Snow
Kashi berjalan penuh hati-hati di atas salju yang ia pijaki. Ia tersenyum karna musim favourite-nya sudah datang. Ya, musim dingin. Dimana sekelilingnya akan otomatis berubah menjadi warna putih karna salju. Oh ya, warna favorite-nya juga warna putih, dan itu menjadi salah satu alasan mengapa ia senang sekali kalau salju sudah turun.
Bekas pijakan sepatunya terlihat rapih berbaris di belakangnya. Tentu saja ada hal yang juga Kashi tidak sukai saat musim dingin datang, yaitu, musim dingin akan selalu menyulitkannya untuk berpergian keluar rumah. Selain karna cuacanya yang dingin, aspal jalan juga menjadi sangat licin untuk dipijaki. Hal itu mungkin akan membahayakan orang lain.
Tapi tetap saja, orang-orang terlihat sibuk dengan fikiran dan kegiatan mereka masing-masing. Contohnya seperti seorang Ibu yang sedang menggandeng tangan anaknya, untuk pulang bersama setelah sang anak pergi bermain. Lalu ada juga seorang anak muda yang seumuran dengan Kashi, sedang sibuk bekerja paruh waktu. Atau bahkan ada sepasang kekasih yang sedang duduk manis didekat kaca kafe sambil menikmati cokelat panas untuk menghangatkan diri.
Karna ia sedang menikmati libur musim dinginnya setelah ujian, walaupun tersisa dua hari lagi sebelum hari senin, Kashi memutuskan untuk bertemu dengan temannya Luna dan Yuna di kafe terdekat. Yah, walaupun cuma libur seminggu dan ini sudah jadi hari ke lima, Kashi ingin memanfaatkan waktu untuknya untuk keliling Hongdae, Korea Selatan.
Tak lamanya mereka sampai di kafe Snow, tempat dimana dia selalu bertemu dengan temannya. Kedua temannya yang melihat Kashi melalui jendela kafe, langsung melambaikan tangan. Sedangkan Kashi hanya tersenyum lalu segera masuk kedalam.
Melihat pesanannya yang sudah ada di atas meja, Kashi tersenyum bangga pada kedua temannya, "wah, kalian yang terbaik!"
"Iya, dong!" jawab Yuna bangga.
Luna mendekat lalu memasang wajah yang ingin bergosip. Menyadari tanda-tanda itu, Kashi ikut mendekat.
"Seojun kerja paruh waktu disini." Luna berbisik.
Kashi tidak terkejut. Ia tau kalau Seojun anak yang pekerja keras. Ia juga tau rumor tentang Seojun yang kerja dimanapun dan kapanpun yang ia suka selagi waktu yang ia buang menghasilkan uang. Dan itu benar adanya. Padahal Seojun anak kaya raya.
Oh ya, Seojun adalah teman sekelasnya sejak ia kelas 1 SMA. Dan saat Kashi naik kelas 2, Seojun tetap sekelas dengannya karna dia anak tercerdas di sekolah.
Di Korea, dibagi menjadi beberapa kelas dengan isi murid 35 orang. Biasanya terdiri dari kelas A, B dan C. Saat kenaikan kelas, nilai kalian akan menunjukan kalian akan masuk kelas mana.
Jika kalian termasuk dalam 10 besar, maka dikelas 2 kalian masuk kelas A. Jika nilai kalian berada dipertengahan maka kalian masuk kelas B dan jika nilai kalian buruk, kalian bisa masuk kelas C.
Maka dari itu murid-murid disini belajar sangat giat, walaupun beberapa diantara mereka tidak peduli dengan aturan itu. Banyak juga yang berfikir bawa kesuksesan bukanlah dari nilai, tapi dari bakat masing-masing tiap manusia.
Seojun dan teman-temannya memang geng yang popular. Terutama Seojun. Alasannya simple, karna dia tampan, pekerja keras dan juga jagoan. Kashi mengakui hal itu karna kharisma yang Seojun miliki benar-benar membuat mata siapapun menjadi silau.
Seojun memiliki tiga teman yang selalu bersamanya. Riki, Haru dan Jay. Seojun memiliki sifat yang sulit dijelaskan atau lebih tepatnya, mood-nya suka berubah-ubah.
Kashi juga tau, kalau geng mereka adalah geng yang terkenal di sekolah. Karna Seojun anak dari kepala sekolah, Jay memiliki orang tua yang memiliki perusahaan dan kekuatan menjaga ekonomi Korea, Haru memiliki orangtua seorang pengusaha dan Riki yang sudah terlahir menjadi orang yang kaya raya karna orangtuanya sama seperti orangtua Jay.
"Gue bingung kenapa dia masih kerja paruh waktu padahal orangtuanya kaya raya," ucap Luna.
