Masih di tempat yang sama, di depan kelas Ziu. Adi dan Rizky masih di sana menunggu Syifa keluar.
"Lama lho."
Timpal Adi. Matanya mengamati satu-persatu murid yang masuk kedalam kelas Syifa. Sedangkan Rizky, dia sedang mengetik sesuatu di handphone nya. Setelah selesai dia kembali menunggu dengan sabar.
"Mending masuk deh, Ky. Ngikutin lho lama."
"Bentar, bentar." Sahut Rizky kalem.
Tidak berselang lama, Syifa keluar dan menghampiri Adi dan Rizky. Masih dengan gaya biasanya Syifa terlihat rapih dan sederhana. Syifa dan Rizky saling melempar senyum, menyisihkan Adi yang berada diantara keduanya.
"Kenapa Ky?" Tanya Syifa sesekali melihat kedalam kelas.
Rizky menautkan kedua tangan nya "Gue... cuma mau bilang makasih banyak, nih sepatunya gue pakek."
Syifa mengangguk, pandangan nya tidak bisa fokus kepada wajah Rizky. Apalagi cowok di sebelah Rizky yang sedari tadi terus cengengesan, terkesan menggoda Rizky dan Syifa.
"Udahlah ya....? tembak, tembak." Celetuk Adi lalu meninggalkan Rizky bersama Syifa. Syifa perlahan menyentuh pipinya yang terasa memanas, dan sensasi di hatinya yang terasa menggelitik.
"Yaudah, itu aja kok. Gue balik ke kelas ya?"
Syifa mengangguk. Rizky mundur dua langkah sebelum berbalik dan meninggalkan Syifa. Syifa masih mematung, menyaksikan punggung Rizky yang mulai menjauh.
"Gara-gara ada lho Ky, gue berasa punya saudara."
"Gara-gara sikap hangat lho ke gue, setiap hari gue merasa nggak kesepian lagi. Lho seperti kakak kandung buat gue, terimakasih." Batin Syifa berucap.
Syifa kembali duduk di bangkunya, di sebelahnya ada Ziu sedang memperhatikan buku tangan nya yang tumbuh teratur.
"Sepupu gue ya?" Ziu bertanya, sebentar memandang Syifa yang diam saja.
"Jangan salah paham, jangan baper sama dia." Ucap Ziu to the point. Itu membuat Syifa mengerenyitkan dahi sekaligus tersenyum dalam waktu bersamaan.
"Kayak nya lho deh, yang salah paham ke gue?"
"Maksud lho apa?" Sahut Ziu tidak terima.
Pandangan Syifa menerawang. Teringat waktu pertama kali bertemu dengan Rizky, cowok itu begitu baik padanya. Padahal mereka belum kenal lama, tapi Rizky dengan ikhlas mau membantunya. Saat warung ibu nya hampir roboh, Rizky yang menjadi pelanggan tetap ibu nya dengan senang hati membantu. Setiap sepulang sekolah, Rizky selalu datang untuk membantu merenofasi warung. Berkat Rizky juga, sekarang warung ibu nya Syifa bertambah maju. Bertambah juga dagangan nya, bukan hanya menjual bahan pokok. Tapi juga menyediakan makanan cepat saji. Syifa merasa sangat bersyukur.
"Rizky itu... malaikat penerang dalam hidup gue Zi. Jangan lho kira, kalau sikap baik gue selama ini ke Rizky itu karena gue suka sama dia. Lebih dari itu."
Syifa menjeda ucapan nya.
"Gue udah anggep Rizky itu kakak gue sendiri."
"Owh...jadi, gitu?"
Sahut Ziu terkesan kurang dramatis. Ziu memang selalu seperti itu, tidak gampang masuk kedalam suasana yang orang lain rasakan. Tapi begitu dia merasakan sendiri? dia akan menjadi orang yang paling menjengkelkan.
"Terus... gimana sama cowok korea lho itu?" Syifa menyambung kembali pembahasan mereka sebelum nya, sempat tertunda karena kehadiran Rizky.
"Ya, gitu? masak dia udah punya pacar? nggak nungguin gue." Ziu memajukan bibirnya.
"Pasti cantik banget tuh pacarnya." Cetus Syifa. Masih belum menyadari ketajaman pandangan Ziu kepadanya. Ziu merasa lelah dengan ulahnya sendiri, sampai matanya merasa perih dan harus mendapatkan usapan manja dari jarinya yang lentik.
