Bertemu Kembali

1567 Kata
Liora segera meninggalkan tempat yang membuatnya kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Ternyata dia berada di lantai dua klub dan menghabiskan malam panasnya bersama laki-laki tidak dikenal karena pengaruh alkohol dan juga sepertinya karena pengaruh obat perangsang yang dia juga tidak tahu kenapa dia bisa meminumnya. Seingatnya, dirinya hanya minum beberapa teguk saja sebagai tanda menghargai teman-teman satu angkatan di acara reuni dan benar-benar tidak menyangka minuman itu adalah minuman beralkohol yang sudah dicampur obat perangsang. “Apa dia meminumnya juga?” gumam Liora bertanya-tanya. Liora tidak tahu apa yang terjadi pada laki-laki yang sudah merenggut segel keperawanannya. Apakah pria ini mengalami hal yang sama? Apakah dia juga tak sengaja minum obat perangsang sepertinya? Karena kenyataan yang Liora ingat, dirinyalah yang menggodanya. Dirinya yang lebih dulu melepaskan pakaiannya karena terlalu panas. Apa pun yang terjadi antara dirinya dan laki-laki itu, terkena pengaruh obat atau tidak, Liora sadar dirinya yang salah karena telah memulainya lebih dulu. Liora tidak bisa menuntut apa-apa. Andai bukan laki-laki itu yang melakukannya, dirinya pasti akan mencari laki-laki lain di luar sana karena Liora sudah tahu bagaimana reaksi obatnya. Akan sangat terlambat untuk mencari penawarnya karena ketika Liora sadar dari pingsannya, dirinya sudah merasa kepanasan. Jika Liora memaksakan keluar dari ruangan itu semalam, tentu dirinya akan memberikan pertunjukan yang memalukan di mana dia akan tampil polos mencari laki-laki yang siap menghilangkan dahaga dalam tubuhnya. “Sudahlah, berhentilah memikirkannya!” gumam Liora. Gadis itu lalu turun ke lantai dasar menuju parkiran, kemudian mengendarai mobilnya menuju ke sebuah apotek. “Aku harus segera membeli kontrasepsi darurat. Alangkah menyedihkannya kalau aku sampai hamil sedangkan aku tidak tahu laki-laki itu siapa. Tidak mungkin juga aku meminta pertanggungjawabannya," gumam Liora sambil terus mengemudikan mobilnya dengan tenang. Liora berusaha sekuat tenaga menahan perih yang ada di area intimnya juga menahan kesedihan di hatinya, kemudian segera melesat menuju ke apotek untuk membeli obat pencegah kehamilan. Tak butuh waktu lama, Liora sampai di apotek dan setelah mendapatkan obat tersebut, gadis itu langsung meminumnya di dalam mobilnya lalu kembali kontrakannya. Setibanya di kontrakannya, Liora langsung membersihkan tubuhnya dan ketika ia melihat bercak kemerahan di sekujur tubuhnya, hatinya terasa perih. Namun, dirinya bukan wanita cengeng. Kehilangan orang tua sejak masa kuliah, membuatnya menjadi wanita yang tegar. Biaya kuliahnya benar-benar ditopang beasiswa dan untuk sehari-hari Liora bekerja membanting tulang, terkadang dibantu oleh dua sahabatnya. “Haruskah aku memberitahu Aurel dan Laura soal ini?” gumam Liora bimbang. Tak lama kemudian, Liora menggelengkan kepalanya. “Tidak, aku tak boleh membebani mereka. Sejak awal aku terus merepotkan mereka. Aku tidak boleh memberitahu mereka soal ini. Lagi pula aku tidak akan mungkin hamil. Aku harus berjuang sendiri dan menganggap ini tidak pernah terjadi.” Liora memutuskan untuk segera tidur malam itu karena besok ia berniat akan melamar pekerjaan menjadi seorang dokter di RS Internasional, rumah sakit yang cukup elit. Mendapatkan rekomendasi dari seorang teman, membuatnya berani untuk memasukkan lamaran di sana. Semoga saja dirinya bisa diterima bekerja di sana selepas mengabdi di sebuah RS Pemerintah beberapa tahun yang lalu dan menyongsong kehidupan yang lebih baik. “Dan semoga aku tidak akan pernah bertemu laki-laki itu lagi selamanya.” *** "Ra, kita ketemuan di restoran Basillica, yuk!" Liora dengan sangat terpaksa harus menerima panggilan video dari Aurel, sahabatnya saat ia sedang mengemudikan mobilnya menuju RS Internasional karena takut sahabatnya marah padanya. Ia menepikan mobilnya lalu berbincang dengan sahabatnya. "Harus hari ini, ya, Rel?" sahut Liora menunjukkan wajah keberatannya di depan layar ponsel yang ia letakkan di dasbor mobilnya. "Iya, kebetulan hari ini gue nggak ada meeting. Kalau Laura ‘kan bisa kapan pun ketemu sama kita karena dia adalah pengusaha butik dan tas branded? Kalau gue ‘kan tergantung dari manajer gue, Ra? Kalau dia memiliki jadwal meeting, ya, gue nggak bisa ketemu sama kalian. Jadi jadwal kita ketemuan tergantung gue juga," jelas Aurel. "Hmmm ... bisa nggak, ya, hari ini?" sahut Liora mengernyitkan dahinya. Liora berpikir sejenak. Kira-kira bisa tidak dirinya keluar dari rumah sakit saat jam makan siang sedangkan dia belum tahu apa ada jadwal atau tidak di hari pertamanya bekerja. "Kenapa emangnya, Ra?" tanya Aurel tampak kecewa. Melihat sorot kecewa di mata sahabatnya, Liora buru-buru menjelaskan situasinya. "Jangan cemberut gitu, Rel! Gue bukan nggak mau ketemuan sama kalian, tapi gue baru aja diterima di RS Internasional dan gue belum tahu gue bisa nggak makan siang bareng kalian hari ini karena jadwalnya gue belum tahu." "Gini aja, kalau lo bisa buruan kasih tahu atau kalau di rumah sakit lo ada kantin, kita kumpul di sana aja, gimana? Lo tunggu aja di RS, biar kami yang samperin lo ke sana," usul Aurel. "Boleh juga, Rel," ujar Liora setuju. "Iya, Ra. Pokoknya seminggu sekali kita harus tetap ketemuan, ya! Gue takut kita bakalan menjauh kalo terus-terusan sibuk dengan karir kita." Aurel menekankan. "Iya gue tahu. Andai pun nggak bisa hari ini, kan bisa diganti hari lain atau weekend? Gue juga udah kangen sama kalian. Udah seminggu ini kita nggak ketemu karena gue benar-benar sibuk melamar pekerjaan setelah memutuskan nggak lanjut lagi di RS pemerintah, Rel." Di sanalah dirinya bertemu dengan Ivan, salah seorang petinggi di RS tersebut. Karena dialah, hari-hari Liora berbunga-bunga di mana mereka selalu menghabiskan waktu mereka bersama sampai akhirnya Liora mendapati kekasihnya tersebut check-in bersama seorang wanita muda yang merupakan staf di rumah sakit yang sama dengannya yang membuat hatinya hancur berkeping-keping. Alasan patah hati itu jugalah yang membuat Liora memutuskan berhenti dari RS lama, bahkan saking stresnya, Liora sampai nekat pergi menghadiri reuni tanpa dua sahabatnya, berujung kehilangan segel kegadisannya. Liora menggeleng pelan, mengusir lamunannya barusan lalu kembali fokus pada Aurel. "Lo kenapa, Ra?" "Aurel pasti heran melihatku geleng kepala sendirian tadi," gumam Liora dalam hati. "Ah, nggak apa-apa!" kilah Liora menutupi kegundahannya. "Oke, kalo gitu mending lo buruan nyetir ke RS Internasional sekarang! Gue takut lo telat di hari pertama lo bekerja. Dan gue yakin, dengan mengambil resiko berhenti dari RS lama, lo pasti akan sukses di RS elit itu. Gue akan selalu dukung keputusan lo, Ra," ujar Aurel. Liora tersenyum. "Thanks, Rel. Semoga gue sukses kerja di RS baru ini." "Pasti. Kalau gitu good luck, Ra. Semoga hari pertama lo kerja di RS Internasional menyenangkan," ucap Aurel mulai melambaikan tangannya. "Thanks, Rel. Sampai jumpa." Liora segera menutup panggilan dadakan Aurel saat dirinya akan melajukan mobilnya, kemudian kembali merapikan riasan wajahnya dan segera bergegas menyetir mobilnya menuju ke rumah sakit. Tak lama, Liora pun sampai di pelataran parkir RS Internasional yang begitu megah, yaitu RS yang baru berdiri kurang lebih 5 tahun, RS yang hanya menerima kalangan elit saja di mana fasilitas yang disediakan serta bayarannya pun tidak main-main mahalnya. Rumah sakit ini juga terintegrasi dengan restoran Italia, minimarket, kafe mahal dan aneka spot kuliner yang memanjakan lidah anggota keluarga pasien yang menemani pasien berobat. “Ini bukan rumah sakit. Ini kayak berada di mall besar. Dari depan saja sudah begitu banyak restoran, kafe dan tempat-tempat nongkrong yang benar-benar memanjakan orang yang berkunjung kemari. Rumah sakitnya malah ada lantai 2 sampai lantai 10. Wah, aku benar-benar beruntung bisa diterima di sini!” gumam Liora takjub. Liora merapikan rambutnya kembali lalu membenahi jas putihnya, kemudian mulai melangkah dengan percaya diri masuk ke dalam rumah sakit ingin menemui dokter Reynaldi pemilik RS Internasional. *** “Selamat datang di RS Internasional, Dokter Liora. Hari ini saya hanya akan memberikan satu jadwal operasi untuk kamu karena ini adalah hari pertama kamu bekerja. Ke depannya saya akan menyesuaikan jadwal kamu dengan rekan-rekan kamu.” Dokter Reynaldi menyampaikan. Liora menunduk hormat pada dokter Reynaldi, pemilik RS megah ini plus dokter bedah yang turut bekerja di sini lalu tersenyum. “Iya, Dok. Terima kasih sudah memberikan kesempatan pada saya untuk bekerja di RS milik anda.” “No problem. Saya juga sudah melihat track record kamu di rumah sakit milik pemerintah sebelumnya dan kamu juga direkomendasikan oleh seseorang yang saya kenal di sana. Karena itu saya tidak ragu menerima kamu di rumah sakit ini.” Itu benar. Reynaldi berani menerima dr. Liora karena kinerjanya di RS sebelumnya sangatlah baik. Dedikasinya, etika dan kesopanannya, membuat Liora cukup terkenal di sana. Reynaldi yakin dr. Liora akan menambah warna baru dalam rumah sakitnya di mana ini pertama kalinya rumah sakitnya kedatangan seorang dokter kandungan perempuan, mengingat mayoritas dokter kandungan kebanyakan laki-laki. “Sekali lagi makasih banyak, Dok,” seru Liora riang. Liora tak menyangka kalau pemilik RS megah dan mewah bisa begitu ramah pada dokter baru sepertinya. Liora pastikan akan bekerja sebaik-baiknya di sini. “Kalau begitu, ikuti saya! Saya akan memperkenalkan kamu dengan rekan-rekan kamu. Bekerja samalah bersama mereka untuk memberikan pelayanan terbaik pada pasien-pasien kita, Dokter Liora!” “Siap, Dokter!” Dokter Reynaldi kemudian mengajak Liora masuk ke sebuah ruangan besar di mana beberapa dokter sudah berkumpul di sana. Ada kurang lebih 3 dokter laki-laki yang ia yakin semuanya dokter kandungan sedang bercengkrama satu sama lainnya. “Perhatian semuanya! Perkenalkan ini rekan baru kalian! Dokter muda nan cantik, dokter kandungan perempuan satu-satunya yang ada di rumah sakit kita.” Reynaldi memperkenalkan Liora pada stafnya. Sambil tersenyum lebar, Liora yang tadinya menunduk, kini dengan percaya diri memperkenalkan dirinya. “Selamat pagi semuanya. Saya dokter Liora yang akan menjadi rekan Kakak-Kakak sekalian. Mohon bimbingannya!” sapa Liora ramah, kemudian mendongakkan kepalanya, ingin menatap wajah ketiga wajah dokter senior yang akan menjadi rekannya dan menganga setelahnya, tatkala ia melihat salah satu dari empat dokter tampan yang ada di depannya adalah pria yang tak sengaja bermalam dengannya. "D-dia ...!? Kenapa dia ada di sini?"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN