“Gimana, Ian? Udah ada titik terang?” “Udah, Bang. Banyak titiknya.” “Di mana?” “Tuh, dari kamar gue banyak titik terang. Ga kehitung jumlahnya.” “Kampret! Gue serius, woi!” Ian tertawa lirih. “Nggak ada, Bang. Titik gelap yang ada.” “Kenapa bisa begitu, sih?” “Lha, mana gue tahu?!” jawabnya ketus, lalu menutup panggilan Alfaraz secara sepihak. Kepalanya masih terasa pusing setelah tadi sore dibangunkan paksa oleh Kara. Wanita itu pergi dengan tergesa-gesa. Ian juga harus kucing-kucingan menghindari wartawan dan terpaksa pulang naik taksi, meninggalkan mobilnya terparkir di basement gedung. Barusan mobil tersebut diantarkan oleh salah seorang karyawan Kara. Malam ini, ia bertekad mengistirahatkan dirinya dengan baik, sebelum esok lusa menghadiri persidangan yang akan menentukan

