Adzan maghrib berkumandang. Ziu terbangun dari tidur yang terasa sangat panjang. Pertama-tama Ziu melihat bantalnya, takut jika ada jejak iler di sana. Apa kata dunia kalau cewek secantik dia ileran.
Mata Ziu memicing mencari keberadaan seseorang, yang tadinya berada di samping tubuhnya yang terlelap. Kemana? dahi Ziu mengerenyit. Melihat TV sudah dimatikam, Ziu berpikir mungkin Rizky sudah tidak ada disana. Ziu naik ke lantai atas, mencari keberadaan Rizky.
"Ky?" Panggil Ziu. Ziu menempelkan telinga kanan nya pada pintu kamar tamu, mungkin Rizky ada di dalam. Samar-samar Ziu mendengar suara seseorang.
Ceklek
Pintunya tidak terkunci ternyata. Kepala Ziu masuk kedalam kamar sementara tubuhnya masih di luar. Rupanya lagi sholat?, batin Ziu lalu menutup pintu kembali. Ziu kembali melangkah memasuki kamarnya yang berada tepat di sebelah kamar Rizky.
"Nggak mandi, nggak papa kali ya? kan... tadi cuma ketiduran? nggak keringetan dan nggak ileran juga." Ziu bermonolog. Hatinya berbunga-bunga meskipun ia sendiri bingung sebab nya apa. Ziu tidur menyamping ingin rasanya kalau menikmati tidurnya lagi. Tapi ini sudah masuk waktu maghrib, kata orang pamali buat tidur. Jadi Ziu sekedar memejamkan matanya, menikmati waktu senggang yang ada.
"Zi?"
Tok tok tok
Ziu membuka matanya ketika terdengar ketukan di pintu. "Iya?" Ziu membuka pintu kamar. Rizky sedang berdiri di sana.
"Udah shalat?" Tanya Rizky.
Ziu mengedipkan matanya beberapa kali sedang mencari alasan unuk berbohong kepada Rizky. "Gue... owh, lagi halangan." Jawab Ziu.
"Ada Adi di bawah. Kalau lho nggak sibuk, lho temuin."
Mulut Ziu menganga. Ngapain tuh kuman kesini?
"Gue ke bawah duluan, lho jangan lupa." Rizky mulai meninggalkan Ziu untuk menemui Adi yang baru datang lima menit yang lalu.
Adi datang atas permintaan Rizky, karena berdua saja dengan Ziu itu terasa kurang nyaman. Ya... meskipun ada mbak Muna bersama mereka.
Mendapat telepon yang tiba-tiba dan ternyata menguntungkan, tentunya Adi segera bergerak cepat. Adi tidak mungkin menyia-nyiakan kesempatan untuk bertemu dengan Ziu. Yang sering dia sebut Sweety.
"Ziu kemana Ky?."
Adi sedikit kecewa saat Rizky turun dari tangga hanya sendirian. Sedari tadi wajah Ziu yang ngangenin terus saja menggelitik. Ingin rasanya segera bertemu.
"Masih diatas, bentar lagi juga turun." Rizky duduk di sofa berseberangan dengan Adi. "Santai kali." Lanjut Rizky menyemangati.
Di atas Ziu blingsatan di atas ranjang, sungguh malas mau ketemu Adi di bawah. Ziu selalu merasa bangga, saat dirinya berpredikat cewek paling cantik di lingkungan nya. Namun jika predikat itu harus menarik perhatian lebih dari Adi? oh no! Ziu tidak sudi. Meskipun Adi selalu baik dan menaruh perhatian lebih, Ziu sedikitpun tidak tertarik. Ketertarikan nya hanya ada pada Rio, anak temen mama nya yang entah apa kabarnya.
Lima belas menit berlalu.
"Lho yakin dia ada di rumah?" Tanya Adi sudah tidak sabar.
Rizky mengangguk, "Dia ada di atas. Tapi nggak tau juga?" Ucap Rizky santai.
"Gue ke atas aja ya Ky?" Ucap Adi beranjak berdiri. Rizky melongo.
"Eh, eh? Nggak ada acara ke atas. Lho tunggu sini!" Ancam Rizky lalu membuka obrolan chat bersama Ziu.
