bc

Aku Bukan Orang Ketiga

book_age18+
204
IKUTI
5.0K
BACA
love-triangle
family
HE
kickass heroine
boss
heir/heiress
drama
tragedy
bxg
lighthearted
brilliant
city
office/work place
affair
addiction
like
intro-logo
Uraian

Andini bernasib malang, karena di usia kehamilannya yang memasuki tujuh bulan, sang suami meninggal dunia. Tidak punya orang tua bahkan mertua, Andini merasa dirinya sebatang kara.Namun, kehadiran Arjuna—pria yang katanya siap bertanggungjawab atas hidup Andini dan sang calon anak, membuat dia memiliki harapan hidup.Sempat membenci Arjuna, yang sudah membuat suaminya meninggal, Andini perlahan menerima bantuan demi bantuan pria itu, hingga sebuah tuduhan tiba-tiba saja dia terima.“Kamu itu orang ketiga, Andini! Dan kamu menjijikan!”Andini merasa dirinya buruk, setelah tuduhan tersebut dia dapatkan dari orang terdekat Arjuna. Diminta menjauhi bahkan pergi dari hidup pria itu, dirinya bingung harus mengambil keputusan apa.Menetap atau mematuhi perintah untuk pergi sejauh mungkin dari Arjuna, keputusan apakah yang akan Andini ambil?

chap-preview
Pratinjau gratis
Bagian 1
*** "Mas Patra enggak mungkin meninggal. Dia pasti masih hidup, dan perawat tadi mungkin aja salah paham." Udara dingin ruang jenazah menusuk kulit Andini, seakan membekukan aliran darahnya. Bau formaldehida yang tajam menusuk hidungnya, tapi tak setajam rasa sakit yang mengoyak hatinya. Pandangan Andini tertuju pada sosok yang terbaring kaku di atas meja stainless steel, terbungkus kain putih bersih. Suaminya, Patra. Mendapat kabar tentang kecelakaan yang menimpa Patra, sore ini Andini bergegas menuju rumah sakit untuk memastikan kondisi sang suami. Andini pikir, kecelakaan yang menimpa Patra tidak akan merenggut nyawa suaminya itu. Namun, takdir Tuhan berkata lain. Patra mengalami pendarahan di bagian kepala yang begitu parah, dan hal tersebut membuat nyawa pria itu terenggut. Andini terpukul. Dia yang tengah mengandung buah hatinya dengan Patra, jatuh pingsan setelah mendengar kabar kematian sang suami, hingga setelah setengah jam berlalu, kesadaran Andini kembali. Tidak peduli tubuh yang jauh dari kata baik, dia memberanikan diri pergi ke ruang jenazah, guna memastikan kebenaran kabar tentang kematian Patra. "Yang di dalam itu enggak mungkin kamu, kan, Mas?" tanya Andini dengan suara lirih, pun air mata yang membanjiri kedua pipi. "Kamu janji untuk selalu ada buat aku. Jadi kamu enggak akan pergi ke mana-mana, kan? Kamu akan terus di sisi aku dan calon anak kita, kan?" Andini melangkah gontai, kakinya terasa melayang. Tangannya gemetar saat ia meraih kain putih itu, menyingkap sedikit wajah yang dulu selalu membuatnya tersenyum. Patra. Wajah pucat nan kaku yang Andini lihat benar-benar suaminya, dan tidak bohong ucapan perawat, Patra benar-benar sudah tidak bernyawa. Air mata Andini mengalir deras, membasahi pipinya. Dia ingin menjerit, ingin berteriak, ingin membalikkan waktu, tapi tak ada yang bisa dia lakukan. Hanya kesunyian yang mencekam, hanya tangis yang menjadi teman kesepiannya. Andini meraih tangan Patra, tangan yang dulu selalu menggenggam tangannya dengan erat, tangan yang selalu memberinya rasa aman dan perlindungan. Kini, tangan itu dingin, kaku, tak lagi memberikan kehangatan. "Mas ...," panggilnya lagi dengan suara yang sarat akan kesedihan. "Kamu kenapa ninggalin aku? Kamu kan tahu, aku udah enggak punya siapa-siapa lagi selain kamu. Kalau kamu pergi, aku sama siapa?" Andini membenamkan wajahnya di d**a Patra. Dunianya runtuh, hancur berkeping-keping, meninggalkan kesedihan yang tak berujung. Andini meraung, tangisnya pecah. Isakkan Andini memenuhi ruangan sepi tersebut. Dia enggan melepaskan pelukannya dari tubuh Patra. Dia ingin terus mendekap suaminya itu sampai nyawa pria yang selama ini dia cintai, kembali. "Anak kita sebentar lagi lahir, Mas," ucap Andini lirih. "Kalau kamu pergi, yang nemenin aku ngelahirin anak kita, siapa? Yang ngadzanin anak kita juga siapa? Dan yang bantu aku ngerawat anak kita siapa? Bukannya kamu udah janji buat ikut begadang jagain anak kita? Dua bulan lagi lho, Mas ... Kenapa harus pergi?" Andini terus larut dalam perasaan hancur. Dunianya pergi, dan setelah ini dia tidak tahu harus bagaimana menjalani hidup, karena selain Patra, Andini benar-benar tidak punya siapa-siapa lagi. Dia sebatang kara. "Mas Patra, ayo bangun, Mas. Balas pelukan aku seperti biasanya. Kamu enggak suka lihat aku nangis, kan? Hapus air mataku, Mas. Hapus kesedihan aku. Kamu bilang ibu hamil enggak boleh sedih, tapi kenapa sekarang kamu justru bikin aku kaya gini?" "Bawa aku kalau mau pergi, Mas Patra. Jangan tinggalin aku sendiri, karena aku dan calon anak kita enggak bisa apa-apa tanpa kamu." Ketika Andini hanyut dalam monolog penuh luka, seorang pria di depan ruang jenazah justru berdiri dengan raut wajah gelisah bahkan takut. Dia ingin segera masuk. Namun, melihat kehancuran Andini yang begitu menyayat hati membuat kedua kakinya berat untuk melangkah. "Ayo, Arjuna. Kamu pasti bisa. Bagaimanapun juga ini salah kamu." Cukup lama mengumpulkan keberanian, Arjuna akhirnya masuk ke dalam ruang jenazah. Dia menghampiri Andini dengan langkah pelannya. Memandang perempuan itu dengan raut wajah iba. "Andini." Dengan tenggorokan yang hampir tercekat, Arjuna memanggil Andini—membuat perempuan itu menoleh dengan wajah sembab dan penuh air mata. Selama beberapa detik, netra keduanya bertemu, hingga dengan suara yang sedikit serak, Andini buka suara. "Kamu siapa? Kenapa kamu tahu nama saya?" "Saya Arjuna," ucap Arjuna, memperkenalkan diri. "Dan saya yang akan bertanggungjawab terhadap kamu dan calon anak kamu setelah suami kamu meninggal." "Tanggung jawab?" tanya Andini dengan dahi yang mengernyit. "Kamu siapa memangnya? Kenapa kamu mau bertanggungjawab terhadap saya dan calon anak saya? Apa kamu atasan Mas Patra?" "Bukan," jawab Arjuna. "Saya bahkan tidak mengenal suami kamu sebelumnya." "Kalau tidak saling kenal, kenapa kamu tanggung jawab?" "Andini ...." Mulai mengerti maksud dari ucapan demi ucapan Arjuna, kedua mata sembab Andini hampir bertaut. Memandang lekat pria di depannya, dia buka suara. "Kamu ... apa jangan-jangan kam—" "Iya. Saya yang menabrak suami kamu sampai meninggal, Andini, dan sekarang saya ingin bertanggungjawab."

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
155.8K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
188.6K
bc

TERNODA

read
198.7K
bc

Hasrat Meresahkan Pria Dewasa

read
30.3K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
233.7K
bc

Setelah 10 Tahun Berpisah

read
58.0K
bc

My Secret Little Wife

read
132.1K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook