“Maaf banget ya Anna, aku baru sempet on.”
**
Helena terbangun saat hari masih gelap. Ia melirik ponselnya, baterainya hampir sakaratul maut tidak di charge semalaman karena dirinya ketiduran, “Masih jam setengah lima”, pikirnya. Kedua mata coklatnya menangkap sebuah pesan dari seseorang yang memang ia tunggu-tunggu. Tangannya langsung mengklik pesan tersebut lalu mengetikkan balasan untuk si pengirim.
“Kemana aja? aku nunggu kabar kamu.”
Setelahnya ia memutuskan untuk melaksanakan ibadah subuh dan mandi pagi lebih awal. Hari itu hari Senin dimana kelas pagi akan dimulai pukul tujuh bersama dosen yang tidak pernah menoleransi mahasiswanya yang terlambat datang ke kelas.
“Ma, Helena sarapan di kampus aja ya. Keburu telat.” Helena langsung menyalim tangan Lia cepat lalu menyambar kunci motor yang memang selalu tergantung di dinding dekat meja makan. Dirinya tidak memberi kesempatan sang Mama untuk membalas ucapannya karena ia paham Mamanya akan memaksanya untuk sarapan terlebih dahulu. Tidak peduli bahwa dirinya akan terlambat.
“Siapa suruh bangun siang ha? Udah tau ada kelas pagi masih leha-leha di kasur.” Jawab Lia setiap kali Helena mengeluh dipaksa sarapan saat ia buru-buru ke kampus.
Lia sering khawatir terhadap anak semata wayangnya itu karena Helena punya maag akut dan sering lupa makan tepat waktu. Kegiatannya yang padat dan tugasnya yang suka menumpuk membuat Helena mengabaikan rasa laparnya. Menurutnya makan tidak akan nikmat jika masih ada pekerjaan yang menunggu. Sementara menurut Lia, pekerjaan tidak akan selesai dengan baik jika perut tidak diisi. Tak jarang Helena diomeli Lia akibat sering terlambat makan tapi Helena tetap Helena, omelan Mamanya hanya diiyakan saja tanpa benar-benar menuruti apa kata beliau.
Helena sampai di kampus tepat waktu. Dilihatnya sekeliling ruangan sudah penuh dengan teman-teman satu mata kuliahnya pagi ini. Ia mencari-cari keberadaan gadis berkulit kuning langsat dengan rambut sepinggang yang jarang diikat, Anggi, teman satu SDnya yang kini jadi sahabatnya semenjak mereka satu jurusan. Bibirnya tersenyum lebar saat melihat orang yang ia cari ternyata sedang mendengarkan lagu lewat earphone sambil memejamkan mata di pojok kelas.
“Woi!” Anggi tersentak kaget saat ada orang menepuk bahunya keras. Matanya menatap sebal ke arah Helena yang kini tersenyum makin lebar. Ia malah cekikikan saat Anggi memukulnya dengan totebag putih yang semula berada di atas meja.
“Wai woi wai woi! Kaget anying!” ujar Anggi dengan suara cempreng khasnya.
“Kigit inying.” Cibir Helena sambil mengambil tempat duduk di sebelah Anggi. Anggi menatapnya sinis lalu memilih melanjutkan mendengar lagu lewat earphone kesayangannya. Earphone yang sejak masuk kuliah tidak pernah diganti padahal kini yang berfungsi hanya sebelahnya saja.
“Yaelah Nggi baru aja di-woi-in dih. Dania nanti ngampus gak?” tanya Helena sambil memainkan ponselnya. Ada satu pesan yang masuk dari Dylan. Untuk beberapa saat ia tidak mendengar suara bising yang berasal dari teman-temannya di kelas, bahkan suara Anggi pun juga tidak terdengar lagi di kedua telinganya. Matanya tertuju pada isi pesan yang dikirim oleh Dylan belasan menit yang lalu.
“Anna, maafin aku tapi aku mau kita break dulu beberapa bulan. Aku capek main RP dan aku mau fokus RL.”
RL sendiri merupakan kepanjangan dari Real Life yang berarti kehidupan nyata para pemain RP tersebut. Banyak yang menjadikan alasan fokus RL sebagai alasan seseorang untuk putus dari pasangannya atau mengganti akun dengan identitas yang baru. Tapi tak jarang juga alasan tersebut memang benar-benar alasan seseorang meninggalkan dunia palsu itu. Bisa karena mereka mulai bekerja atau sekolah dan tidak punya waktu bermain ponsel.
Helena masih terdiam walaupun kini dia lebih bisa mengendalikan emosi dirinya. Tiba-tiba dirinya ingin sekali menangis tapi ia tahu menangis karena kekasih virtual bukanlah alasan yang bagus. Helena tahu Anggi, temannya, tidak menyukai dirinya yang masih saja bermain roleplay.
Kata Anggi, “Lo nyari temen disana? Ada gue sama dania kan? Nyari pacar? Banyak b**o yang mau sama lo di dunia nyata! Contohnya tuh kak Dewa, ketua HIMA kita!” saat itu Helena curhat tentang Dylan yang tidak mengabarinya beberapa hari ke Anggi dan Dania. Dania sendiri beda jurusan namun masih satu fakultas. Dania merupakan sahabat Helena sejak SMA. Mereka sengaja memilih kampus yang sama. Lalu saat ospek fakultas, mereka bertemu Anggi yang notabene masih mengenal Helena. Sejak saat itulah mereka kemana-mana selalu pergi bertiga.
“Lo kenapa Na?” pertanyaan Anggi memecah lamunannya. Helena menoleh sambil tersenyum dipaksakan, ia menggelengkan kepalanya “Gak kok gapapa. Gue cuma masih ngantuk anjir taunya Bu Andin belum masuk juga.”
“Yeee kan emang dia suka telat tapi giliran kita yang telat semenit aja udah langsung diusir.” Sungut Anggi sebal. Anggi memang gadis temperamental terlebih saat ia sedang menstruasi. Pernah saat teman mereka di HIMA, si Fares, menjaili Anggi dengan balon karena gadis itu phobia benda tersebut, Anggi sampai menangis dan tidak menegur Fares selama event HIMA yang diadakan seminggu berlangsung.
“Tau gini gue telatin dikit tadi.” Balas Helena sekenanya. Pikirannya sudah kemana-mana. Pesan dari Dylan tersebut belum juga ia balas. Ia bingung harus merespon bagaimana. Jujur ia marah pada pacarnya itu, “Baru aja kemarin hilang seharian, sekarang langsung ngajak break gini.” Ucapnya dalam hati.
Dosen yang mereka tunggu-tunggu akhirnya masuk tepat setelah Helena membalas pesan dari Dylan.
“Kenapa tiba-tiba?”
Begitu saja pesannya. Begitu saja.
**
“Eh Na, ngantin gak? Laper banget gue abis denger Bu Andin ngoceh.” Ajak Anggi sambil mengelus-elus perutnya yang rata. Helena cuma mengangguk saja sambil melirik ponselnya lagi. Belum ada balasan dari Dylan. Ia akui ia sedikit khawatir, ia takut hubungannya berakhir, apalagi baru pertama ini Dylan begini. Ingin sekali ia pulang ke rumah dan menumpahkan segala emosinya tapi ia masih ada kelas sejam lagi.
“Lo daritadi kenapa deh? Gue perhatiin kek lagi ada masalah gitu.” Tanya Anggi lagi. Mereka sekarang tengah menuju ke kantin fakultas.
“Gak ada kok suer!” tangan Helena membentuk tanda peace sambil menoleh ke arah Anggi yang menatapnya curiga.
“RP ya?” tembak Anggi tepat sasaran.
“Hah? Enggalah. RP gue aman-aman aja tuh.” Elak Helena. Ia sedikit deg-degan saat Anggi tiba-tiba bertanya seperti itu.
“Halah Na, Na. Lo tuh gak pinter boong kali.”
“Lah emang gak ada apa-apa Nggi, suer.”
“Curhat aja elah neng. Bukan berarti lo gak bisa curhat ke gue walaupun gue gak ngerestuin lo ngeRP.” Anggi nyengir sambil menenteng totebagnya yang hanya berisi satu binder dan kotak pensil. Sementara buku kuliahnya jarang ia bawa. Bisa lihat Helena aja, katanya.
“Yeee gue cuma kaget aja Nggi, pacar gue si Dylan tiba-tiba ngajak break.”
“Lo gak nanya alesannya?”
“Katanya sih mau fokus RL tapi gue kayak gak percaya gitu. Gue aja gak tenang gini. Chat gue belum dibales daritadi.” Helena menghela napas. Jujur ia tidak rela tidak berkomunikasi dengan Dylan selama beberapa bulan.