"Lho nggak turun gue tinggalin lho berdua bersama Adi!"
Send
Di kamar Ziu masih blingsatan, bingung mau keluar kamar.
Kling!
Suara dari handphone milik Ziu. Ziu meraih handphone lalu menyalakan layar nya.
Mata Ziu membulat, kalimat yang Rizky kirimkan kepadanya sukses membuat nya duduk tegap seketika.
"Lho nggak turun gue tinggalin lho berdua bersama Adi!"
Wah...? benar-benar Rizky mengajak perang sama Ziu.
"Awas lho!" Pekik Ziu melompat dari atas ranjang. Diraihnya sengatan nyamuk yang tergeletak di sebelah tempatnya duduk.
Ziu bergegas menuruni tangga, berhenti tidak jauh dari Rizky yang menatapnya tanpa berkedip. Berbeda dengan Adi, cowok itu berdiri lalu mendekat kearah Ziu. Ziu tidak sadar dengan kehadiran Adi, karena pandangan nya hanya tertuju kepada Rizky. Ziu siap berperang.
Ziu mengacungkan sengatan listrik itu di depan Rizky "Kita perang!" Pekik Ziu membuat Rizky terperanjak. Rizky masih belum mengerti kemana jalan pikiran nya Ziu.
"Lho juga!" Teriak Ziu beralih pada Adi. Adi mengangkat tangan nya sembari tersenyum nyaris tertawa.
"Santai Sweety...? Mau dengar nggak puisi dari bang Adi?"
Diluar dugaan, Ziu ternyata langsung berganti ekspresi. "Tolongin gue Ky?" Ziu dengan manja mendekati Rizky. Duduk di sebelah Rizky mengerucutkan bibirnya. Takut-takut Ziu melirik Adi, perasaan jijiknya langsung berkembang besar.
Seakan tidak terpengaruh dengan sikap Ziu kepadanya, Adi malah meraih sebuah kertas yang terlipat rapi di saku celananya. Ehem, Adi mengetes suaranya jangan sampai memalukan di depan Ziu.
Adi memulai aksinya.
Sweety....
Sengaja ku tuangkan perasaan cinta ini melalui bingkaian kata, yang tercipta dari manisnya senyum mu yang terukir.
Sweety....
Aku tau... tanpamu aku merasa tak berarti apa-apa, tak bermakna. Karena semua yang kupunya mengatas namakan dirimu.
Sweety....
Jika malam bisa berganti malam,
Jika terang bisa berganti gelap,
Jika senyum bisa berganti tangis,
Aku akan aku pastikan, CINTA aku ke kamu, akan selalu sama. Tidak akan pernah berubah.
I love you Ziu.....
Lagi-lagi Adi tersenyum di akhir puisinya. Ziu menunduk, merasa rasa jijik dan malu berpadu menjadi satu. Apalagi suasana yang begitu sepi menambah atmosfer yang berubah canggung.
Tiba-tiba Rizky berdiri dan bertepuk tangan.
"Sweet banget." Puji Rizky kepada Adi.
"Lho beruntung tuh Zi? Adi puitis banget loh?" Lanjut Rizky memandangi Ziu yang tumben-tumbenan malah diam didekati Adi.
Adi dan Rizky saling beradu pandang. Masing-masing merasa bingung melihat Ziu yang cuma menunduk.
"Zi?" Rizky mendekati dan menyentuh bahu Ziu. Ziu mendongakkan kepalanya. Saat itulah Rizky tau kalau Ziu sedang sedih. Air matanya menggenangi mata bening tersebut.
"Lho kenapa nangis, Zi?" Adi menghambur ke samping Ziu. Namun dengan gerakan tangan nya Ziu melarang Adi untuk mendekat. Adi menurut.
"Kenapa?"
Rizky bertanya tangan nya sudah bukan di bahu Ziu lagi.
Ziu bergeming, "Kenapa mesti si kuman coba? kenapa bukan Rio aja?" Ucap Ziu tersedu-sedu.
"Kuman bisa nggak sih, tukar posisi sama Rio?" Kali ini Ziu berteriak. Dia jadi tidak jadi menangis.
Rizky dan Adi mencoba bersabar, toh tidak akan ada habisnya meladeni Ziu yang selalu seperti ini. Seharusnya Rizky dan Adi dari awal tau, kalau Ziu tidak akan pernah memasukkan perasaan dan emosinya terlalu lama. Ibaratkan angin bertiup ke selatan, lalu balik lagi ke utara.
"Mending Sweety istirahat ke kamar aja. Biar enakan?"
Rizky membenarkan "Bener Zi, lho mending istirahat deh sekarang." Timpal Rizky lalu membantu Ziu berdiri. Namun hanya sampai di situ, Ziu naik ke kamarnya sendirian dengan langkah pelan. Adi menghembuskan nafasnya lega, begitu Ziu hilang dari pandangan.
"Lho mesti sabar Di? konsekuensi mencintai itu, kita harus bisa menerima bagaimanapun karakternya."
"Lho kan udah kenal Ziu lama?" Rizky tersenyum sudah kembali duduk di sofa. Adi melakukan hal yang sama, kepalanya dia sandarkan di tepian sofa.
"Gue masih kaget aja." Respon Adi setelah sekian lama diam.
"Tapi gue yakin, Ziu gue nggak bakalan bisa bertahan sama cowok lain selain gue." Rasa percaya diri Adi belum juga hilang. Bagaimanapun dia adalah Adi, cowok yang tidak pernah mati gaya, mati senyum dan mati percaya diri.
Rizky diam saja. "Kali ini lho salah Di. Lho nggak bisa nebak kedepan nya akan seperti apa. Hati seseorang tidak bisa lho ikat dengan paksa, kalau lho paksa dia bakalan berontak. Dan pastinya bakalan ninggalin lho pada akhirnya".
"Hati itu nggak bisa dipaksa seperti kita membentuk tanaman khias. Hati itu lemah dan rentan untuk sakit."
"Mungkin Ziu membenci, tapi bukan berarti dia nggak bisa didekati. Mungkin Ziu keras, tapi dia bisa nangis juga. Itu tandanya dia punya hati. Dan lagi-lagi... hati nggak bisa dipaksa sembarangan."
"Gue memang terganggu sama sikap dia yang nyamain kuman sama manusia, tapi dia tetap sepupu gue. Sepupu satu-satunya yang sangat gue sayangi. Jangan sampai lho sakitin dia, karena gue nggak bakalan terima."
"Karena itu... gue bersyukur, setidaknya gue masih mempunyai alasan untuk terus hidup. Menjaga mama, dan orang yang gue sayang."
Rizky tenggelam dalam pikiran nya sendiri. Sibuk bermonolog dengan dirinya sendiri. Telinganya seakan tuli, tidak mendengar apa yang dari tadi Adi katakan. Adi yang sedari tadi terus saja memanggil namanya.
"Ngelamun aja lho Ky! udah adzan noh." Adi menggoyang paha kiri Rizky.
"Lho mikir apaan?" Tanya Adi begitu Rizky sadar. Pertanyaan Adi malah tidak dijawab oleh Rizky.
"Lho...? jangan-jangan mikirin Syifa ya? lho iri lihat gue romantisin Ziu? ngaku aja udah."
"Sok tau banget lho. Udah ah, gue mau sholat." Ucap Rizky terkekeh.
Rizky beranjak dari duduknya berjalan memasuki kamar mandi di lantai bawah. Lima menit kemudian keluar dari kamar mandi. Berhenti sebentar di anak tangga yang pertama, "Sholat lho! mau lho di sholatin dulu, baru mau sholat? Rizky berujar, lalu mulai melangkah menaiki tangga.
....
Hari mulai beranjak larut, jam dinding menunjukkan pukul 10 lewat 58 menit. Waktu yang sangat pas untuk pergi tidur. Adi baru naik keatas menyusul Rizky, karena Rizky sudah beberapa jam yang lalu dia naik ke atas. Jadi Adi di bawah sendirian, hanya ditemani secangkir kopi dan sepiring bolu buatan ART pemilik rumah.
Adi menyentuh gagang pintu kamar tamu, namun hatinya ragu untuk masuk. Dia urungi niatnya untuk masuk, beralih ke depan pintu kamar sebelahnya. Itu kamarnya Ziu. Lama Adi berdiri di sana sama sekali tidak ada pergerakan. Pandangan Adi fokus kepada bentangan kayu yang berwarna coklat tua, ada foto Ziu disana sedang berlarian di pantai.
Suasana tamaram seperti menemani malam Adi, cowok itu berdiri bersandar di depan pintu kamar milik Ziu. Sepertinya Adi benar-benar menaruh hatinya pada sosok Ziu, meski Adi tau tidak ada jaminan cintanya akan disambut baik oleh sang pujaan.
Jika waktu yang bisa merubah lho buat suka ke gue? gue berharap kalau waktu bakalan bergulir dengan cepat. Gue gak sabar... untuk menjadi cowok paling bahagia sebab cinta gue lho balas. Batin Adi berucap.
Adi meraih sesuatu dari dalam saku celananya. Kertas yang berlipat rapih, namun dengan warna kertas yang berbeda. Adi membalikkan tubuhnya sebelum dia berjongkok. Kertas berwarna itu Adi kecup cukup lama, lalu dia selipkan di bawah pintu. Kembali Adi berdiri melangkah menuruni tangga. Adi memutuskan pulang saat itu juga, tanpa sepengetahuan pemilik rumah.
Setiap langkah yang Adi lalui, dia selalu berharap jika Ziu selalu bahagia. Dan esok pagi... Ziu akan membaca surat darinya dengan senyum yang mengembang. Adi berjanji pada dirinya sendiri, Adi akan membahagiakan Ziu kapanpun dan bagaimanapun.
Adi menikmati jalanan malam yang terasa sepi, berbeda dengan suasana di pagi dan di siang hari. Ini adalah pertama kalinya Adi merasakan bagimana jalanan malam, sebab Adi menghormati ajaran papanya agar tidak keluar malam.
Rumah Adi cukup jauh dari rumah Ziu, jadi sedikit lama untuk dia sampai. Melewati jalanan yang sepi Adi menepikan motornya.
"Itu kan...Syifa bukan ya?" Adi menajamkan penglihatannya, berharap jika dia salah lihat. Cewek yang berdiri di pinggir jalan itu sebenarnya memang Syifa, baru pulang dari bekerja. Adi melangkah mendekati cewek tersebut meninggalkan motornya di tempat.
"Syifa!" Panggil Adi beberapa langkah lagi sampai di samping cewek tersebut. Cewek itu menoleh.
"Lho ngapain Syi, di tempat sepi begini malem-malem?" Adi merasa heran. Apalagi... dengan rok mini yang di kenakan Syifa yang tidak seperti biasanya. Adi memalingkan wajahnya menghormati Syifa dan dirinya sendiri.
"Nih! pakai jaket gue."
"Lho belum jawab pertanyaan gue, jadi lho ngapain di sini dan di jam segini?"
Bukannya menjawab, Syifa malah diam. Wajahnya menunduk tidak berani membalas pandangan Adi kepadanya. Lama tidak direspon, Adi segera melilitkan jaket di tangannya di pinggang Syifa. Hal itu membuat Syifa bergetar, ingin rasanya menangis.
"Masih belum mau cerita? owh... gue rasa Rizky belum tau hal ini kan?" Ucap Adi seketika membuat Syifa terperanjat. Tidak, Syifa tidak ingin kalau Rizky mengetahui kelakuannya sekarang. Syifa tidak mau kalau Rizky kecewa padanya.
"Jangan kasih tau Rizky, please?" Mohon Syifa.
"Gue bakalan lakuin apapun, asal lho nggak bilang soal ini ke Rizky." Air mata Syifa mengalir. Bagaimanapun caranya Syifa akan memohon kepada Adi untuk melepaskannya kali ini. Adi menyunggingkan senyumnya. "Lho kira gue ini apaan? Lho pikir gue ngambil kesempatan dalam masalah ini?"
"Gue cuma mau tau Syi, kenapa temen gue bisa di pinggir jalan jam segini. Dan lho itu cewek." Suara Adi mulai meninggi dan menekankan kata-katanya.
"Lho duduk dulu." Suruh Adi. Syifa menurut, rasa malu membuat dirinya tidak bisa menolak. Sekarang teman sekolah nya sudah tahu kekurangan dirinya. Apalagi yang bisa dibanggakan? harta tidak punya, prestasi tidak punya dan harga diripun tidak punya.