"Lho mau tau? nih!" Ziu memajukan layar handphone nya tepat di depan wajah Syifa. Refleks Syifa memundurkan kepalanya, tanpa berkomentar apapun.

"Masih manisan lho kok, Zi?" Komentar Syifa.
"Masak sih?" Ziu kegirangan lalu ditariknya kembali handphone itu dari depan Syifa. Ziu menelisik wajah cewek itu, lalu membandingkan nya pada diri sendiri melalui pantulan dirinya di kaca. Ziu meletakkan kembali handphone nya ke dalam tas, senyum nya sudah tidak bisa ditahan lagi. Pujian dari Syifa membuatnya terbang, dan tentunya kembali mempunyai kekuatan untuk mendekati Rio. Si cowok korea, yang menurutnya tanpa kuman.
"Gue kembali Oppa Rio.....? "
Ziu keluar dari taxi yang mengantarnya pulang ke rumah. Mood nya langsung turun begitu tau kalau mobil jemputan yang biasanya dia pakai, harus mengantar mamanya ke solo karena urusan pekerjaan. Parahnya ternyata besok pun mobil itu belum bisa dia pakai, karena mamanya baru pulang besok sore.
Langkah kaki Ziu terseok-seok, dia memasuki gerbang rumahnya dengan langkah malas. Seakan otot di kakinya sedang mati rasa. Tadi di sekolah Ziu kena hukuman, akibat tidak memperhatikan ketika guru menjelaskan materi. Terlalu sibuk berdandan, grasak-grusuk jadinya ketahuan. Alhasil... dia dihukum berdiri di lapangan sampai jam pulang sekolah. Bedak yang tadinya melekat indah, meleleh seketika.
"Mbak? bawain minuman dingin ya ke kamar?." Teriak Ziu begitu memasuki rumah. Langkah nya menuju kamarnya yang terletak di lantai atas. Ziu merasa badan nya bau keringat, parfume mahalnya sudah terkontaminasi oleh kuman yang sudah bersarang.
ART yang bernama Muna datang dari dapur dengan terburu-buru.
"Kok, mbak Muna yang dateng? mbak Sri kemana?" Tanya Ziu menyatukan ujung alisnya.
"Mbak Sri lagi ikut nyonya non, besok baru balik." Jawab Muna.
"Yaudah, jus melon bawain ke kamar." Perintah Ziu. Mbak Muna mengangguk mengerti. Ziu kembali melangkah menuju kamarnya. Tertatih dia menaiki satu persatu anak tangga, Mbak Muna yang melihatnya merasa was-was. Takut kalau majikan nya itu terpleset lalu terjatuh. Sampailah Ziu di depan kamarnya, tidak sabaran Ziu memutar gagang pintu. Baru masuk kedalam kamar, Ziu mencium sesuatu yang aneh. Buru-buru Ziu membuka pintu kamarnya lebar-lebar, lalu keluar dari sana dengan perasaan bingung. Ada bau aneh di kamarnya. Harusnya tidak ada bau seperti itu dikamar seorang Ziu, kamar itu selalu bersih tanpa kuman. Serbet yang dipakai mengelap meja aja selalu ganti setiap harinya. Begitu juga dengan semua peralatan makan, Ziu hanya mau jika tertera namanya dibaliknya.
"Ini non, minuman nya."
Mbak Muna menyadari raut panik dari majikannya.
"Tarok aja mbak. Sekarang, mbak coba chek ke dalem."
"Ngapain non?" Tanya mbak Muna, tapi perlahan mulai memasuki kamar milik Ziu.
"Ada bau aneh. Mbak cari ada apa di dalem."
Dari pintu Ziu melihat Mbak Muna mnutup hidungnya. Semakin yakim Ziu jika ada yang tidak beres.
"Aaaaaaccchhh.... ."
Mbak Muna ngacir keluar dari kamar Ziu. Ziu jadi panik seketika, wajahnya pucat dan bergetar.
"A_ada apa mbak?" Ziu ketakutan.
Dibayangan Ziu di dalam kamarnya ditemukan mayat, dan kondisinya mengenaskan.
"A_a_ada mayat kucing di dalem." Jawab mbak Muna juga ketakutan. Ziu bertambah pusing, dari mana bangkai kucing itu berasal. Padahal pintu kamarnya selalu tertutup.
"Mbak bersihin ya?" Rengek Ziu. Mbak Muna menggeleng kuat, sangat ketakutan. Dipaksa pun tetap tidak mau, malah langsung kabur ke bawah. Ziu sudah tidak tau harus bagaimana, tidak ada yang bisa dimintain tolong.
"Haduuh...gimana nih?" Ziu mondar mandir di luar kamar.
"Ah! Rizky! ya, Rizky bisa gue mintain tolong."
Dengan semangat Ziu turun dari tagga menuju keluar rumah, menemui Rizky di rumahnya. Rizky baru saja pulang dari sekolah, sedikit terlambat karena ada perlu sebentar di toko buku. Sama seperti Ziu, hari ini mamanya tidak ada di rumah. Baru kembali besok sore dari Solo. Rizky berjalan santai kedalam rumah.
"Ky!" Rizky membalikkan tubuhnya.
"Tolongin gue Ky? Please?." Pinta Ziu, tanpa Rizky tau sudah menarik tangannya keluar dari rumah.
"Bentar, bentar Zi. Ini kenapa sih?." Ziu dan Rizky berhenti di depan pagar rumah Rizky.
"Nggak ada waktu lagi Ky? ada mayat di kamar gue?"
"Mayat?" Rizky syok bukan main.
"Mayat kucing maksudnya." Sanggah Ziu menyadari ucapan nya kurang tepat.
Sorot mata Rizky melemah "yaudah, mana?" Rizky kembali melangkah menuju Rumah Ziu. Begitu sampai, Rizky langsung saja masuk dan bertanya dimana letaknya bangkai itu.
"Di kamar gue." Tunjuk Ziu lalu melangkah mendahului Rizky, menaiki anak-anak tangga.
Rizky masuk kedalam kamar Ziu. Bau bangkai langsung tercium meskipun baru diambang pintu. Rizky menutup hidungnya dengan sebelah lengan, tidak kuat dengan bau bangkai yang menyengat. Bangkai kucing yang membusuk itu ternyata berada di bawah tempat tidur Ziu. Begitu tau dimana letaknya, Rizky kembali ke luar menemui Ziu.
"Serokan mana?" Tanya Rizky.
"Dimana ya?" Ziu menggaruk telinganya merasa bingung sendiri. Benda itu ada kuman nya, mana pernah dia pegang benda itu.
"Mbak Muna? bawa serokan mbak." Teriak Ziu dari atas.
'Bener-bener nih anak? jangan-jangan... tante Yeti nemuin dia di sungai. Beda banget sama orang tuanya' batin Rizky mengamati Ziu yang sedang panik.
Perhatian mereka berdua beralih kepada mbak Muna, ART yang membawa serokan permintaan Ziu. Muna menyerahkan serokan itu kepada Ziu.
"Langsung kasih Rizky aja mbak." Tolak Ziu memundurkan badannya. Rizky sudah menduga hal itu.
"Sini, mbak." Rizky membawa serokan itu ke dalam sebagai alat pembuang bangkai. Hanya tersisa bekas bangkai yang mungkin hanya tertinggal baunya saja di sana. Rizky melangkah menuju pintu, di sana dia melihat Ziu mengerenyit jijik. Rizky menggeleng pelan, segitu anak manjanya Ziu. Padahal diwaktu kecil dulu dia tidak semanja sekarang.
"Buang yang jauh." Pinta Ziu.
"Gue minta cangkul, gue mau kubur." Balas Rizky lalu menuruni tangga. Dari tangga Rizky bisa mendengar suara Ziu yang meminta ART nya membersihkan kamar, serta bertanya dimana letak cangkul.
......
Ziu mengamati Rizky yang sedang menggali tanah dengan cangkul. Pikiran pendek Ziu bercabang, menelaah kuman jenis apa saja yang berada di tanah tersebut. Perhatian Ziu beralih kepada cangkul yang dipegang Rizky, beralih ketangan cowok itu yang mulus dan merambat ke wajah Rizky yang? Ah! Apaan gue? itu si Rizky! bukan Rizky Nazar! Dalam hati Ziu mengomeli dirinya sendiri. Tadi tiba-tiba dia terpesona kepada sepupunya sendiri.
Kembali Ziu mengontrol pikirannya. Benar-benar mengamati Rizky yang saat ini sedang memasukkan bangkai kucing kedalam tanah, lalu menimbunnya dengan tanah kembali. Setelah selesai Rizky meletakkan kembali cangkul itu di tempat yang semula. "Gue pamit." Ucap Rizky menghampiri Ziu. Ziu mengangguk saja, tidak begitu perduli. Sejujurnya Ziu masih kepikiran dengan pikirannya sendiri, yang sempat terpesona dengan Rizky. Taapi Ziu selalu menekankan jika Rizky juga memiliki kuman, meskipun dia sepupunya sendiri. Jadi satu-satu nya cowok yang bagi dia tidak ada kuman nya ya... hanya Rio?
"Lho, sama siapa di rumah?" Tanya Ziu.
"Gue sendiri. Emang kenapa?" Rizky balas bertanya.
Ziu menimbang-nimbang kata-katanya. Sedikit membuat Rizky menunggu.
"Kalau lho mau, malem ini lho tidur di sini." Jawab Ziu. Rizky tersenyum, menganggap Ziu ketakutan kalau rumahnya sepi. Berbeda dengan dirinya yang terbiasa sendiri.
"Kenapa lho senyum? ih! Rizky?" Rajuk Ziu hampir saja memukul lengan cowok itu. Tapi di urungkan karena Rizky ada kuman.
"Boleh deh, kalau lho takut." Goda Rizky sebelum menetralkan mimik wajahnya kembali.
Jauh dari yang Ziu tau, Rizky sangat menyayangi gadis itu. Rizky seperti mempunyai seorang adik, jika berhadapan dengan Ziu. Hidup berdua bersama sang mama, dan kadang seringkali ditinggal untuk urusan pekerjaan. Membuat Rizky memimpikan mempunyai seorang saudara, dan mengisi hari-harinya yang sepi. Jika bukan karena bagaimana gadis di depan nya ini takut kuman, pasti Rizky sudah mengacak rambutnya yang licin dan berkilau.
Begitupun tanpa Ziu sadari, diam-diam Cowok yang berpredikat sepupunya itu selalu menjadi pelindung untuk dirinya. Di dalam sikap Ziu yang unik, anti kuman dan terkesan sombong, ada satu sisi yang membuat Rizky merasa bersyukur. Karena dengan sikap Ziu yang seperti itu... tidak akan ada cowok yang sembarangan mendekati dia. Kecuali Adi, teman dekat Rizky sendiri. Berkali-kali Rizky menanyakan kepada Adi, apa yang membuat nya begitu menyukai Ziu? Rizky menyebutkan satu-persatu kekurangan Ziu, tapi jawaban Adi begitu membuatnya yakin. Jika teman dekatnya itu tidak bermain-main dengan Ziu, sepupunya.
Namun kekawatiran Rizky kembali muncul, saat nama Rio mulai mengukir nama di pikiran Ziu. Rizky takut jika Ziu nantinya salah jalan, atau mungkin menjadi pribadi yang lain. Ziu memang sombong, tapi dia sangat polos dan tulus.
"Yaudah, gue pulang dulu belum mandi."
Rizky tersenyum. Sebelum akhirnya menghilang dari hadapan Ziu. Fiyuuh....
Ada angin segar di hati Ziu.
"Gue kenapa?" Ziu panik bukan main. Apalagi dahinya yang mulai berkeringat. Suhu tubuhnya berubah dingin.
"Fix! gue pasti sakit nih." Gumam Ziu sembari melangkah menuju kamarnya. Dia yakin kalau kamarnya sudah bersih bebas bau, bebas kuman dan bebas penyakit. Benar saja... begitu Ziu membuka pintu kamar, bau bangkai yang tadinya menyengat berubah menjadi bau harum pewangi ruangan. Ziu merebahkan tubuhnya di ranjang, sekelebat bau keringat mampir di indra penciuman nya. "Belum mandi gue." Gumam Ziu lalu beranjak menuju kamar mandi.
Lima belas menit membersihkan diri, Ziu keluar dengan badan segar dan sedikit basah. Rambutnya terurai bebas masih acak-acakan belum dikeringkan. Ziu mendengar handphone nya berdering, nada panggilan yang mengalun merdu menggugah minat. Dilayar handphone tertera nama sang mama. Ziu menggeser tombol hijau lalu menempelkan benda itu di telinga kanan.
"Iya, ma?"
"Sudah makan nak?"
Bibir Ziu mencebik, merasa kesal ditinggal sama mamanya. Padahal tadinya sama sekali tidak mempermasalahkan, jika mamanya pergi untuk kebutuhan kerjaan.
"Belum ma?" Rengek Ziu, kumat manjanya.
"Mama sih... main ninggalin anaknya? kan, gini jadinya?" Tambah Ziu begitu dramatis. Di seberang Yeti begitu sabar menunggu putrinya untuk berucap manja. Karena Yeti sangat, sangat menyayangi dan mencintai putrinya.
"Kan, masih ada Mbak Muna di sana Zi?"
"Tetap aja ma? berdua aja di rumah yang sebesar ini... sepi rasanya."
"Makanya... Ziu minta Rizky buat tidur di rumah." Kata Ziu pelan.
Gengsi Ziu itu tinggi, kata 'Minta' itu saja jarang untuk Ziu pergunakan.
"Yaudah baik-baik ya sayang? Mama sayang Ziu. Emmnuachh.... ."
"Love you.... ." Balas Ziu lalu mematikan sambungan telepon. Ziu meletakkan handphone nya kembali, tubuhnya yang masih berbalut handuk harus segera dipakaikan pakaian. Kulitnya yang halus perlu dioleskan lotion untuk disempurnakan.
Ziu. Keluar dari kamar menuju balkon, tempat bersantai Ziu yang nyaman. Siang tampaknya mulai berganti sore, Ziu lupa melihat jam begitu hebohnya tadi karena bangkai kucing. Ziu berdiri di pinggiran balkon, menikmati suasana tenang yang membuat mood nya kembali naik.

"Nama gue Ziu. Gue yakin, gue adalah cewek tercantik dan tersteril yang pernah ada."
"Gue Ziu. Gue pastiin bakalan bisa wujudin apapun yang gue mau, tanpa gue harus bersusah payah."
"Gue Ziu, yang dengan mengedipkan mata bisa menarik cowok tertampan di dunia."
"Gue Ziu, dan gue pasti bisa dapetin Rio cowok yang gue mau."
Ziu bermonolog dengan dirinya sendiri. Jika seperti ini Ziu bukan hanya terkesan manja, sombong tapi juga terkesan percaya diri. Tapi siapa yang bisa mempersalahkan itu? sedangkan Ziu sendiri selalu masa bodo dengan semua perkataan orang lain tentangnya.
Ziu mengedarkan pandangan nya, di bawah sana Ziu melihat Rizky sedang berjalan memasuki halaman rumah miliknya. Ziu berbalik masuk kedalam kamarnya. Dia tidak mau kalau Rizky sendirian, bagaimanapun Rizky ke rumah nya karena permintaan darinya. Ziu masih ada sedikit hati.
"Cepet banget lho datengnya."
Entah bahasa sindiran atau pujian, Ziu mengucapkan nya begitu saja.
"Yah... entar kelamaan lho nya nyalahin." Sahut Rizky santai.
Ziu ikut duduk lesehan di karpet bulu, tempat biasanya dia nonton TV di bawah.
"Brita mulu hidup lho." Komentar Ziu merubah channel TV tanpa permisi. Tapi Rizky membiarkan, dia selalu mengalah bila berhadapan dengan Ziu. Katakanlah Ziu beruntung mempunyai sepupu seperti Rizky.
"Kapan gede nya? ipin-upin mulu yang lho tonton."
"Yeee biarin." Kesal Ziu memonyongkan bibirnya. Dari samping Rizky tertawa pelan, saat melihat binir Ziu yang maju. Rizky akhirnya ikut terhanyut kedalam suasana anak-anak, menikmati upin dan ipin yang bermain bersama teman-teman nya.
Kling
Rizky merogoh saku celananya, ada pesan masuk di handphone miliknya.
Ternyata pesan itu dari Syifa, mengabarkan kalau buku yang diberikan Rizky kepadanya sesuai dengan yang diinginkan. 'Semoga bermanfaat' ketik Rizky sebagai balasan. Kembali Rizky fokus kelayar Televisi, sesekali melirik Ziu yang tampak mulai bosan.
"Lho duduk di bawah gini, emangnya nggak takut kuman?" Rizky menggoda Ziu.
Ziu menggeleng, masih fokus kelayar Televisi, "kan ini rumah gue. Jadi gue tau kalau misalnya ada kuman." Jelas Ziu lalu menguap. Matanya sudah tinggal separuh, ditiup angin sebentar saja pasti langsung tertutup.
Rizky beranjak mendekati sofa, mengambil bantak kecil lalu memberikan nya kepada Ziu. "Ambil." Paksa Rizky karena Ziu tidak juga menerima uluran nya.
Perlahan Ziu menerimanya. Setelah memposisikan bantal itu dengan benar, Ziu berbaring meluruskan kakinya yang mulai terasa pegal. Ziu mengantuk berkali-kali menguap dan tanpa sadar sudah tertidur.
Ziu benar-benar tertidur di atas karpet bulu, di sampingnya ada Rizky sepupunya.
BERSAMBUNG