elle, Leonathan semakin tertarik mendengarnya. Gadis yang sedari tadi ia incar ini ternyata sangat polos. Lebih polos dari yang ia kira. “Kau selalu dikekang?” “Tidak, aku saja yang terlalu menjaga diri dari dunia. Aku diputuskan oleh kekasihku juga karena aku terlalu menutup diri. Kedengaran mengenaskan, bukan?” “Pria mana yang mau melepaskanmu? Kau sangat cantik dan mengagumkan. Hanya pria bodoh yang mampu melepaskanmu dan tidak takut kehilanganmu.” Tiba-tiba saja Brielle tertawa ketika mendengar penuturan Leonathan yang berlebian sekali baginya. “Aku sedang tidak melucu. Mengapa kau tertawa? Aku bicara apa adanya setelah mendengar pengakuanmu,” tambah Leonathan yang tampak sangat serius di mata Elle. Brielle yang sudah terbahak, seketika saja meredam mulutnya supaya tak lagi menyemburkan tawa. Beralih menatap mata biru pria itu lekat-lekat. Brielle mencoba untuk menegakkan badan, lalu memangku kaki kanannya dengan kaki kiri dan berdeham singkat. Tangannya terlipat di depan d**a, sesudah itu mengajak, “aku ingin lega sekali lagi. Sehabis mengobrol bersamamu, aku merasa lega, tetapi belum seluruhnya. Cuma sebagian di diriku yang lega, tapi belum sepenuhnya.” “Kau menginginkan apa?” “Aku ingin mencoba alkohol.” “Kau yakin?” “Untuk apa aku ragu? Ada dirimu yang bisa menemaniku. Kau akan melindungiku ‘kan?” tanya Brielle yang tak lagi merasakan ragu. Ia menepis perasaan was-was untuk Leonathan. Menurutnya, mungkin perasaan waspada itu hadir karena Leonathan adalah laki-laki. Dimana makhluk yang harus ia hindari setelah putus dengan mantan. “Izinkan aku untuk benar-benar merasa lega.” “Bagaimana kalau kita pergi dari sini? Aku akan membawamu ke rumahku, supaya kau bisa lebih bebas.” “Aku terima tawaranmu,” balas Elle sembari bangkit dari tempat duduk cokelat kayu yang baru beberapa menit lalu menampung berat tubuhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN