LS part 5

758 Kata
Jenny meletakkan sendoknya, lalu berdiri untuk menemuinya. Karenina sudah mengganti pakaiannya dengan baju santai yang nyaman, tetapi wajahnya masih pucat, dan dia terlihat sangat kosong. "Karen? Kenapa ke sini, gimana hasil check-upnya, kamu baik-baik aja kan, nggak ada luka?" "Nggak apa-apa. Semuanya oke." Dia menyerahkan kantong kertas yang dihias dengan pinta cantik yang dibawanya. "Ini...?" "Sedikit ucapan terima kasih karena kamu tadi nolongin aku." Jenny sedikit terkejut, "ya ampun nggak usah kali, aku cuma berendam doang, nggak ngapa-ngapain. Pakai di kasih hadiah segala." "Tapi kan niatnya mau nolongin," sahut Karenina dengan senyum, "lagian nggak repot, kebetulan aku masih punya cokelat, itung-itung ngasih oleh-oleh dari Belgia kemarin." Jenny tersenyum sambil memegang cokelat, "Thank's kalau begitu." Dikiranya Karenina mau langsung pergi waktu dia bilang begitu, nggak tahunya dia malah berjalan ke ujung tempat tidur dan duduk. Diam-diam Sheila menatap Jenny, bertanya dengan matanya. Jenny hanya mengangkat kedua bahunya samar. Jenny cuma bisa mengikuti Karenina, dia juga berjalan ke tempat tidur dan duduk. Menatap wajah halus di depannya, dan bertanya, "Karen tadi itu, kenapa kamu tiba-tiba jatuh? Kepleset atau gimana?" Bibir Karenina mengkerut, sebelum dia menjawab dengan pertanyaan dengan pertanyaan. "Emangnya kamu nggak merasakan sesuatu yang aneh? Jenny menggelengkan kepalanya, "aneh gimana?" "Tadi tuh, aku merasa kayak apa ya? Kayak ada orang berdiri disebelahku, terus aku didorong sama dia. Yang bikin aneh nih, badanku nggak bisa digerakin, kaku. Baru bisa bergerak pas kaget lihat kamu terjun." Kata-kata Karenina barusan meyakinkan dugaan Jenny sebelumnya. Biarpun dia tidak mendorong orang, plotnya akan tetap mengikuti setting aslinya. Karenina akan tetap terjatuh ke sungai. Waktu dia terjun, plotnya sedikit berubah. Jadi lihat saja kedepannya nanti bagaimana. "Kok serem sih," kata Jenny. "Nah iya," Karenina merendahkan suaranya, "aku merasa tempat syuting tadi angker. Iya nggak sih? Tebakanku, yang dorong tadi hantu air yang minta tumbal." Sheila menggeser kursinya mendekat, "Kok serem sih. Eh, tapi kan kak Karen sama kak Jea berhasil selamat, kira-kira masih minta tumbal lagi nggak?" Karena mengangkat kedua bahunya, "nggak tahu. Masih kali, dan biasanya sih tumbalnya bukan penduduk asli. Nggak ada salahnya kita hati-hati." Jenny yang sudah tahu bagaimana alur ceritanya hanya bisa diam. Dia tidak bisa menahan diri untuk berpikir, kalau saja dia sudah punya batu keberuntungan, kira-kira hal ini terjadi atau nggak? Karenina dan Sheila masih membahas hal-hal ghaib, sampai tiba-tiba Karenina teringat dengan gosip yang sempat ramai di lingkaran mereka beberapa hari yang lalu. Mengabaikan Sheila yang ketakutan, dia memalingkan kepalanya ke Jenny, "Jea, gosip kamu sama Sadhu itu beneran nggak sih?" Jenny berkedip, takjub dengan kelihaiannya mengalihkan topik pembicaraan. Melihat Jenny diam, Karenina mengira kalau dia tidak percaya kepadanya, jadi dia berkata, " Kita sudah berteman karena hidup dan mati. Jadi, nggak usahlah main rahasia-rahasiaan. Atau, gimana kalau kita tukeran rahasia, setuju?" Jenny bingung, "tukeran rahasia apa?" Karenina menggeser duduknya supaya lebih dekat dengan Jenny. "Ini rahasia ya, karirku melesat karena berhubungan sama Jeffry Kevriawan, " senyumnya terlihat malu-malu, untuk menutupi kegugupannya, Karenina memelintir ujung rambutnya dengan jari telunjuk. "Sebenarnya, kami sudah lama saling kenal, tapi makin intens belakangan ini." Jenny terlihat kaget, tetapi dalam hatinya dia ketawa. Dia sudah baca bukunya sampai tamat, jadi bagaimana mungkin dia nggak tahu kalau Karenina punya hubungan dengan Jeffry Kevrian? Bukan cuma hubungan di bawah tanah mereka, dia bahkan tahu persis, gaya dan posisi yang sering mereka pakai waktu ena-ena. Kalau ingat seberapa sering dia baca ulang adegan panas itu, Jenny jadi malu sendiri saat melihat wajah Karenina. Perempuan yang digambarkan seperti peri, ternyata punya sisi liar yang dia sembunyikan. "Kamu juga kan sama Sadhu?" "Nggak, aku nggak ada hubungan apa-apa sama dia." Jenny memilih berbohong. Sebenarnya bukan bohong, faktanya, dia dan Sadhu saat ini belum memiliki keterikatan, atau mungkin nggak akan pernah punya. Karena setelah ini, hal pertama yang dia lakukan adalah menjauh sejauh mungkin dari Sadhu Nanggala. “Serius?” Karenina tidak percaya. "Serius, aku nggak bo'ong.” Jenny sangat tegas. Pada saat ini, ponsel yang diletakkan sembarangan di tempat tidur, tiba-tiba berdering. Keduanya berbalik untuk melihat secara bersamaan, hanya untuk melihat nama penelepon- "Ferdy, Kak." Sheila mengambil ponsel, memberikannya pada Jenny. "Hah, siapa tuh?" Sheila melihat Jenny dengan heran, "itu lho, asisten pak Sadhu." Ekspresi Jenny seperti maling yang tertangkap basah. Ishh!!! Batu keberuntungan cap apaan nih? Keluh Jenny diam-diam, Baru juga bohong, langsung ketahuan! "Ini... bukan yang seperti yang kamu kira." Jenny tersenyum dengan canggung, dan kemudian, di bawah tatapan tajam yang lain, dia mengigit bibir dan menjawab telepon. "Hei." "Halo, Nona Jenny?" "Iya, kenapa?" Suara sopan yang terstruktur kembali terdengar, "Apakah jadwalmu bisa dikosongkan untuk besok dan lusa? Pak Sadhu mau bertemu untuk membahas tentang pernikahan."  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN