Tidak tahu kenapa, saat Tiara mengajaknya untuk bermain ke kelab malam milik kekasihnya yang selama ini sudah cukup lama menjalin hubungan dengan dirinya, Hansa tiba-tiba saja setuju meski sebelumnya ia sudah diwanti-wanti oleh Shadana untuk tidak bertindak secara gegabah lagi. Tapi ya, apa yang bisa ia perbuat di tengah keadaan patah hati dan pikiran yang benar-benar semrawut seolah minta disegarkan. Hansa butuh hiburan. Setidaknya, untuk menghibur hatinya yang masih berduka atas kandasnya hubungan yang dibinanya selama tiga tahun ini dengan sang kekasih.
"Cuma main doang kan? Rasanya gak ada masalah. Asalkan jangan sampai ikut minum minuman beralkohol aja, gue rasa itu gak bakal bikin gue ketiban masalah baru," gumamnya menggedikan bahu. Di tengah dirinya yang mematut diri di depan cermin rias yang berukuran setengah dari tinggi tubuhnya.
Tiara bilang sebentar lagi akan menjemputnya. Untuk itu, Hansa pun sudah harus bersiap sebelum teman kantornya tersebut benar-benar datang dan segera mengajaknya pergi. Entah temannya itu akan menjemput Hansa menggunakan apa, yang jelas, Hansa hanya ingin sedikit menyegarkan pikirannya selagi ada seseorang yang berniat baik guna mencarikan sejenis hiburan untuk dirinya yang mengalami patah hati.
Sebuah tank top berwarna putih telah melekat sempurna di bagian atasnya. Agak aneh juga sih, masa cuma pake tank top doang? Pikir gadis itu menimbang. Tapi masalahnya, Hansa bahkan tidak punya jenis pakaian minim yang bisa ia gunakan untuk mendatangi sebuah kelab malam. Masa iya Hansa harus pakai kemeja kerjanya sih? Yang ada, nanti dia malah diketawain sama Tiara lagi yang udah berpengalaman banyak keluar masuk kelab malam.
Maka pada akhirnya, Hansa pun terpaksa menjatuhkan pilihannya pada sebuah tank top sebagai atasan dan sejenis celana hot pans berwarna hitam sebagai bawahannya. Beberapa saat, dia pun memperhatikan penampilannya dari pantulan cermin. Lumayan lah untuk seukuran seorang pemula yang akan memasuki kelab malam. Untung saja dia masih mempunyai celana hot pans yang dulu sering ia gunakan untuk bagian dalam celananya ketika diharuskan menggunakan rok saat pertama kali ia menjadi karyawan magang. Dan kondisinya juga masih layak pakai, kok. Walaupun semakin aneh dan sedikit risih juga sih ujung-ujungnya, tapi mungkin lebih baik lah daripada ia harus mengenakan gamis?
Lagipula, Hansa kan berniat buat main saja. Jadi mungkin gak harus yang memakai pakaian seksi dan ngetat juga kan semacam lady hostes yang barangkali mau menjajakan pahanya kepada para pria yang doyan cuci mata.
"Segini mah cukup lah gue rasa. Semoga pas Tiara dateng nanti, dia gak harus ketawain gue gara-gara ngeliat baju yang gue pake ini," gumam gadis itu mendesah pelan. Kemudian, Hansa pun menyudahi acara mematut dirinya sambil berjalan ke arah meja kayu yang sering ia gunakan untuk membaca buku novel di kala dia sedang tak memiliki kegiatan yang begitu bermakna.
Meraih ponsel hitam tipis yang tergeletak di atas meja sana, Hansa pun mulai membuka aplikasi chating-an dan memasuki ruang percakapan antara dirinya dan juga Tiara.
Ra, lo masih di mana? Udah jam berapa nih. Katanya mau ngajak gue main ke kelab malam. Tapi kok lo belum dateng juga sih. Bete :(
Hansa mengetik sebuah pesan untuk ia kirimkan kepada Tiara. Kemudian, ia pun menaruh lagi ponselnya ke tempat semula sembari mendudukkan diri di atas kursi yang sempat ia geser sebentar untuk memberikan sedikit ruang agar kakinya tidak terjepit.
Tring.
Ponselnya membunyikan suara dentingan. Pertanda ada pesan baru yang perlu diperiksanya. Diiringi dengan sebelah tangan yang menopang dagu, Hansa lantas kembali menyalakan layar ponselnya yang semula sempat mati secara otomatis. Dan rupanya, pesan baru itu ia dapatkan dari Tiara yang membalas pesannya sebelumnya.
Tiara office : Wait ya, Beb. Gue masih di jalan nih, otewe ke kosan lo. Lagian, si Ervan juga baru jemput beberapa menit lalu. Keterlaluan, masa dia lupa kalo malam ini ada jadwal ngedate sama pacar sendiri :x
Mengetahui bahwa Tiara sedang di perjalanan, Hansa pun menghela napasnya pelan untuk sesaat. Dengan hanya membalas lagi pesan Tiara menggunakan stiker bertuliskan OK, Hansa pun memilih untuk menunggu temannya itu sembari membuka buku novelnya yang belakangan ini jarang tersentuh.
Zaman sekolah dulu, Hansa memang terkenal sebagai seorang siswi yang kutu buku. Semua buku ia lahap tanpa melihat jenis atau judulnya di kala itu. Ia memang gemar membaca, jadi buku apapun yang ia temukan di perpustakaan, tentu akan langsung ia baca untuk ditelaah setiap isinya. Kebanyakan memang jenis buku non fiksi yang ia tekuni. Membuat pengetahuannya lebih terbuka karena ia bisa mengetahui banyak hal dari setiap buku yang ia coba baca. Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, apalagi semakin sibuknya ia di kehidupan nyata, perlahan-lahan hobinya membaca buku non fiksi pun menjadi berkurang. Terlebih ketika ia sudah mulai terjun ke dunia kerja. Rasa-rasanya, Hansa jadi semakin malas saja untuk mengembalikan kegemarannya dalam membaca buku-buku non fiksi. Malah belakangan, ia lebih suka menikmati buku fiksi bergenre romantis. Sehingga ketika ia mempunyai waktu luang yang perlu dinikmatinya sendirian, Hansa pun akan membawa serta jenis novel fiksi untuk dibacanya. Dan kadang-kadang, Hansa pun akan terbawa perasaan setiap kali menemukan sebuah alur cerita yang berhasil mengaduk-aduk isi hatinya.
Sampai ketika Hansa yang sudah setengah jalan membaca kisah si tokoh utama perempuan yang harus terlibat cinta satu malam dengan pria asing yang ditemuinya di sebuah bar, tiba-tiba ponselnya pun menguarkan bunyi dering yang cukup mengejutkan.
"Haish, bikin kaget aja deh! Lain kali, gue aktifin vibrasinya doang kali ya. Biar kalo pas ada yang telepon, gue jadi gak bakalan kaget kayak gini apalagi di tengah keadaan yang sepi macam sekarang. Huh, untung aja gue gak jantungan!" gerutu gadis itu sambil menyelipkan pembatas buku di bagian terakhir yang sudah ia baca. Lalu dengan segera, ia pun meraih ponsel berderingnya dan menemukan nama Tiara di layar berkedipnya.
Tanpa berlama-lama, Hansa pun menjawab panggilan telepon yang dilakukan oleh temannya tersebut. "Ya, Ra! Lo udah nyampe mana sekarang?" tanya Hansa mengawali pembicaraan.
"Udah nyampe depan kosan lo nih. Buruan ya! Gue suruh Ervan buat gak matiin mesin mobilnya soalnya, biar bisa langsung cabut pas kalo lo muncul," ujar Tiara menyahut. Membuat Hansa sempat mengintip dari jendela dekat meja dari balik tirai. Dan rupanya benar, Hansa melihat sedan putih sedang berhenti tepat di depan pagar kosan yang kebetulan bisa dilihatnya langsung dari dalam kamarnya.
