BAB 3

910 Kata
KIARA Kini aku masih tidak henti-hentinya mengecek apakah aku tidak sedang bermimpi. Anantasena menjemputku pulang dari kantor sekaligus mengajak makan malam.             Aku masih bersyukur pada Tuhan yang membiarkanku menunggu selama bertahun-tahun untuk kejutan terindah-Nya. Karena jika Tuhan mewujudkan doaku sejak awal, mungkin aku tidak akan sebahagia ini.             Kurang lebih sebulan lalu, Kak Sena pulang ke Indonesia untuk ikut menangani bisnis keluarga yang dilanda krisis. Perusahaan yang juga ditangani Papa dan Kak Romeo. Di tengah masa-masa pelik itu, tiba-tiba dia muncul di acara wisudaku. Beberapa minggu sebelum hari itu, aku tidak berani membayangkan bakal dapat pendamping wisuda selain Papa dan Mama. Pasalnya, aku baru saja putus dari Galang. Mantan pacarku yang merupakan seorang dokter di salah satu rumah sakit swasta milik Syadiran Group.             Tapi hari itu, Kak Sena dengan gagahnya hadir sambil membawa buket mawar raksasa yang bahkan harus dipegang tangan dua. Kemudian dengan caranya yang unik, hari berikutnya ia mengatakan sesuatu yang selama ini kuimpi-impikan. Kami jadian dan semuanya berjalan begitu cepat sampai akhirnya kami resmi bertunangan.             Kak Sena membukakan pintu mobil dan tersenyum. His signature smile. Ia mengenakan setelan kemeja putih dan celana hitam. Begitu tampannya sampai aku tidak ingin melepaskan pandangan darinya walau sedetik. Bahkan, sepersekian detik untuk berkedip pun seakan merugi bila itu mengurangi porsiku untuk menikmati keindahannya.              Kak Sena sebenarnya bukan tipikal cowok easy going seperti Kak Romeo. Pertama kali aku bicara dengannya adalah karena sebuah lukisan. Lukisan yang menggambarkan seorang kakak dengan adik perempuannya.             "Key," gumamnya ketika melihat inisial namaku di pojok bawah kanvas waktu itu.             "K for Kiara," sahutku. Membuatnya menoleh, kemudian tersenyum canggung.             Itu adalah percakapan pertama kami semenjak dia diadopsi oleh Om Agung dan Tante Ning. Saat itu ia duduk di bangku SMP yang sama dengan Kak Romy, panggilan kesayangan untuk Kak Romeo. Sedangkan aku masih berada di sekolah dasar.             Sejak dulu, Kak Sena tidak pernah memandangku sebagai wanita. Baginya aku adalah adik sahabatnya yang terkadang kelewat manja karena selain merengek dan merepotkan Kak Romy, aku juga merepotkannya. Dengan kata lain, ia juga menganggapku sebagai adiknya. Bahkan, caranya memperlakukanku setelah kami bertunangan tidak banyak berubah. Itu sebabnya aku berusaha lebih keras supaya membuatnya menyadari keberadaanku sebagai seorang wanita. Wanita yang layak sebagai pasangannya, bukan sebatas adik sahabatnya, apalagi adiknya sendiri.             Aku memandang Kak Sena yang sedang mengemudi, sekali lagi. Dan untuk kesekian kalinya aku jatuh cinta padanya, lagi dan lagi. Romeo            Gue bakalan marah kalau aja yang bangunin gue dari mimpi indah bukan orang yang ada di mimpi itu sendiri. Gila Man …, masih kebayang gimana bidadari cantik gue itu mengerling manja. Membuat gue yang terbangun langsung kayak dihantam palu “kenyataan” diiringi pertanyaan : kapan dia beneran jadi bidadari gue?             Setelah gue bukain pintu sebagai bukti kalau gue udah bangun, bidadari gue, s**t! Masih aja mimpi lo, Rom! Maksud gue Khayana, udah mau ngeloyor balik ke kamarnya kalau aja gue nggak cepet-cepet nahan tangannya.             “Kamu sakit, Na? Pucet gitu.”             Khayana yang udah mau ngeluarin jurus judesnya sebagai reflek karena gue udah nyentuh tangannya, tiba-tiba terdiam waktu dengar pertanyaan gue. Dia beralih menatap gue sebentar kemudian menarik tangannya lantas menjawab.             “Saya baik-baik aja. Meeting dimulai dua jam lagi. Bapak sebaiknya siap-siap.”             Nggak peduli sebanyak apapun gue mencoba lebih akrab, reaksi Khayana masih persis seperti saat pertama kali gue nawarin nganterin dia pulang atau makan siang. Waktu itu, Khayana malah lebih tertarik untuk membahas sosok baru yang akan bergabung dalam tim, yang saat itu gue sambut pada jam makan siang sebelum keesokan harinya dia benar-benar aktif.             Setelah dengan luwesnya gue cerita siapa sosok yang bakal gue temui dan gimana kami kenal satu sama lain, untuk pertama kalinya wajah gadis pujaan gue ini nggak datar-datar amat saat bicara. Sebaliknya, matanya berbinar penuh harap.             “Jadi calon wakil pimpinan yang bernama Anantasena ini umurnya dua puluh tujuh tahun?”             Gue mengangguk. “Ya …, seumuran saya lah,” jawab gue mulai ogah.             “Dia diadopsi waktu masih remaja sama Pak Agung?”             “Na, harus ya setiap detil dia kamu ulang-ulang lagi?” Gue menanggapi setengah kesal.             Dan sekonyong-konyong Khayana mendahului gue menuju ruang tunggu, menyongsong Sena, sahabat gue yang bakal resmi masuk jajaran direksi sehari kemudian. Saat gue akhirnya menyusul, Khayana udah memeluk Sena dari belakang. Sangat erat, seolah Sena benda lincin yang bakal terlepas kalau dia mengendurkan pelukan itu sedikit.             Lo mau tahu ekspresi gue saat itu? Kayak patung yang paling ganteng di bumi!             “Apa benar ini kamu? Kak Sena? Kak Sena kakakku?” gumamnya tepat di punggung Sena.             “Khayana, kamu apa-apaan?” tanya gue setelah mode “melongo” gue akhirnya sirna. Mendengar itu, seketika gue mendapat tatapan terkejut dari Sena.             “Khayana? Khayana Allura? Benar itu kamu?” Suara Sena tercekat, dipadu getaran hebat. Dengan gemetar, dia meraih tangan Khayana yang melingkari tubuhnya. Meremas jemari itu.             Hari itu, kalau aja nggak ada yang memberi tahu gue tahu bahwa Sena dan Khayana berasal dari panti asuhan yang sama dan mereka menganggap satu sama lain sebagai saudara, gue udah melayangkan tinju ke arah Sena karena berani menerima pelukan dari gadis lain setelah dia nembak Kiara. Beruntung keduanya cepat-cepat menjelaskan.             Dan penjelasan itu membuat gue ikut bahagia. Bahagia banget malah! Ditambah belakangan, gue tahu bahwa Khayana adalah teman SMA Kiara. Ada gunanya juga adik gue itu sekolah di sekolah negeri. Jadi dia bisa bergaul sama anak-anak model Khayana. Gila ya! Nih bumi emang sempit banget, apa gue lagi dipilih buat jadi pemeran utama serial telenovela yang mengisahkan gadis terpisah dari keluarganya dan bertemu pangeran tampan? 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN