Bab 1 - Kutu Buku
"b*****t! NGGAK USAH MACEM-MACEM LU!"
Pemuda yang mengenakan jaket kulit hitam dengan rambut potongan modern wolf cut itu mendorong lawan bicaranya dengan kasar. Tatapannya menyiratkan kemarahan yang mendalam. Disampingnya ada seorang pemuda berambut pirang cepak menahan agar tidak terjadi perpecahan.
"Udah Xel, kalau lo sampai bikin anak orang bonyok. Bisa-bisa nama baik keluarga lo tercemar lagi," ucap pemuda yang tidak lain bernama Jovan itu, menahan seorang Axel Elvano Reigar yang kini tidak bisa menahan emosinya ketika motor sport mewahnya harus mendapat goresan sengaja karena kecurangan saat balapan tadi.
Mana tampang wajah pemuda yang menjadi lawan bicaranya ini songong bukan main. Dikira Axel tidak bisa ikut-ikutan masang tampang songong? Kalau dilihat-lihat juga masih oke Axel kemana-mana.
"Lo juga Tur, kalau ngajak tanding balap itu yang suportif lah!" Oceh Jovan pada Arthur yang kini menjadi lawan Axel.
"Ck, nggak sengaja. Besok tanding ulang, nanti kirim aja nomer rekening buat perbaiki yang cacat," balasnya acuh kemudian berbalik namun Axel tidak bisa menahan untuk tidak melayangkan bogem mentah untuk Arthur.
Alhasil pipi Arthur lebam dan sudut bibirnya berdarah. Tentu saja Arthur melawan dengan memberikan bogem mentah juga untuk Axel, namun Jovan dan yang lainnya segera menahan. Apalagi Anton yang langsung pasang badan dan melirik sinis ke arah Arthur.
Meski akhirnya mereka tidak berdamai karena masalah kecurangan. Setidaknya Arthur and the gang sudah cabut dari arena balap. Menyisakan RAIZE yang merupakan geng motor sport berisi anak orang kaya yang terkenal se-ibukota.
"Axel ... Axel ... Lagian gue udah pernah bilangin kalau Arthur ngajak tanding jangan di ACC dia mah doyan banget curang. Anak mami dia tuh," omel Jovan yang memberikan obat merah untuk sudut bibir Axel yang tampak berdarah.
"Pengecut banget anjir," celetuk Anton yang sedari tadi diam.
Satya yang berada di sampingnya langsung mengacungkan dua jempol karena hari ini Anton sudah bisa memberikan respon lebih dari dua suku kata, meskipun cuma tiga suku kata doang.
Axel mendengus pelan sembari mengepalkan tangannya kuat, "emang dari lama sekali-kali gue pengen banget nonjok sampai masuk RS tu orang!"
"Songong banget tampangnya kaya yang mampu bayar aja!" Axel kembali berdecak sebal.
Jovan ikut mengangguk, "Makanya mending clubbing daripada ngeiyain ajakannya si Arthur. Dari jaman masih SMA kelakuannya juga nggak pernah berubah, males banget gue kalau dihadapin sama orang pengecut kaya dia."
Tiba-tiba saja Axel tersadar akan satu hal ketika Jovan membahas tentang clubbing. Bukankah satu bulan yang lalu dia terbangun di sebuah hotel mewah tanpa pakaian?
"Clubbing mulu di otak lu, hati-hati kalau main banyak cewek nanti kena penyakit mematikan," celetuk Satya yang langsung mendapat lirikan maut dari Jovan.
"Van, lu bener-bener bawa gue ke hotel waktu mabuk ya, lu nggak ada sewa LC buat gue kan?"
Seketika semuanya terdiam mendengar pertanyaan Axel. Jovan hanya menyengir tanpa dosa, "ya ngapain juga gue sewa LC buat lo, gue kan nggak mungkin nganterin lo yang mabuk berat ke rumah, bisa dipepes gue sama Mami lu," balas Jovan.
Axel diam, toh juga untuk apa Jovan begitu takut akan bertemu dengan Maminya kalau sang Mami saja jarang berada di rumah? Kalaupun Jovan datang membawa Axel yang lagi teler, paling dia langsung ketemu sama satpam dan pembantu di rumah.
"Eh, bentar gue ada kerja kelompok. Besok ada presentasi soal Etika bisnis dan Profesi," ungkap Satya dengan tampang panik, mana langsung menyambar kunci motornya hendak pergi.
"Heboh banget lu, bukannya ada si Kubu?" Balas Jovan yang jahil menarik kunci motor Satya dan melemparkannya pada Anton.
Hap!
Anton berhasil menangkapnya dan menarik satu sudut alisnya dengan smirk yang seolah-olah ikut mengejek Satya. Sementara Axel ikut mengernyitkan dahinya bingung.
"Kubu?" Beonya bertanya kepada mereka.
"Kutu Buku," Balas Anton.
"Maksud?" Tanya Axel kembali.
"Di jurusan Akutansi ada Kutu buku yang terkenal banget paling rajin ke perpustakaan, dan kalau ada yang lihat dia jalan, pasti dia lagi bawa buku. Intinya dia nggak bisa jauh dari buku. Stylenya juga bisa dibedain dari kebanyakan cewek, soalnya rambut dia selalu di kepang dan bajunya selalu itu-itu aja," ucap Jovan dengan serius.
"Katanya dia emang miskin sih, anak panti asuhan," timpal Satya juga.
Axel mengernyitkan dahinya heran, "kalau dia cuma cewek kampungan yang miskin gitu, harusnya lo kasi duit beres dong, kok tiba-tiba lo juga kudu ikut kerja kelompok?"
Satya berdecak, "itu masalahnya! Biasanya gue juga nitip tugas dan kasi duit ke dia. Cuma karena matkul etika bisnis dan profesi, itu dosennya killer pakai banget, kalau materi presentasinya nggak dijelasin dengan baik dan nanti kalau dijawab nggak bisa jawab, nilai kita bisa langsung C."
Maklum Satya doang yang jurusan Akutansi. Ketiga kawannya berbeda, lebih tepatnya Axel dan Jovan di jurusan Manajemen Bisnis, sementara Anton di jurusan Hukum. Beda sendiri emang, soalnya kedua orangtua Anton terkenal sebagai pengacara kondang yang udah nanganin beberapa kasus besar.
Daripada Axel gabut dan pulang ke rumah nggak ketemu siapa-siapa, mending dia ikut sama Satya buat kerja kelompok. Lebih tepatnya Axel cuma mau ikut nongkrong doang sambil ngevape.
Pada akhirnya mereka sampai di sebuah kafe. Anton nggak bisa ikut karena harus jemput adeknya yang baru pulang les piano, sementara Jovan mau kencan sama pacarnya yang ketiga. Sehingga hanya Axel yang ikut bareng Satya.
Dari belakang Axel sudah menandai gadis yang dia duga sebagai "KuBu" yang dimaksud oleh Satya tadi, dan benar saja karena setelah itu Satya langsung nyapa gadis tersebut.
"Lo belum mesen apapun Bu?" Tanya Satya.
Gadis itu sempat terdiam memperbaiki letak kacamatanya. Namun kini tatapannya terfokus pada kehadiran pemuda lain yang duduk tak jauh darinya. Sadar diperhatikan pemuda itu langsung menatapnya balik.
"Gue tau gue ganteng, nggak usah ngelihatin sampai kacamata lu berembun juga kali," sahutnya yang membuat gadis itu langsung membersihkan kacamatanya.
Axel tertawa, "dasar bego!"
Satya berdecak, "Gue mau belajar nih, lu kalau mau ganggu mending balik," tukas Satya yang udah serius banget pengen belajar.
Axel segera berbalik dan mulai menyalakan vapenya, namun karena tidak tau harus apa, Axel memilih ke atas bagian Kafe, meninggalkan Satya dan si Kubu itu. Melihat kepergian Axel, Satya langsung menggelengkan kepalanya.
"Sorry ada gangguan sedikit, oh iya lo kenapa nggak mesen sesuatu?"
"Tenang nanti gue yang bayarin, asal lu ngejelasin bagian gue presentasi dan keseluruhan materi kelompok ke gue," ucap Satya sambil mengeluarkan kartu debitnya dari dalam saku, sengaja memamerkannya kepada gadis tersebut.
"Aku udah pesen teh anget," balasnya singkat kemudian mengeluarkan laptop yang tampak sudah usang itu dari dalam tas ranselnya.
"Nanggung banget, nggak mau sekalian makan?" Tanya Satya lagi.
"Mentahannya aja," balas gadis itu lagi dengan singkat.
"Siap Bu, masalah mentahan pasti gue kasi ke lo, kapan sih gue nggak transfer duit ke lo setelah bantu gue belajar." Satya tersenyum manis.
Waktu belajarnya cukup lama karena begitu Axel kembali dia sudah tidak melihat keberadaan Satya lagi. Sialan! Dia ditinggal rupanya, namun saat ingin berlalu begitu saja, tiba-tiba gadis cupu itu menahan pergerakannya dengan menyentuh ujung jaket kulit hitam yang dikenakan oleh Axel.
Axel melirik sinis tangan si cupu, dan segera menarik jaketnya seolah melepaskan paksa pegangan si cupu lalu melipat kedua tangannya di depan d**a.
"Lo ngapain sih? Gue tau ya gue itu ganteng dan terkenal, tapi sorry to say, Lo bukan tipe gue," ucap Axel dengan santainya.
Tatapan gadis itu tidak banyak berubah. Hanya datar dan terlihat sedikit sendu? Namun tampaknya Axel begitu tidak sabaran.
"Bisa kita bicara sebentar?"
"Sepuluh detik dari sekarang, 1, 2---"
"Kalau kamu mau bicara disini nggak masalah, tapi kalau kamu yang malu. Aku sama sekali nggak tanggung jawab," balasnya yang seolah sengaja memotong ucapan Axel.
Axel sebenarnya bingung, apa yang sebenarnya ingin dikatakan oleh si cupu ini sampai bikin Axel bisa malu kalau pembahasannya disini.
"Atas," balas Axel yang langsung pergi lebih dulu sementara gadis itu menyusulnya setelah memasukkan beberapa buku dan laptop lalu memakai kembali tas ransel di punggungnya.
Setelah sampai di bagian rooftop kafe. Melihat kondisi bahwa seluruh sudut sudah tidak ada orang. Gadis itu mengeluarkan tiga benda berbentuk persegi panjang pipih kemudian menyerahkannya kepada Axel.
"Apaan nih?"
"Testpack," balas gadis itu tenang.
Axel memutar bola matanya malas, "Lo ngasi gue testpack buat apa cupu?"
"Itu Anak kamu."