"Oke deh. Gue otewe keluar sekarang!" ujar Hansa setuju. Lalu setelah menyudahi percakapan singkat yang sempat berlangsung, Hansa pun mulai beranjak dari duduknya dan menyambar sebuah sweater oversize untuk ia kenakan selama di perjalanan.
"Gak lucu juga kalo gue sampe masuk angin gara-gara cuma pake tank top doang sebagai atasannya. Jadi, gue harus balut tubuh atas gue sementara selama di perjalanan. Setibanya di sana, mungkin gue bakal buka sweaternya," ujar gadis itu bermonolog. Kemudian, ia pun lekas melenggang meninggalkan kamar kosnya setelah sempat memasukkan ponsel dan juga dompet floralnya ke dalam tas selempang kecil yang ia sampirkan menyilang di bahunya.
***
Suara entakan musik yang berasal dari permainan seorang DJ yang sedang beraksi di atas stage sana rupanya cukup berhasil membuat Hansa merasa harus menutup telinganya. Bunyi yang dihasilkan memanglah lumayan memekakkan telinga. Maka pantas saja jika siapa pun yang ingin berbicara di dalam sebuah kelab malam, mereka dianjurkan berteriak jika tidak ingin suaranya mendadak tenggelam dalam ingar bingar yang menguar.
"Sa, lo seriusan gak mau ikut ke lantai dansa?" seru Tiara bertanya. Padahal mereka saling berhadapan saat ini, tapi tetap saja temannya itu harus berteriak-teriak di kala dirinya sedang berbicara.
"Enggak deh, Ra. Gue duduk di sini aja. Lagipula, gue gak biasa dugem kayak orang-orang itu. Lo kalo mau ikutan dugem dugem di lantai dansa ya pergi aja! Gue gak akan kemana-mana, kok," ujar Hansa berteriak juga. Sekilas, ia sempat melirik ke arah lantai dansa yang dipenuhi oleh lautan manusia yang sedang asyik berdugem ria.
Hansa, Tiara dan Ervan memang sudah berada cukup lama di dalam kelab malam sejak pertama kali mereka menjejakkan kakinya di dalam kelab 'Fantastic' milik ayahnya Ervan. Hansa bahkan sudah sedikit bisa menguasai diri meski ia sempat nyaris muntah karena tak terbiasa mencium aroma alkohol yang menguar kuat semasuknya ia ke dalam kelab tersebut. Maklum, mengunjungi kelab malam saja baru pertama kalinya bagi Hansa. Maka wajar saja jikapun gadis itu merasa aneh tatkala di kali pertama dirinya memasuki wilayah kelab malam.
"Ya udah, kalo gitu gue sama Ervan ke sana dulu ya. Inget! Lo kalo mau pergi dari sini bilang-bilang dulu sama gue. Situasi di kelab kayak gini gak semudah yang lo pikir! Jangan samain kelab malam sama kafe biasa, di sini banyak buaya daratnya, lo mesti hati-hati kalo ada cowok yang nyamperin lo dan ajakin lo ngobrol ngalor ngidul," ujar Tiara berpesan. Sementara itu, Hansa pun hanya mengacungkan jempolnya saja pertanda ia mengerti dengan apa yang diwanti-wanti oleh Tiara. Sampai ketika Hansa sudah dirasa memahami perkataannya, Tiara pun langsung menggelayuti lengan kekasihnya yang sudah tidak sabar untuk menari-nari bersama di atas lantai dansa sana.
Sepeninggal Tiara dan Ervan yang sudah bergabung dengan banyaknya manusia yang melenggak-lenggokkan tubuhnya ke kiri dan ke kanan seakan sudah terbiasa dengan kegiatan sejenis itu, Hansa sendiri memilih untuk tetap duduk di kursi yang sedari tadi ditempatinya. Sesekali, ia pun mengedarkan pandangannya ke sekeliling, sempat bergidik ngeri di kala ia menemukan pemandangan yang membuat mata jernihnya ternodai. Bagi kebanyakan orang yang sering datang ke kelab malam, mungkin pemandangan seperti itu tidaklah aneh dan tentu sudah biasa ditemukan di setiap sudut yang disediakan. Tapi khususnya untuk Hansa sendiri, ia justru merasa canggung ketika tanpa sengaja berkali-kali matanya menemukan dua orang manusia yang sedang melakukan sesuatu yang tak pernah terlintas di bayangannya bahwa orang akan berubah menjadi l1ar jika sudah berada di lingkungan bebas dan tak terbatas. Hansa tahu, setiap manusia memang diberikan kebebasan untuk melakukan apa saja yang sekiranya diinginkan oleh mereka yang berpikiran l1ar, tapi berc*mbu di tempat umum? Di depan orang banyak yang bisa saja menontoni aktivitasnya. Bagaimana mungkin mereka masih merasa biasa-biasa saja di kala melakukannya.
Ah, ya, Hansa lupa... Kebanyakan orang yang mendatangi tempat ini mungkin sebagian besar sedang dilanda oleh kerumitan hidup yang menerpa. Seperti dirinya saja pada saat ini, ia seolah harus terpaksa ikut memasuki kelab malam hanya karena hati dan pikirannya yang sedang dilanda kesakitan. Demi mencari sebuah hiburan yang setidaknya bisa menyegarkan kembali pikirannya yang sedang semrawut, maka Hansa pun rela menarik dirinya sendiri ke dalam sebuah perkumpulan orang-orang yang menyukai kebebasan.
***
Berulang kali Shadana mencoba menghubungi nomor yang sedang ditujunya. Tapi berulang kali juga hanya suara operator sajalah yang memberitahu Shadana bahwa nomor yang ditujunya sedang tidak aktif atau berada di luar jangkauan. Membuat pria itu mendecak kasar, karena di tengah dirinya yang hendak mengetahui kondisi sahabatnya saat ini, justru ia malah harus dihadapkan dengan rasa bingungnya karena nomor sahabatnya itu tak bisa juga dihubungi.
"Hansa ke mana sih? Apa dia udah tidur ya? Ini kan udah masuk jam 11 malam, mungkin dia emang udah anteng menjelajah di dalam mimpinya kali ya. Terus hapenya sengaja dia matiin biar gak ada yang ganggu waktu tidurnya. Ya udah lah, gue harap semoga dia bisa tidur nyenyak tanpa perlu mikirin kisah cintanya yang harus pupus," gumam Shadana mendesah pelan. Lalu memutuskan untuk menghentikan usahanya yang sedari tadi mencoba menghubungi gadis itu.
Di tengah Shadana yang sudah siap melangkah ke kamarnya, tiba-tiba saja ia pun mendapat sebuah panggilan dari seseorang yang tak bisa ia tolak begitu saja meskipun sebenarnya ia sudah merasa ngantuk dari cara dirinya yang menguap berkali-kali.
Namun mengingat sosok yang meneleponnya saat ini adalah bos besarnya di kantor, maka walaupun rasa kantuk sempat mendera matanya, Shadana pun masih harus menerima panggilan tersebut jika tidak ingin dipotong gajinya bulan depan. Lalu dengan sigap, Shadana pun langsung menggeser tanda hijau di layar seraya berseru 'Halo' di tengah ponsel yang sudah ia tempelkan ke telinga kanannya.
"Ya, Bos! Ada yang bisa saya bantu?"
"Gak usah sok formal kalo lagi di luar kantor. Sekarang ini gue lagi di perjalanan menuju kelab milik Om Haris, tolong lo dateng ke sana juga ya. Ada beberapa hal yang mesti gue bahas sama lo malam ini juga. Suka gak suka, lo diwajibkan datang! Kalo lo sampe gak nunjukin muka lo di depan mata gue khususnya malam ini, gue pastikan setengah gaji lo bakalan raib pas pencairan bulan depan," cetus bosnya panjang lebar. Membuat Shadana lantas merasa terdesak hingga akhirnya ia harus mematuhi permintaan si bos besar yang merangkap sebagai teman karibnya juga.