Mereka semua lupa dengan nasib Jenny, sampai Sheila berteriak.
"Hei, kalian jangan ngurusin dia aja, itu Jeany belum di tolong!"
Mendengar teriakan Sheila dari tepi sungai, orang-orang itu kembali tersadar.
Setelah sedikit kekacauan, akhirnya Jenny diangkat dari dalam air.
Berendam di sungai dalam cuaca dingin membuat bibirnya menjadi seputih kapas dan giginya saling beradu.
Sheila membungkus tubuh Jenny yang mengggigil dengan selimut tebal, rapat mulai dari ujung kepala sampai kaki, menyisakan sedikit ruang untuk wajahnya yang kecil.
"Masih kedinginan nggak, kak?"
Jenny menggeleng. Uap dingin keluar dari mulut dan hidungnya setiap kali dia mengembuskan napas.
Sheila masih kesal, apalagi sewaktu dia melihat kru yang lain masih mengerubungi Karenina dan tak ada yang peduli dengan Jeany, dia tidak bisa menahan mulutnya agar tidak mengomel.
"Kebangetan banget sih mereka, mentang-mentang Karen pemes yang lain dicuekin sampai hampir mati!!!"
"Udah sih nggak apa-apa, toh aku masih hidup juga. Mendingan sekarang kamu diem, La. Berhenti ngomel dan nggak usah ngomong apa-apa tentang kejadian ini ke orang lain apalagi sama wartawan."
Tangan Sheila yang bermain di layar ponselnya berhenti, kelopak matanya terangkat, "nggak boleh sebarin berita ini, kak? Yakin?"
Anggukan kepala Jenny membuat asistennya tercengang, "Hah? Kok tumben sih?"
Biasanya nih ya, hidungnya jerawatan saja, Jeany langsung manggil wartawan safari dari satu infotaintment ke infotaintment yang lain, pokoknya seantero Indonesia harus tahu deh kalau dia jerawatan.
Sebegitunya dia cari perhatian masyarakat. Jadi menurut Sheila, agak aneh saja kalau tiba-tiba dia menyia-nyiakan kesempatan emas buat eksis.
"Nggak apa-apa. Males aja kalau ntar rame, aku dikejar-kejar wartawan, ditanyain ini itu. Belum lagi banyak yang ikutan pansos sama masalah ini."
Mendengar ini, eksepresi Sheila seperti dia habis menelan permen karet.
Siapa yang nggak kenal Jeany, si ratu pansos.
Dimana ada seleb yang terlibat atau lagi punya masalah, entah itu berantem, putus, selingkuh sampai berita cerai, pasti di sana dia nyempil dengan segala macam komentar sok tahunya.
Dan sekarang dia bilang malas? Ini adalah alasan yang paling nggak masuk akal dari seorang attention seeker seperti dia.
Sheila benar-benar dibuat heran dengan sikapnya.
Entah kepalanya tebentur apa, tetapi begitu dia sadar dari mabuk hebat tempo hari, Jeany seperti memiliki kepribadian yang berbeda.
Pada saat itu, Karenina didukung oleh asistennya yang bentukannya mirip kulkas dua pintu, mendekat.
Seluruh tubuhnya gemetar dan lemah, tetapi dia memaksa mendatangi Jenny, "kamu... apa yang...---" kata-katanya berhenti
Mata semua orang di sekitar mereka tertuju pada keduanya, menahan napas untuk mendengar Karenina mengatakan sesuatu.
Karena kecelakaan ini terjadi begitu tiba-tiba dan sangat aneh, semua orang punya tebakan tentang penyebabnya dalam hati masing-masing.
Dan semua tuduhan itu mengarah ke satu orang, Jenny.
Karenina masih menatap Jenny, napasnya sedikit terengah.
Takut ketinggalan momen saat terjadi keributan, diam-diam tombol kamera video di ponsel masing-masing mulai disiagakan.
Satu... dua... ti--
"Heh---" dengan satu jari telunjuk terangkat, si perempuan jadi-jadian maju duluan, siap melempar makian.
Tetapi tindakannya didahului oleh Karenina yang memarahinya, "Jea, kamu ini bodoh atau gimana sih? Nggak bisa berenang, malah nekat melompat?"
Jenny menggigil, tertawa sambil gemetar, "aku... aku panik."
"Ada banyak orang, kenapa nggak panggil mereka aja sih, Kalau kamu yang tenggelam gimana?!"
"Yaa gimana, namanya orang panik. Dalam pikiranku tadi, gimana caranya bisa cepet nyelamatin kamu."
Karenina tidak bisa menahan senyum setelah mendengar apa yang dia katakan.
Karenina berpikir, Ini adalah pertama kalinya dia bertemu seseorang seperti Stefanie Jeany di lingkaran hiburan yang kebanyakan orang-orangnya palsu.
Matanya memerah, berkata, "Thank's, tapi sumpah, andai itu aku, mungkin aku nggak akan senekat kamu."
Jeany dengan cepat membantah, kalau kamu ada di posisiku, yakin deh, pasti akan melakukan hal yang sama."
Nggak perlu menjelaskan apa yang terjadi, kata-kata tadi cukup untuk menjawab dugaan negatif semua orang.
Ternyata Karenina secara tak sengaja jatuh ke sungai, dan Jeany dengan berani mengorbankan dirinya untuk menyelamatkan orang yang menjadi saingannya.
Ketika suhu rendah dan angin dingin di luar, Jeany melompat ke air untuk menyelamatkan orang tanpa berpikir.
Persahabatan yang penuh kasih sayang macam apa ini!
Jenny tersenyum diam-diam di tengah pujian orang-orang, berpikir bahwa lompatan itu berharga, tidak hanya menghancurkan karakter antagonis yang kejam, tetapi juga membuatnya menjadi pahlawan pemberani yang menyelamatkan nyawa!
Perubahan yang tidak disangka-sangka ini cukup memberinya sedikit angin segar untuk masa depannya nanti.
"Ke rumah sakit dulu ya, say. Diperiksa, mana tau ada luka dalam."
"Terus, syutingnya?" Karenina melihat yang lain dengan tatapan sungkan.
Si wanita jadi-jadian mengibaskan tangannya, "aman, barusan bos besar udah nelepon sutradara."
Dikatakan dalam buku, agency yang menaungi Karenina termasuk agency besar.
Debut pertamanya sebagai pemeran utama di sinetron sangat mulus. Baru masuk episode sepuluh, rating sinetron yang bintangi merajai jam tayang utama.
Itu membuat namanya cukup diperhitungkan.
Benar saja, tak lama kemudian, kru datang dan memberitahu, pengambilan gambar adegan untuk Karenina ditunda sementara waktu.
Begitu Karenina di bawa pergi oleh asistennya, kerumunan orang secara alami membubarkan diri.
"Terus aku gimana?" Jenny memutar tubuh di bawah selimut, menanyakan nasibnya kepada sutradara.
Karena Karenina nggak ada, otomatis dia menganggur.
Untuk saat ini dia hanyalah pendatang baru yang belum punya nama, selain sensasi nggak penting yang membuat namanya terkenal, nggak ada prestasi bagus yang Jeany punya.
"Kamu balik ke hotel aja dan istirahat. Ingat istirahat, bukan dugem sampai mabok kayak kemarin." Suara Ernest agak ketus waktu dia bilang begitu.
Dalam perjalanan ke hotel dengan mobil kru, Sheila menahan diri untuk waktu yang lama, tetapi tidak bisa tidak bertanya padanya, "Kak Jea, kok bisa sih Karen tiba-tiba jatuh ke sungai? Kalian bukannya lagi ngobrol ya sebelumnya?"
Jenny menebak penyebab jatuhnya Karenina ke sungai, karena plotnya mengikuti buku, tetapi dia berkata, "Karen nginjek tanah yang licin kayaknya, kepleset deh."
Sheila mendekatkan mulutnya ke telinga Jenny, berbisik, "serius deh, bukan gara-gara kakak 'kan?"
"Ya nggak lah, gila apa gara-gara aku! Sembarangan aja nuduhnya!!"
Takut Jeany marah, Sheila buru-buru meluruskan, "bukan, bukan nuduh, kan kak Jea yang waktu itu bilang sendiri mau ngasih pelajaran ke Karen."
Jenny memutar kepalanya ke samping, menatap Sheila dengan mengerutkan dahinya, "Aku bilang gitu?"
"He'eh."
"Kapan?"
"Kapan ya?" Jari-jari Sheila mengetuk dahinya, bergumam lalu berkata, "Setelah makan malam sama pak Sadhu kalau nggak salah."
Jenny menutup matanya sejenak dan mengeluh.
Gadis jahat ini, dia benar-benar mau menunda waktu untuk menindas orang lain begitu dapat pegangan kuat.
"Makanya aku pastiin, bener nggak dia jatuh bukan gara-gara kakak." Suara takut-takut Sheila terdengar lagi, "buat jaga-jaga aja, takutnya nanti ada berita jelek diluaran."
"Nggak, nggak ada. Emang dia jatuh sendiri kok," kata Jenny sambil dalam hatinya bersyukur.
Untunglah tadi dia tidak ragu untuk melompat atau orang lain akan curiga bahwa dia adalah pembunuh yang mendorong orang ke dalam air.
Entah bagaimana plot ini akan berjalan ke depannya, yang penting, untuk saat dia sudah lepas dari satu masalah.
Melihat sepertinya Jenny serius dengan kata-katanya, Sheila tidak lagi khawatir, dan mengeluarkan ponsel untuk melapor pada agennya, Merry.
Dari deskripsi yang disebutkan oleh penulis. Merry cukup lama wara wiri di dunia hiburan. Tadinya dia kerja di stasiun televisi, bagian talent.
.