Rumy Pov
Aku melirik jam minimalis di atas nakas. Sudah jam 7 dan itu artinya aku harus segera bergegas menjemput Zevana.
Gadis itu.. Apa dia masih marah padaku?
Tok tok tok
"Rumy!! Kamu sedang apa sayang? Ini sudah waktunya kamu menjemput Zevana, kamu gak lupa kan nak?"
Itu suara mama dan aku sedikit merapikan penampilanku di depan cermin. Ku rasa tidak terlalu buruk.
"Rumy!!" Seru mama lagi
Aku membuang nafas pendek, lalu berjalan ke arah pintu dan membukanya.
Berdiri lah wanita cantik yang sudah melahirkanku 23 tahun yang lalu. Beliau menatapku tersenyum seperti biasa.
"Ah syukurlah kamu sudah siap, kamu tampan sekali sayang.." Ucap mama memuji
Aku tersenyum kecil, lalu merangkul mama seraya menutup pintu kamarku dari luar.
"Kamu udah siap jemput Zevana sayang?" Tanya mama mendongak dari rangkulanku
Kami tengah berjalan ke ruangan tengah sekarang.
"Udah kok ma, smoga aja Zevana udah siap juga saat aku jemput nanti"
Mama mengangguk. Lalu langkah kami pun berhenti,
"Ya udah kamu berangkat sekarang aja ya sayang. Jangan lupa sampein salam mama sama tante Femi, maaf gitu mama sama papa gak bisa hadir. Seperti yang kamu tau, papa kamu sampai sekarang belum pulang juga kan dari kantor?" Ujar mama mengerucutkan bibirnya
Aku tau, mama pasti sedang kesal karena papa belum juga pulang dari kantor. Tapi apa boleh buat? Jabatan papa sebagai Presdir di perusahaan sangat sulit untuk menghindari kesibukan yang di gelutinya. Jadi aku pun tidak bisa berbuat apa-apa selain membantu sedikit demi sedikit pekerjaan papa yang menggunung.
Dan sekarang aku bertugas untuk menggantikan kehadiran mama dan papa di pesta pertunangan anaknya tante Femi dan Om Wira.
"Ya udah lah ma, jangan sedih dong. Nanti juga papa pulang, " kataku menghibur
Mama mendesah panjang, kepalanya mengangguk lemah. Tapi senyuman lembut selalu terbit dari bibirnya.
"Iya sayang. Ya udah kamu berangkat sekarang gih, nanti calon mantu mama kesel lagi nungguin jemputan calon suaminya yang lama." Cetus mama terkekeh
Dan aku hanya mengangguk patuh saat mama menyebut Zevana sebagai calon mantunya. Yah apa kata mama lah , meskipun kenyataannya gadis itu enggan di jodohkan tapi cuman Tuhan yang bisa menentukan takdir seseorang bukan?
---
Author Pov
Zevana masih tidak mengerti kenapa Bundanya begitu repot sejak siang tadi saat ia di jemput ke kampusnya.
Di mulai dari mendatangi sebuah butik mahal, memilihkan gaun pesta yang cantik dan cocok di tubuh Zevana, membelikannya juga sepasang heels yang senada dengan gaunnya, sampai mengajaknya juga ke sebuah salon ternama untuk mendandaninya habis-habisan.
Dan sekarang, gadis cantik yang sudah di permak sejak satu setengah jam yang lalu oleh tangan-tangan ahli yang bekerja di salon ternama itu pun, kini tengah berdiri kebingungan di luar gedung mall yang menjulang tinggi sebanyak lima lantai ke atasnya.
"Bunda, kita itu lagi nungguin siapa sih?" Tanya gadis itu untuk kesekian kalinya
Maura, bunda Zevana pun menoleh sambil merangkul anak gadisnya lembut.
"Bukan kita tapi cuman kamu sayang, " ujar Maura meralat
Zevana menghela bosan dengan memutar matanya, "Okey! Zeze ralat, sebenernya aku ini lagi nungguin siapa sih bundaa??" Balas Zevana gemas, dia sudah lelah berdiri terus sejak 15 menit yang lalu.
Apalagi kakinya terbungkus heels 7 cm yang di pilihkan bundanya tadi. Jika pada saat pulang nanti ia merasakan sakit di pergelangan kakinya, maka Zevana tidak akan segan meminta pijit pada Bundanya.
"Nanti juga kamu tau.." Jawab Maura, sukses membuat gadis itu menghembuskan nafas kasar akibat jengkel oleh jawaban yang terlontar dari bundanya
Sejenis apapun kalimat pertanyaannya, jawabannya hanya satu dan tak pernah berubah 'Nanti juga kamu tau sayang'
Oh apakah tidak ada jenis kalimat selain itu sebagai jawaban yang harus Zevana dapatkan?
Lama-lama Zevana jadi kesal. Ugh!
"Nah itu dia!" Seru Maura mengejutkan, membuat pandangan gadis di sebelahnya beralih ke arah fortuner hitam yang baru muncul dari arah gerbang masuk mall
Zevana tertegun. Kayaknya mobil itu gak asing deh!
Dan kini mobil itu pun sudah berhenti tepat di hadapan Zevana dan Bundanya. Tak berselang lama, pintu pengemudi tampak terbuka. Seseorang muncul di balik pintu berkaca hitam itu. Membuat mata coklat gelap Zevana terbelalak tak percaya.
Wajah tampan dengan garis bibir yang selalu datar dan bentuk rahang yang kokoh, dia lelaki yang tempo hari sempat mencium kepala Zevana dengan lancang.
Dan Hey! Pakaiannya sangat rapi seperti hendak menghadiri sebuah pesta. Tunggu! Pesta? Jangan bilang kalau dia--
"Selamat malam tante" sapa pria bersuara bariton itu mencium punggung tangan Maura
"Malam nak Rumy," sambut bunda Zevana ramah "Wow malam ini nak Rumy sangat tampan dari biasanya. Dan kemeja yang nak Rumy kenakan pun tampak senada loh dengan gaun yang di pakai Zevana." Ujar Maura tersungging hangat lantas mengerling ke arah anak gadisnya yang memasang muka bete.
Ya. Lelaki itu Rumy, dia hanya mengangguk kecil sambil mengalihkan tatapannya ke arah gadis cantik yang berdiri di samping teman mamanya itu. Sayang sekali, kecantikannya sedikit tertutupi oleh raut masamnya.
Tapi sebete apapun muka Zevana saat ini, tidak membuat lelaki berambut tembaga itu membatalkan rencananya untuk membawa gadis di hadapannya ke pesta sesuai pesan mamanya.
Rumy akan tetap pada tujuan awalnya. Dia akan menjadikan Zevana sebagai pasangannya untuk menghadiri pesta pertunangan anak dari salah satu relasi bisnis papanya sekaligus teman SMA dari mamanya juga.
Dan karena tidak ingin kemalaman, Rumy pun bergegas meminta izin pada Maura agar ia bisa segera membawa Zevana bersamanya.
"Hati-hati di jalan ya.." Pesan Maura melambaikan tangan
----
Zevana Pov
Sebel.
Aku rasa bunda berhasil menjebakku. Karena sekarang aku sudah berada di dalam mobil pria menyebalkan itu.
Lebih tepatnya aku terpaksa duduk di sebelah pria yang kini tengah fokus mengemudi ke tempat tujuan. Kuharap di pesta nanti aku bisa mendapatkan pemandangan yang segar untuk ku saksikan.
Sejenis band acoustic misalnya.
"Zevana." Pria itu, dia memanggilku.
Dengan ketus aku menyahutnya, "Apa?"
Dia melirikku sekilas. Sesekali dia juga berdehem, "Emm.. Apa kau masih marah?"
Aku tertegun. Dia bertanya seperti itu maksudnya apa ya?
Masih dengan sikap yang sama aku menatapnya dari samping. Dia begitu kikuk sekarang, walaupun pembawaannya cukup tenang tapi aku bisa melihat dari gerak mukanya yang terasa serba salah.
Oh ayo lah, aku bukan gadis yang terlalu polos okey?
"Maksudmu apa?" Tanyaku, aku butuh penjelasan.
Dia melirikku lagi, iris hitamnya sempat bersinggungan dengan manik coklat gelapku. Tapi hanya sebentar karena pandangannya harus kembali ia arahkan ke depan selama mengemudi.
"Soal kejadian dua hari yang lalu, aku tau aku sudah lancang mencium kepalamu. Tapi itu terpaksa ku lakukan, karena aku sangat risih di ikuti terus oleh perempuan genit yang tidak ada hentinya mengejarku. Aku tidak punya pilihan lain maka aku pun refleks melakukan hal itu tanpa seizinmu." Urainya panjang lebar
Aku cukup salut pada pria berjas abu-abu ini. Dia menjelaskannya begitu rinci, bahkan penjelasannya bisa langsung ku mengerti. Dan aku masih ingat kalau saat itu ada perempuan asing yang terus menguntitnya, mungkin memang karena itu lah Rumy melakukanya
Aku pikir itu bisa termaafkan, setidaknya dia sudah menjelaskan.
Rumy menoleh, dahinya berkerut. Aku balas menatapnya dan melakukan hal yang sama seperti Rumy. Dahiku ikutan mengernyit
"Kenapa?"
Tatapan kami bertemu lagi, saat pertanyaan itu terlontar secara bersamaan. Astaga! Apa yang ada di pikiran Rumy hingga mencetuskan kata yang sama seperti barusan.
Aku tersenyum geli. Sedangkan dia masih setia dengan garis bibirnya yang datar. Aku jadi heran, apa dia sedang sariawan?
"Emm baiklah. Apa maksud dari pertanyaanmu barusan?" Suasana hatiku mulai membaik sekarang.
"Tidak" Rumy menggeleng "Hanya aneh saja melihat responmu sesudah aku menjelaskan tadi" lanjutnya sambil melirikku sekilas
"Oh. Memangnya respon seperti apa yang kau mau?"
Bahu Rumy terangkat, "Ntahlah. Aku hanya berniat untuk mengklarifikasi masalah itu saja, aku harap kau me--"
"Ya aku mengerti. Dan aku memaafkan kesalahanmu 2 hari yang lalu" potongku menyambar, ku rasa tidak ada salahnya kan kalau aku memaafkan pria itu?
Toh dia juga melakukannya bukan tanpa alasan.
"Emm syukurlah kalau kamu mengerti dan terima kasih sudah memaafkanku." Ujarnya bernafas lega, membuatku bergeleng kepala karena respon yang di berikannya hanya itu.
Bahkan dia sama sekali tidak tersenyum! Huft..
----
Rumy Pov
Mobilku sudah terparkir sempurna di tempat parkiran khusus yang sudah terisi oleh sederet mobil mewah lainnya. Aku melepas seatbeltku begitupun juga dengan gadis manis di sebelahku.
Apa aku sudah bilang kalau Zevana terlihat sangat cantik dan anggun sekali malam ini? Dengan gaun selutut tanpa lengan berwarna abu-abu muda yang mengekspos bahu dan punggungnya yang begitu polos tak terhalang apapun.
Rambutnya di ikat satu seperti ekor kuda dan tersisa poni menyamping menutupi separuh jidatnya. Sepasang anting cantik pun menggantung di masing-masing telinganya. Membuat keanggunannya menguar melengkapi penampilannya.
"Hey! Apa yang kau lihat?"
Aku terkesiap akan tegurannya. Astaga! Aku tertangkap basah ketika sedang mengamatinya. Mau di kemanakan mukaku sekarang? Rasa malu langsung menyerbu. Aku lantas membuang pandanganku ke arah lain
"Emm aku tau aku cantik, tapi jangan mengamatiku seperti barusan ya. Aku ingatkan saja, kalau kelamaan memandangiku seperti itu bisa-bisa kau menyukaiku dan aku tidak bisa menjamin akan balik suka padamu. Karena seperti yang kau tau, aku sudah memiliki kekasih. Kau ingat?" Ocehnya panjang lebar dan di akhiri oleh kekehan merdu yang menampakkan raut cerianya
"Sudahlah, ayo kita turun! Kau tau? Perutku sudah berteriak-teriak meminta jatah. Gara-gara bunda menculikku ke butik sepulang dari kampus tadi, aku jadi tidak sempat makan. Maka ayo kita turun! Ku rasa akan ada banyak makanan di pesta sana. Benarkan?" Lagi-lagi dia berceloteh sesukanya. Meskipun terkesan sedikit urakan dalam pembahasaannya tapi entah kenapa ada rasa tertarik yang membuatku harus pandai menahan senyumku yang tidak bisa aku tunjukkan di hadapannya.
"Aku turun duluan saja ya. Kau lama sekali" izinnya bernada jengkel, kemudian dia keluar dari mobilku mendahului
"Gadis itu.." Apa boleh aku menyukainya?
Aku ikut keluar dari mobil. Memutari badan mobilku dan bertemu dengan Zevana di sisi mobil sana. Seperti ocehannya tadi, dia benar-benar sudah tidak sabar untuk memasuki lingkungan pesta ini.
"Aku berani bertaruh, tamu-tamu undangan yang datang kemari pasti bukan orang sembarangan kan? Mereka pasti orang-orang penting yang memiliki jabatan tertinggi di perusahaannya masing-masing. Benar kan?" Dia melirikku meminta pendapat
Karena tebakannya benar, aku pun mengangguk mengiyakan.
"Ah tebakanku benar kan. Memang sih di lihat dari mobilnya saja semuanya bukan mobil murahan. Dan pesta ini sangat mewah, terbukti dari penjagaannya di luar tadi yang terbilang ketat " ujarnya lagi, kami memang sudah memasuki kawasan pesta setelah melalui pintu masuk yang di jaga oleh beberapa petugas keamanan
Di tengah langkah gadis itu yang masih terpana akan kemewahan dari hiasan pesta yang memang sangat menakjubkan semua mata yang memandang, aku pun spontan menahan lengan Zevana menghentikan langkahnya.
Gadis itu menoleh menatapku bertanya.
"Ada apa?"
"Emm, aku mau menemui dulu tante Femi teman mamaku .. Apa kau mau ikut bersamaku? Atau menunggu disini saja?"
Zevana berpikir sejenak, lalu dia menatapku lagi setelah menemukan jawaban.
"Aku ingin menikmati pesta ini, jadi tidak apa kan kalau kau pergi sendiri saja?" Bibirnya meringis kecil, dan aku mengangguk paham
"Baiklah. Kalau begitu tunggu saja disini. Aku tidak akan lama.."
Zevana mengangguk setuju. Sementara aku langsung bergegas untuk menemui tante Femi dan Om Wira setelah melepaskan peganganku di lengan lembut gadis itu.
Ku harap dia bisa menikmati pesta ini dengan baik.
----
Zevana Pov
Pesta ini sangat mewah. Aku saja sampai ternganga saking terpukaunya. Hiasannya begitu indah di pandang. Ku rasa dekorasinya bukan sembarang dekorasi. Ini sungguh luar biasa!
Rumy baru saja pergi. Katanya dia mau menemui dulu teman mamanya, jadi lah aku di tinggal seorang diri disini. Di dekat stand minuman berwarna-warni yang menggodaku untuk mencicipinya.
Ah. Ada rasa lemon kah? Melihat minuman segar itu kerongkonganku mendadak kering. Aku haus.
Ku raih salah satu gelas berisi cairan kuning pucat. Ku endus aromanya dan harum lemon menyeruak menusuk indra penciumanku. Aku suka karena ternyata minuman favoritku tersedia disini.
Di sela aku yang sedang menikmati minuman ini, tiba-tiba sebuah tepukan kecil mendarat di pundakku. Ku pikir itu Rumy yang sudah kembali, tapi saat aku berbalik--
"Fanya?"
"Zevana?"
Seru kami berbarengan. Aku terkejut mendapati Fanya ada di pesta ini juga. Fanya adalah gadis cantik berprofesi model freelance yang kuliah di kampus yang sama denganku.
Hanya saja kami berbeda jurusan. Tapi kenapa Fanya ada disini? Apa dia ikut dengan orang tuanya yang menjadi salah satu pihak yang di undang juga?
"Kok lo bisa ada disini Ze?" Tanyanya sedikit aneh
"Emm gue lagi nemenin anak dari temen nyokap nih. Jadi ya gue ada disini" jawabku seadanya
Fanya terlihat bingung. Dan wajahnya sedikit panik saat mengetahuiku ada di pesta mewah ini. Ada apa? Apa aku tidak pantas berada di pesta semewah ini ya?
"Ah emm lo sendiri kenapa bisa ada disini? Pasti ikut sama orang tua lo yang di undang juga ke pesta ini ya?" Tebakku sok tau
Fanya tersenyum samar. Kepalanya menggeleng dan raut panik berubah menjadi gelisah. Duh kok aku jadi gak enak hati begini ya?
"Zevana!" Aku menoleh ke asal suara bariton yang baru saja muncul dari arah kiriku berdiri
Rumy sudah kembali. Dia cukup bingung melihat keberadaan Fanya dengan gaun merah panjang cantik yang melekat di tubuh tingginya.