“Yaudah tunggu aja dulu. Gue juga kurang paham ginian.” Balas Anggi.
Kini mereka sedang berada di kantin yang ternyata sudah lumayan ramai. Mereka mencari meja dan kursi yang kira-kira masih kosong.
“Nggi gue bakso deh sama es jeruk.” Ucap Helena saat mereka sudah menemukan meja yang kosong. Anggi mengacungkan jempolnya lalu pergi memesan sementara Helena sibuk mengecek ponselnya lagi. Jantungnya tiba-tiba berdegup sedikit kencang saat pesan dari Dylan masuk.
“Maaf sayang tapi aku sibuk banget di RL. Nanti aku balik kalau udah gak sibuk.”
Helena dengan lincah membalas pesan dari pacarnya itu, “Sampai kapan yang?”
“Gak tau, mungkin dua atau tiga bulan. Gapapa ya?” kurang dari semenit Dylan sudah membalas.
Gadis yang kini memakai kemeja putih itu menghela napas pasrah, “Yaudah kalau gitu mau kamu. Cepet on lagi ya :(“. Sent!
Helena memasukkan ponselnya ke dalam totebagnya bertepatan dengan Anggi yang datang bersama Dania yang memakai sweater kuning polos dan boyfriend jeans. Rambut coklatnya dikuncir seperti biasa. Totebag we bare bearsnya diletakkan di atas meja.
“Woi asik banget keknya main hp daritadi.” Ucap Dania meledek Helena.
“Jangan diganggu guys lagi galau.” Anggi ikut-ikutan meledek
Helena hanya mengerucutkan bibirnya, “Abis kelas Dan?”
“Oh ngalihin topik ceritanya guys.” Dania cekikikan yang diikuti Anggi. Sementara Helena hanya menopang dagu memilih untuk mengabaikan sahabat-sahabatnya itu.
“Gue mau kelas bentar lagi tadi gue abis dari kantor jurusan mau nyamperin lu berdua ke kelas eh taunya dah disini. Gue liat si anying ini mesen bakso.” Jelas Dania. Anggi menatap Dania sebal sementara yang ditatap cuma nyengir. Helena hanya ber-oh ria.
Pesanan mereka bertiga datang setelah beberapa menit mereka saling diam bermain ponsel. Anggi sibuk membalas komentar di postingan Instagramnya sementara Dania sibuk menonton Youtube salah satu beauty vlogger terkenal di Indonesia. Helena juga sibuk chattingan di grup chat RPnya. Dylan hanya membalas dengan, “Iya sayang.” Dan Helena memutuskan untuk membacanya saja. Helena sedikit iri saat melihat adik RPnya, Rissa, asik memamerkan kemesraannya dengan pacar barunya yang ternyata bernama Willy itu. Ia teringat kembali masa-masa awal kedekatannya dengan Dylan.
**
Helena merebahkan dirinya di kasur setelah pulang dari kampus. Ia sendirian di rumah karena Lia bekerja di butik sampai jam tujuh malam. Mamanya itu selain pegawai butik juga merupakan designer baju di butik tersebut. Tak jarang rancangan Mamanya dipamerkan di acara-acara pameran butik di kotanya. Lia memang berencana membuka butik sendiri nanti saat Helena sudah lulus. Fokusnya sekarang hanyalah biaya kuliah dan hidup mereka berdua sehari-harinya.
Helena merasa bosan, biasanya setelah pulang dari kampus, ia akan puas mengobrol dengan Dylan. Sekarang situasinya sedikit berbeda. Bahkan nama akun Dylan sudah berubah menjadi ‘Dylan lagi off”. Saat sedang asik menscroll akun Instagramnya, pesan dari Rissa, adik RPnya, masuk. Ia langsung membaca isi pesannya yang ternyata mengajak Helena double date dengannya.
“Dylan lagi off Riss, maaf ya. Lain kali ok?” balas Helena.
“Yah suruh on aja Kak.” begitu isi balasan dari Rissa. Helena memilih tidak membalas, ia tidak mau menjadi kesal karena teringat kondisinya dan Dylan sekarang. Ia berharap Dylan tidak jadi mengajaknya break tapi tentu saja itu tidak akan terjadi. Ia paham pacarnya itu tidak akan mengubah keputusannya.
Ia teringat saat dulu mereka bertengkar karena mantan Dylan kembali menghubungi laki-laki itu. Helena cemburu dan menuduh Dylan selingkuh. Laki-laki itu pun marah karena dituduh tanpa alasan. Selama beberapa hari mereka tidak chattingan karena perkataan Dylan yang menyuruh Helena tidak mengiriminya pesan sampai Helena menghilangkan tuduhan terhadap dirinya. Dylan juga berkata ia tidak akan mengirimi Helena pesan duluan dan laki-laki itu serius dengan perkataannya. Akhirnya mereka berbaikan setelah Helena meminta maaf. Dari situ Helena tahu kalau pacarnya itu tak kalah keras kepala dari dirinya. Helena percaya Dylan tidak akan aktif kembali sampai waktu yang ditentukan laki-laki itu sendiri.
**
Besoknya hari pertama Dylan dan Helena resmi tidak berkomunikasi. Gadis itu merasa sedikit tidak semangat. Untung saja, tidak ada kelas pagi hari itu. Setelah mencuci muka dan menyikat gigi, ia beranjak keluar kamar untuk sarapan. Setelah meminum segelas air putih, ia sarapan nasi goreng buatan Lia sendirian. Lia sudah pergi ke butik pagi-pagi buta karena butik tempat ia bekerja sedang sibuk menyiapkan acara pameran dua hari lagi.
Saat asik menyantap sarapannya, ponselnya bergetar. Terdapat nama Dania yang memanggil via w******p. Dahinya mengernyit heran karena tidak biasanya sahabatnya itu menelpon pagi pagi begini.
“Halo? Kenapa Dan?” tanya Helena saat mengangkat telpon. Tangan satunya aktif menyendokkan nasi ke dalam mulut.
“Na, gue boleh ke rumah lo gak? Nanti ke kampus nebeng. Bokap gue mau bawa mobilnya. Gue males naik gojek hehe.” Helena melengos mendengar kekehan sahabatnya itu. Dania memang sering menebeng dirinya saat mobilnya dipakai orang tuanya. Rumah Helena memang terbilang paling dekat dengan Kampus dibanding Anggi dan Dania.
“Iye kesini aje. Dah sarapan lo?” tanya Helena.
“Belom nih gak sempet nanti gue gofood aja dari rumah lo gampang.”
“Bagus deh gue abisin ya nasgor buatan mak gue.” Gantian Helena yang terkekeh.
“Dih pelit-pelit lo ama gue, gapapa.” Balas Dania bercanda. Setelahnya telpon ditutup sepihak oleh Dania. Gadis berambut sebahu itu melanjutkan sarapannya. Ia memutuskan untuk menonton TV sambil menunggu sahabatnya datang.
Setengah jam kemudian ada satu pesan yang masuk dari Dania yang menyuruhnya membukakan pintu karena dia sudah di depan. Helena dengan langkah malas berjalan ke arah pintu.
“Lo ye pintu tuh dibikin buat diketukin kalau namu ke rumah orang!” omel Helena saat melihat Dania dengan cengiran khasnya.
“Buat apa ada hp kalau gak digunain? Ha?” balas Dania yang langsung nyelonong masuk. Helena tidak keberatan karena kedua sahabatnya itu memang sering ke rumahnya untuk sekedar main.
“Bacot Dan. Lo kapan libur sih ngebacot?” kini mereka sedang berada di ruang TV Helena. Kaki Dania selonjoran di sofa sambil memakan cemilan yang mungkin ia bawa dari rumah.
“Yee gak ada bacotan gue gak rame tuh.” Kedua matanya fokus menonton kartun di TV sementara Helena ikut mengambil cemilan di tangan Dania.
“Dan sering-sering aja lo ke rumah gue biar gue bisa nyemil gratis.”
“Boleh Na, gue juga dapat tumpangan gratis kan dari lo?” kedua alisnya naik turun balas meledek Helena yang melengos. Dania memang paling cerewet di antara mereka bertiga.
Saat mereka sibuk membicarakan kakak tingkat mereka yang kebanyakan ganteng, Dania pamit ke toilet untuk buang air. Helena melirik ponsel Dania yang layarnya tiba-tiba hidup tanda ada notifikasi yang masuk. Ia iseng melihat dan dahinya mengernyit penasaran.
“Sejak kapan Dania main RP?”