"Sekarang... Lho pasti berpikiran buruk tentang gue. Cewek murahan seperti gue... pada akhirnya nggak akan ada yang mau bergaul sama gue."
"Tapi kenapa gue nggak?" Adi menyanggah ucapan Syifa. "Pasti ada alasan dibalik setiap sesuatu."
"Gue anter pulang yuk! ini udah tengah malam, besok Lho harus sekolah juga."
"Gue bisa pulang sendiri kok, Di. Tapi... gue mohon ya? jangan beritahu Rizky. Gue nggak mau dia kecewa sama gue."
"Tenang... gue jaga rahasia."
Adi lebih dulu berdiri dan menyalakan motornya. Melihat Syifa dalam situasi seperti ini, meskipun Adi tidak tahu sebabnya apa, tetapi dia sangat merasa kasihan. Adi tahu Syifa tidak menginginkan hal in. Syifa adalah cewek berkepribadian yang sangat menjunjung harga diri. Jadi, jika dia melakukan hal itu, mungkin ada alasan yang tidak bisa dia hindari.
"Mau di situ sampai pagi?"
"Nggak" Ucap Syifa, dia segera berdiri dan mengambil helem yang diberikan Adi kepadanya. Malam ini Syifa menemukan satu lagi malaikat dalam kehidupannya.
.......
Pukul 01.15 menit, Adi sudah sampai dibalik pagar coklat milik Syifa. Adi mengantarkan Syifa terlebih dahulu meskipun sebelumnya banyak perdebatan yang terjadi.
"Lho selesaikan masalah yang ada, jangan malah lho lari kayak tadi."
Syifa tersenyum, sedikit merasa lebih tenang. Syifa bersyukur karena tadi bertemu Adi.
"Seperti gue yang nggak pernah ninggalin Ziu, jadi lho gak boleh asal ninggalin gitu aja." Sambung Adi.
"Malasih banyak ya, Di? gue berhutang banyak sama lho." Ucap Syifa.
"Nggak usah sungkan sama gue. Lho itu sahabatnya Ziu, otomatis lho juga salah satu orang yang berarti bagi gue."
"Yaudah... lho masuk gih! gue mau pulang. Bye!"
Adi menyalakan motornya. Setelah berpamitan sekali lagi dia segera menjalankan motornya kembali. Hari sebentar lagi akan berubah pagi, Adi takut tidak sempat tidur dan besok waktu jam pelajaran malah mengantuk.
Adi mengemudikan motornya dengan kecepatan sedang, mungkin sekitar dua puluh lima menit dia akan sampai di rumah. "Alhamdulillah... sampai juga." Lirih Adi memasukkan motornya ke garasi. Dibukanya pintu depan dengan kunci cadangan yang dia punya. Papanya tidak boleh tau kalau Adi pulang larut malam menjelang pagi seperti ini, bisa-bisa nanti motornya disita. Derap langkah kaki dari arah dapur mengagetkan Adi. Muncul ART nya disana membawa segelas air putih.
"Baru pulang mas Adi?" Tanya ART tersebut.
Adi mengangguk kecil, "Mbak bawa air buat apa?" Tanya Adi mengurungkan niatnya memasuki kamar.
Si ART tersebut tersenyum, "tenggorokan mbak gatel, makanya mau minum air hangat."
"Owh, yaudah aku masuk dulu mbak mau tidur." Sahut Adi lalu memasuki kamarnya.
Pagi harinya di sekolah, Ziu sedang duduk di bangkunya bersama Syifa. Mereka sedang belajar karena nanti jam kedua ulangan matematika. Bangku dipenuhi oleh buku-buku, kertas coretan dan alat tulis. Sesekali Syifa menggeser peralatan menulis milik Ziu, karena sebagian besar melebar ke tempatnya.
Jam pertama memang beberapa kelas sedang tidak ada gurunya, disebabkan ada semina antar sekolah. Kelas yang tidak ada gurunya diantaranya adalah kelas nya Ziu dan kelasnya Adi.
"Zi? ada Adi tuh nyamperin ke sini." Bisik Syifa tidak mengalihkan pandangannya dari soal-soal latihan.
"Males, ah. Udah biarin aja." Ketus Ziu. Ziu berkonsentrasi penuh pada soal-soal yang sedang dia kerjakan.
"Boleh ngomong bentar?" Tanya Adi berdiri di samping bangku Ziu dan Syifa. Baik Ziu ataupun Syifa tidak ada yang merespon. Dalam hati mereka sebenarnya bingung, siapa yang diajak bicara oleh Adi. Syifa berpikir mungkin Adi berbicara kepada Ziu, seperti yang dia tahu kalau cowok itu cinta mati sama teman nya tersebut. Lain lagi di hati Ziu yang sama sekali tidak tertarik dengan obrolan yang berasal dari si Adi.
"Respon dong Zi? biar kita belajarnya nggak terganggu." Ucap Syifa kepada Ziu.
Ziu mengedikkan bahunya "Males gue, mending sama lho aja." Sahut Ziu.
"Sorry, gue kesini mau ngomong sama Syifa bukan sama sweety Ziu." Adi kemudian bersuara. Secara bersamaan Ziu dan Syifa mendongak menatap Adi, lalau saling lirik satu sama lain.
Dahi Ziu berkerut "kok, tumben? biasanya nyariin gue." Kembali Ziu mengerjakan soal latihan matematika yang belum terselesaikan. Membiarkan Adi menyelesaikan urusan nya bersama Syifa. Tapi dalam hati Ziu sebenarnya kepo banget. Ada masalah apa antara Syifa dan kiman yang biasanya terus mengekorinya.
"Lho mau ngomong apa ya, Di?"
Adi menyodorkan tas plastik berwarna merah. Di dalamnya ada kotak bekal berwarna hijau.
"Buat lho, takutnya lho belum makan." Ucap Adi.
"Terimakasih." Balas Syifa dengan suara pelan. Diambilnya kotak bekal itu dari tangan Adi. Ziu diam-diam melirik kotak bekal yang Syifa letakkan di atas meja. Bibir Ziu mengerucut, entahlah di dalam hatinya merasa dongkol padahal dirinya membenci Adi. Tapi melihat bagaimana baiknya Adi kepada Syifa, itu terlihat sangat sweet.
"Gue ke kelas. Jangan lupa di makan." Adi mengingatkan lalu berbalik keluar dari kelas Ziu dan Syifa. Syifa memandang kotak bekal di depannya dengan pandangan kosong. Syifa berpikir jika dirinya telah membuat kedua temannya, yaitu Rizky dan Adi di dalam masalah hidupnya. Entah Syifa harus bersyukur, atau malah harus menyesali semuanya. Syifma merasa tertekan, serta marah kepada dirinya yang tidak bisa apa-apa.
Syifa menutub buku belajarnya, membereskan lembar kertas dan alat tulis yang dia pakai. Jemarinya mulai membuka kotak makan yang Adi berikan. Syifa menoleh kepada Ziu, ternyata Ziu sedang melihat isi dari kotak makan tersebut. "Mau makan bareng?." Tanya Syifa menggeser kotak makan itu di tengah-tengah. "Lho makan aja deh, itu kan dari kuman." Sahut Ziu menolak ajakan Syifa. Syifa mengerti kalau Ziu tidak akan memakan apapun yang dia tidak yakin.
"Yaudah." Ucap Syifa mulai menyuapkan butiran nasi dan lauk ke dalam mulutnya. Rasanya enak, ayam rendang dari Adi terasa begitu pas. Nasi sudah habis separuh Syifa menghentikan makannya. Ditutupnya kembali bekal dengan pelan kemudian membungkusnya dengan tas plastik seperti semula.
"Buat nanti siang ah, biar nggak usah beli makan lagi." Syifa bergumam.
"Sejak kapan lho deket sama kuman? " Tanya Ziu meletakkan pensilnya di atas kertas coretan.
"Sejak gue kenal sama lho. Sejak Adi ngejar-ngejar lho." Kekeh Syifa membuat Ziu jengkel.
"Iyuuuh! males banget lho ngomong kayak gitu. Udah ah, gue males bahas kuman." Cerocos Ziu mengambil pensilnya kembali.
BERSAMBUNG