"Ah dia anak temen nyokap yang gue maksud.." Seruku membuat Fanya menoleh ke arah belakangnya
"Oh hay, aku Fanya. Teman kampusnya Zevana" dia memperkenalkan dirinya sebelum aku persilahkan
"Rumy" sahut pria itu singkat menerima uluran tangan Fanya yang terulur sendirinya
"Wow. Lo kenapa gak bilang kalau punya teman setampan dia" bisik Fanya saat beringsut mendekatiku
"Maksud lo apa?" Balasku menoleh
"Ya maksudnya, gue kan lagi nyari pasangan dan gue rasa dia cocok kalau bersanding sama gue" ujarnya membanggakan diri sendiri
Haish! Fanya ini tidak pernah berubah. Dia selalu seperti itu jika melihat lelaki tampan macam Rumy.
Menyebalkan!
----
Tamu undangan semakin banyak yang berdatangan. Para pria berjas yang menggandeng masing-masing pasangannya berlalu lalang di sekitar sini. Aku masih asyik sendiri mengamati pemandangan indah di taman hijau ini. Dan sesekali aku memokuskan perhatianku ke arah panggung minimalis yang sedang di isi oleh penyanyi profesional yang sengaja di undang si pemilik acara
"Emm Rumy!" Panggilku, pria yang lebih tinggi dari ku itu menoleh menatapku
"Ada apa?"
"Apa acaranya masih lama?"
Kedua alis Rumy bertaut, "Kenapa? Kau sudah ingin pulang?"
Aku menggeleng cepat, "Tidak! Bukan seperti itu,"
"Lalu?" Sebelah alisnya terangkat
"Ya aku hanya penasaran saja. Seserasi apakah pasangan yang akan bertunangan malam ini? Apa kau sudah tau?" Tatapku antusias
Setidaknya Rumy ini kan mengenal baik teman mamanya itu. Jadi bisa saja kan dia tau dengan sosok anak dari teman mamanya itu?
"Aku tidak tau. Aku hanya mengenal tante Femi dan om Wiranya saja." Gelengnya, membuatku mendesah kecewa
Itu artinya aku harus belajar bersabar untuk menunggu pasangan misterius itu hingga muncul ke atas panggung.
--
"ENGGA!!"
Tiba-tiba gelas berisi air lemon yang bersisa setengahnya lagi itu terlepas dari genggaman tanganku begitu saja, jatuh meluncur ke tanah dan menumpahkan isinya kemana-mana. Beruntung gelasnya tidak pecah dan aku tidak perduli akan hal itu. Ku rasa beberapa tamu undangan yang berdiri tak jauh dari posisiku spontan memusatkan perhatiannya padaku.
Aku tidak perduli!
Tubuhku seketika membeku, darahpun seakan berhenti mengalir, nafasku seolah habis tersedot sehingga rasa sesak mendera di sekitar dadaku. Sekarang aku merasa lemas, lunglai dan tidak kuat lagi untuk sekedar menopang kedua kakiku yang sudah seperti agar-agar tak bernyawa. Aku nyaris ambruk tapi dengan sigap seseorang menangkap tubuhku agar tidak terjatuh merosot ke tanah yang beralaskan rumput yang dingin.
"Ada apa denganmu?" Tanyanya berbisik, aku bahkan mendadak lupa dengan nama pria yang menopang tubuhku sekarang
Aku tidak sanggup berkata apapun. Aliran sungai kecil sudah terbentuk di kedua belah pipiku. Jantungku serasa di hantam oleh palu gada yang berwujud transparan. Aku tidak kuasa jika harus bertahan di tempat menyakitkan ini.
Aku gak sanggup!
Perlahan aku melepaskan diri dari lingkaran tangan kekar yang melingkupi bahuku, memundurkan langkahku secara teratur agar bisa menjauh dari tengah-tengah tamu undangan yang kembali asyik terfokus ke arah panggung di depan sana tanpa mau memperdulikan keadaanku yang sudah berlinang air mata.
Menyakitkan!
Semuanya begitu mendadak, Audy dan Rissyi. Dua manusia itu kenapa tega menusukku dari belakang? Mereka kenapa jahat sekali padaku? Apa salahku pada mereka? Sampai-sampai sahabat dan pacarku itu begitu tega menghunus hatiku.
Dengan senyuman bahagia yang terpancar di masing-masing raut wajahnya mereka saling menyematkan cincin pengikat di jari manisnya secara bergantian. Riuh tepuk tangan menyeruak dari mereka yang turut berbahagia akan pasangan terkejam yang pernah ku kenal seumur hidupku ini
Aku kecewa. Mereka tidak bisa termaafkan. Kenyataan yang mereka tunjukkan berhasil membuat duniaku jungkir balik dalam sekejap.
Rissyi ... Audy ... Semoga Tuhan membalas perbuatan kalian di masa yang akan datang!!!