"Sshh, semua orang kan punya alasan sendiri, Na," jawab Kashi.
"Iya sih tapi-"
"Pesanannya."
Tiba-tiba saja Seojun datang menaruh jus stroberi milik Yuna dan melirik sebentar kearah Kashi, tapi sedetik setelahnya ia menghindari pandangannya.
"Jangan dateng lagi," kata Seojun lagi dengan nada pelayan yang menyuruh tamunya agar datang lagi.
Jennie menahan tawanya sedangkan Luna menutup wajahnya yang memerah karna sedari tadi Seojun mendengarkan pembicaraannya.
Lalu mereka memutuskan untuk melanjutkan obrolan hingga larut malam. Membiarkan kejadian barusan menjadi angin lalu. Luna harap Seojun juga melupakannya.
*
"Ya! Buruan pulang, kafe mau tutup!" seru Seojun yang sudah tidak memakai celemek kafenya.
Yuna menantap Seojun dengan matanya yang sayu. Karna dicafe ini yang umurnya sudah 17 tahun boleh minum alkohol, Yuna dan Luna memesan banyak soju. Oh ya, dikorea sejak seseorang yang baru saja dilahirkan, mereka sudah diberi umur 1 tahun. Jadi umur orang Korea lebih satu tahun dibanding
Hanya Kashi yang tidak minum karna ia baru saja menginjak 17 tahun pada 2 desember kemarin. Ia juga tidak terlalu senang minum alkohol, alasannya untuk kesehatannya.
"Gue kan pelanggan! Jadi gue bebas disini kapan aja!" teriak Yuna.
Kashi membulatkan matanya, ia langsung mencoba menyadarkan Yuna. Disisi lain, Luna mulai mengangguk-angguk setuju dan menatap mata Seojun dengan tatapan mautnya.
"Jangan ganggu Kashi!!" teriak Luna cukup kencang sampai Seojun dan Kashi menutup kedua telinganya.
Kashi menatap Seojun tidak enak. Tentu saja wajahnya langsung berubah karna Seojun pasti sangat kesal sekarang, "ma—maaf gue lagi pesen taksi, makanya kita belum pergi. Sebentar lagi sampe kok, taksinya."
Seojun menatap keluar jendela, karna salju yang tiba-tiba turun cukup deras. Bagus yang tutup kafe hari ini adalah Seojun, kalau bukan, pasti Kashi dan yang lain sudah dipaksa pergi oleh atasannya.
Seojun menatap jam tangannya lalu menghela nafas berat, "kalian gue kasih waktu 10 menit," lalu ia berlalu pergi.
"Ya! Kenapa dia gak sopan banget sih?!" teriak Yuna terbata-bata.
"Udah-udah,” Kashi menenangkan.
Yuna dan Luna kembali bersandar pada kursi kafe. Sedangkan Kashi langsung menghembuskan nafas lega. Ia melirik kearah Seojun yang sedang terduduk diam tidak jauh di depannya. Ia terlihat sibuk menatap salju yang turun dengan kedua headphone ditelinganya.
Kashi sangat ingin menyapa Seojun, tapi ia tidak memiliki kekuatan untuk mengeluarkan suaranya. Ini karna ia terlahir dengan sifat yang pemalu dan sedikit tertutup. Kashi hanya akan banyak bicara dengan orang terdekatnya saja.
Tak lamanya taksi pesanannya datang. Kashi dengan susah payah membawa Luna dan Yuna untuk naik kedalam taksi. Setelah memastikan keduanya baik-baik saja, Kashi mengatakan alamatnya pada sopir lalu menatap kepergian taksinya begitu saja.
"Tas lo." Suara Seojun membuat Kashi kembali ke kesadarannya.
“Makasih—“
"Jangan dibawa perasaan ya. Gue bawain tas lo karna gue bener-bener harus tutup kafe."
Kashi menatap Seojun sebentar lalu ia memilih tersenyum tipis sebagai jawaban. Entah kenapa keduanya malah terdiam berdiri di depan kafe padahal keduanya bisa saja langsung pulang. Bisa-bisanya juga Seojun mengatakan hal itu padanya. Memangnya ada perempuan yang langsung baper saat dibawakan tasnya?
Seojun melirik tangan Kashi yang tidak memegang apapun. Ia menghela nafas lalu menarik tangan Kashi dan memberikan payungnya pada Kashi.
"Eh?"
Seojun langsung berlalu pergi menerobos salju yang turun, sedangkan Kashi menatap kepergian Seojun dalam diam. Ia menatap payung Seojun yang kini ada ditangannya, lalu ia tersenyum. Ternyata Seojun tidak seburuk yang ada dipikirannya.
“Yaudah besok aja deh balikinnya.” Ia membuka payungnya lalu segera pulang.