Cita Rasa 01

5000 Kata
Manja merupakan sebutan yang paling cocok dengan gadis muda bernama Ziu. Nama panjangnya Ziudith Smile. Orang tuanya memberikan nama itu saat usianya belum genap tujuh hari. Dengan harapan Ziu akan dihiasi dengan senyuman setiap harinya. Alih-alih tersenyum setiap harinya...  Ziu ternyata tumbuh menjadi gadis yang manja, selalu ingin diperhatikan baik oleh keluarga dan orang lain. Tubuhnya yang ramping, dan perawakan nya yang anggun seperti penambah sifat manja Ziu. Ziu sangat tidak mau dengan hal-hal kotor, bahkan sedikit debu saja dia tidak mau. Pekerjaan nya setiap hari hanya menjaga kemolekan diri, tidak pernah jauh dari kaca dan alat make up. Ziu berdiri di dekat ranjangnya, melipat tangan di d**a sesekali mengarahkan ART nya membersihkan kamar miliknya. Ziu tidak akan mentoleransi apa pun itu yang berbau kotor, meski itu sedikit saja. "Ujung seprei nya kurang rapih itu mbak!" Tunjuk Ziu merasa tidak puas. ART nya tersebut hanya mengangguk kecil, lalu membenarkan apa yang menjadi keluhan Ziu. Tidak ingin banyak bicara agar majikan nya tersebut lebih tenang. Setelah pekerjaan itu selesai, ART yang bernama Muna itu keluar dari kamar Ziu. Sempat menghela nafas lega di depan pintu. Langkah nya menuju dapur, dan begitu sampai di sana temannya yang bernama Sri sedang menunggunya. Setiap harinya mereka berdua bergantian untuk membersihkan kamar Ziu, biar adil menurut mereka. "Apa lagi hari ini?" Sri menghampiri Muna. "Nggak banyak, cuma selimut di pinggiran ranjangnya kurang rapih." Jawab Muna merasa bahagia. Muna kembali meraih spons dan sabun di dekat keran, lalu mencuci peralatan masak yang masih menumpuk. Sedangkan Sri kembali keaktifitasnya semula, mengepel lantai dapur yang kotor. Di lain tempat, namun di atap yang sama. Ziu sedang berfoto dengan pose yang cute, segera hasil jepretan itu meluncur di i********: miliknya. "Canz banget sih? Uucch..... ." Ziu Mencubit kedua pipinya sendiri. Senyumnya mengembang, membayangkan jika fotonya hari ini akan banyak disukai cowok-cowok keren. Cowok-cowok imajinasinya yang mengemis cinta padanya, namun dengan dingin dia tolak. Ujung rambutnya yang hitam dan lurus dia hempaskan ke samping. Memilin ujung rambutnya sambil memasang ekspresi se imut mungkin. "Coba aja Rizky Nazar lihat foto aku, pasti kelepek-kelepek minta dijadiin pacar." Ziu bergumam. Alarm di hp Ziu berdering. Ziu melihatnya sebentar sebelum mematikannya. Tas selempang di atas meja belajar dia ambil lalu keluar dari kamar. Di luar rumah bertemu dengan mamanya sedang bersantai. "Ma.... ." Lengan Ziu melingkar manja di leher sang mama. "Iya sayang... ." Balas Yeti_mama Ziu mengecup pipi putrinya. Ziu menegakkan tubuhnya "Mama kapan ke salon lagi?", tanya Ziu manja. Pokoknya apapun yang dilakukan Ziu itu bernada manja. Yeti menelisik wajah putrinya, sedikit heran dengan sikap manjanya yang keterlaluan. "Kan baru dua hari yang lalau Ziu ke salon? masih kurang kinclong? atau...kurang cantik?" Gurau Yeti. "Lagian Ziu mau jadi apa sayang? Masih sekolah jangan keterlaluan pakai make up nya." "Kan Ziu cewek?" Ziu membela dirinya di depan sang mama. Baginya kecantikan fisik adalah segalanya. Titik. "Ziu mau jadi artis?" Tanya sang Mama serius. "Ya... nggak ma? jadi artis itu nggak enak. Apa-apa di ekspose, nggak bebas." "Apa bedanya sama kamu? tiap hari share foto, aktifitas di sosial media? sama aja kan?" Yeti sepertinya memang sedang menyindir sang anak, sudah bosan dengan kelakuan anaknya yang sok cantik. Meskipun memang pada dasarnya sudah cantik. "Itu namanya gaul ma?" Rengek Ziu lalu mengambil tangan mamanya untuk di cium. "Dah...Ziu berangkat dulu." "Waalaikumsalam... ." Sindiran keras dari Yeti. Namun tidak bisa membuat Ziu terpancing. Buktinya gadis itu melenggang memasuki mobil yang membawanya ke sekolah. Tidak lama mobilpun melaju meninggalkan rumah, menyusuri jalanan yang sudah sangat dikenali oleh Ziu. Kali ini mobil yang Ziu pakai adalah mobil peninggalan (alm) papanya. Mobil hitam yang pernah menjadi saksi hembusan nafas terakhir sang ayah, lima tahun yang lalau. Saat itu usia Ziu menginjak sebelas tahun dan masih duduk di bangku kelas enam SD. Meskipun begitu, Ziu tidak merasa trauma jika menaiki mobil tersebut. Dia tipe seseorang yang gampang melupakan ingatan yang buruk, dan lebih memilih hal yang menyenangkan saja. Mobil masih melaju membelah jalanan yang ternyata tidak terlalu padat, tidak juga lengang. Sebentar lagi mobil akan mulai memasuki area sekolah, tinggal satu belokan lagi namun terhenti karena lampu merah. Ziu merapihkan penampilan melalui cermin berbentuk princess miliknya. Cermin berwarna pink yang sudah dua tahun bersamanya. 'Semua sudah ok. Sekarang tinggal nyemprotin parfume' begitu girangnya Ziu di dalam hati. Apalagi mobil kembali melaju lalu berbelok memasuki area sekolah yang menjadi tumpuannya menuntut ilmu. Ziu keluar dari mobil, dipandanginya area sekolah dengan pandangan drama queen yang sengaja di setting dengan sedemikian rupa. Puas dengan adegan sok cantiknya, Ziu bergegas memasuki halaman sekolah yang luasnya hampir menyamai lapangan sepak bola. Rambutnya yang berkilau dia kibaskan ke kiri dan ke kanan, mengundang murid yang berada disana memandang kearahnya. 'Cantik kan gue' bisik nya dalam hati dengan bangga. Memang banyak teman-teman sekolah nya yang mengatakan Ziu cantik, kulitnya mulus seperti kulit bayi. "Pagi yang cerah terasa hambar tanpa kehadiran mu my sweety." Tanpa di undang seorang cowok bertubuh tinggi dan berkulit sawo mateng, menghampiri Ziu. Cowok itu sibuk mendendangkan bait-bait kata puitis sembari mengelilingi tubuh Ziu. Ziu meringis merasa jijik, namun tubuhnya mematung masih megamati tontonan alay yang terasa mengganggu. Ziu bergerak gelisah takut bahunya menyentuh cowok alay, bin ajaib itu. Takut ada kuman yang menempel. Iyuh.... "Sana lho! Kuman lho banyak!" Teriak Ziu histeris. Namun cowok yang bernama Adipati Pratama itu tidak menghentikan aksinya. Malah masih mengitari tubuh Ziu satu kali lagi, sebelum akhirnya berhenti tepat di hadapan Ziu. Tatapan Adi menelisik wajah mulus Ziu. Ditatap sedemikian intens membuat Ziu merasa tidak enak.  Dan tanpa diduga oleh Ziu, tangan Adi sudah mendarat di pergelangan tangan Ziu. 'Aaaaaaaaach' Ziu berteriak histeris dengan suara yang nyaring. Tubuhnya membeku dan tangannya serasa mati rasa. "Eh! Kenapa sweety?" Tanya Adi berusaha memegang bahu Ziu. Tapi Ziu tambah histeris dengan wajah yang memerah. Bukan karena malu dan sebagainya, itu karena dirinya terlalu kesal dan jengkel. "Jauh-jauh lho!" Pekik Ziu lalu berlari kearah toilet. 'Kuman, kuman, kuman iyuuuch' pekik Ziu yang kedua kalinya. Namun kali ini di dalam hati. Di dalam toilet Ziu membersihkan tangannya di wastafel, disertai sabun cair pembersih kuman andalannya. "Tiap pagi lho ya, gini in gue. Awas aja gue bales." Gerutu Ziu, menarik perhatian cewek di sebelah nya. Jemari nya yang basah dia lap dengan tisu basah, kemudian dengan tisu kering ber merk andalannya. "Sabar Zi?", Cewek di samping Ziu menasehati. "Lho nanggepin Adi nggak bakalan ada selesainya." Ziu mematut penampilan nya di kaca sebelum keluar dari toilet bersama Syifa, teman dekatnya. Mereka berdua cukup dekat sejak kelas satu SMA, meskipun kepribadian keduanya sangat bertolak belakang. "Jangan cemberut Zi, cepet tua loh. Owh iya... lho mau?" tawar Syifa menyodorkan selembar sandwhich dari kotak bekalnya. "Nggak mau." Tolak Ziu memajukan bibir bawahnya, nampak semakin manis. "Hehehe, lupa gue. Kuman ya, kan?" Syifa akhirnya menghabiskan sandwich itu sendiri, setelah nya meletakkan kembali kotak bekalnya kedalam tas. Karena nantinya Syifa akan banyak menghabiskan waktu bersama Ziu, mungkin kalian perlu tau sedikit tentang gadis cantik yang ini. Nama panjangnya, Asyifa hiliana. Berambut panjang, hitam dan tebal. Tubuhnya semampai sedikit lebih tinggi dari Ziu. Syifa terlahir dari keluarga menengah, dan hidup berkecukupan. Kedua orangtua nya sudah lama berpisah, dan dua tahun yang lalu ayahnya meninggal dunia. Kini dia hidup berdua bersama sang Ibu. Hidup berdua dengan sang ibu, membuat Syifa menjadi anak yang mandiri, penyayang dan sabar. Sepulang sekolah dia juga seringkali membantu ibunya menjaga toko sembako, yang terletak tidak jauh dari rumah. Pertemuannya bersama Ziu bukan semerta-merta langsung akrab begitu saja... banyak hal yang membuatnya seringkali emosi. Sering kali memijit pelipis dan menghela nafas. Tapi ya sudah, Syifa menganggap itu adalah sebuah keistimewaan karena mendekati seorang Ziu. Owh iya, Syifa baru ingat tentang sesuatu. "Owh, iya Zi. Hari ini sepupu lho, si Rizky pakek sepatu apa?" Ziu menarik kulit keningnya ke atas. Tidak habis pikir dengan pertanyaan teman nya yang cuma satu-satunya ini. Hello? mana Ziu tau masalah begituan kan? mereka itu nggak serumah. Sekalipun serumah kalian tau sendiri, gimana keseharian Ziu? apa pentingnya si Rizky pakek sepatu apa? Yang ada di otaknya Ziu palingan gak jauh, dari kaca sama make up. "Yah... nanyak masalah beginian lho Syi. Mana gue tau? ah, elah lho." Ziu melangkah meninggalkan Syifa. Cepat-cepat Syifa menyamai langkah Ziu lalu memasuki kelas. .......... Setelah pulang sekolah, itu sekitar pukul satu siang lewat lima belas menit. Adi mengekori Rizky mulai dari kelas hingga mengendarai motornya masing-masing. Rizky adalah teman terdekat satu-satunya  yang dimiliki Adi. Keduanya seumuran, dan duduk di kelas yang sama. Pelan-pelan Rizky menghentikan laju motornya tidak jauh dari sekolah. "Ngapain lho ngikutin gue?" Motor Adi berhenti sejajar dengan motor milik Rizky. Bibirnya tersenyum, tidak pernah Adi merasakan bad mood sekalipun mempunyai masalah. Setidaknya dia tidak pernah menampakkan, kalau dia sedang tidak baik-baik saja. "Mau main ke rumah lho. Boleh kan? boleh dong?" "Baru juga dua hari yang lalu, lho main ke rumah." Rizky menanggapi dengan santai. "Ya... kan, waktu itu gue gak bisa ketemu sama sweety gue." Balas Adi. Sepertinya Adi sudah jatuh sejatuh-jatuhnya sama Ziu. Apapun yang Ziu lakuin ke dia, mau apapun tanggapan Ziu ke dia, hanya satu yang selalu Adi lakukan. Adi menyukai Ziu, ikhlas tanpa syarat apapun. "Belum nyerah ternyata lho." "Yaudah, ayok." Rizky kembali melajukan motornya. Ada Adi di belakang mengikuti dengan hati yang girang. Adi memang senang sekali bermain ke rumah Rizky. Karena rumah Rizky bersebelahan dengan rumah Ziu. Jadi otomatis Adi bisa punya kesempatan buat melihat Ziu lebih dekat. Ziu itu sama Rizky adalah saudara sepupu, cuma beda gen. Rizky sebenarnya cuma anak angkat, yang di adobsi oleh Lusi kakak kandung dari Yeti. Sampai sekarang, meskipun usianya lebih dari empat puluh lima tahun, Lusi belum pernah menikah. Dia fokuskan semuanya untuk merawat Rizky, dan juga usaha butik yang dia bangun bersama sang adik. Keduanya menjadi partner bisnis yang seimbang. Selain karena minat bisnis yang sama, keduanya juga merupakan wanita single yang mandiri. Rizky dan Adi memasuki halaman rumah Lusi. Setelah memasukkan motornya masing-masing di garasi, keduanya segera masuk kedalam rumah. Rizky membuka dua kancing atas sekolahnya, merasa gerah ingin mandi. "Mau ikut ke kamar nggak?" "Lho duluan aja. Nanti gue nyusul." Balas Adi mendudukkan bokongnya di sofa ruang tamu. "Mandi dulu, lho. Si Ziu nggak bakalan mau sama lho, kalau lho belum mandi." Rizky memberikan nasehat. Tentu saja dia tau bagaimana sikap sepupunya itu. Adi saja yang menurutnya terlalu baik, mau bersabar menghadapi kelakuannya yang super unik."Iya, bawel lho ah." Sahut Adi tertawa kecil. Rizky melangkah menuju kamarnya di lantai atas. Dia mempunyai dua kamar pribadi, yang satu dia gunakan untuk tidur. Dan yang satunya lagi khusus untuk belajar, shalat dan membaca buku. Rizky memasuki kamar tidurnya, disanalah dia akan melepaskan rasa penat dengan membersihkan diri. Rizky mandi menggunakan air hangat, untuk mandi memakai air dingin rasanya tidak kuat. Cuaca memang panas, namun untuk suhu air terasa sangat dingin. Begitu dirasa segar Rizky keluar dari kamar mandi. Dilihatnya tidak ada Adi di sana, mungkin sedang ketiduran di sofa bawah. "Pasti kebo tuh anak." Gumam Rizky sembari memakai kaos merah, di padukan dengan celana selutut berwarna hitam. Rambutnya yang basah dia sisir ke samping, beberapa helai menjuntai ke depan menambah kadar gantengnya. Setelah rapih, Rizky bergegas melaksanakan ibadah. Saat keluar kamar menuruni tangga menuju ruang tamu, ternyata tidak ada Adi disana. Rizky merasa heran, hanya tertinggal tas hitam milik Adi disana. Kembali Rizky melangkah menuju halaman rumah. Ternyata Adi berada di sana, mengamati Ziu yang berada di balkon kamarnya. Rizky memegang bahu milik Adi. Dan Adi sudah mengira keberadaan Rizky disana. Sebab itu dia tidak merasa terkejut. "Lho... ." Rizky seperti menimbang-nimbang apa yang ingin diucapkan. Sementara Adi masih belum puas menyapu pandangan nya pada sosok Ziu, sweety yang menjadi kebahagiaan nya. "Lho kenapa bisa suka banget sama Ziu?" "Kenapa?" Balas Adi bertanya memandang Rizky, senyum nya tidak pernah pudar. "Dia manja, nyebelin, sok cantik dan juga... sedikit sombong." Rizky entah kenapa ikut memperhatikan Ziu. Mengamati tingkah gadis itu yang sedang mengoleskan masker ke wajah nya. "Dia unik." Ada jeda dalam ucapan Adi. Sebelum kemudian melanjutkan ucapan nya. "Tapi dia nggak pernah pura-pura, dia apa adanya. Itu yang buat gue suka sama dia." Bulu kuduk Rizky meremang "Gue kok jadi merinding ya?" Rizky tersenyum lalu melihat Ziu sekilas sebelum kembali masuk kedalam. Sampai di dalam tidak langsung duduk, malah menuju dapur untuk mengambil segelas air minum dan setoples kacang mede. "Eh, gue gak diambilin minum nih?" Melihat Rizky membawa segelas air di tangan, Adi lekas bertanya. "Ambil gih di dapur. Anggep aja rumah sendiri, jangan malu-malu." Kata Rizky lalu duduk di sebelah Adi. Adi membuka toples berisi kacang mede yang dibawa Rizky. Mengambilnya dua biji lalu mengunyahnya pelan. "Gue haus. Gue ambil ya?" Rizky mengiyakan. Adi melangkah menuju dapur. Di sana dia bertemu ART rumah Rizky, namanya mbak Tuti sedang menggoreng kerupuk. Tidak banyak interaksi antar keduanya, karena Adi fokus dengan tujuan nya dan mbak Tuti fokus dengan pekerjaan nya. Adi kembali duduk bersebelahan dengan Rizky, gelas yang sudah tersisa separuh airnya dia letakkan di meja. Selanjutnya merogoh handphone di saku celananya. Layar handphone menyala, memperlihatkan foto seorang gadis cantik tersenyum manis. Rizky tersenyum, menyadari betapa Adi menyukai sepupunya yang unik. "Lho serius kan, sama Ziu? jangan sampai lho mainin dia." Obrolan kembali mengalir, di buka dengan pertanyaan yang di lontarkan oleh Rizky. Sebenarnya Rizky dalam mode serius, namun dia redam dengan gaya santai sambil mengunyah biji kacang mede. "Hahaha, gue kira lho nggak pernah perhatian sama dia." Timpal Edi. "Tinggal lho jawab, nggak usah meleber kemana-mana." Sanggah Rizky, ekspresinya sudah tidak bisa biasa-biasa saja. "Gue suka sama dia. Setidak nya itu yang gue rasain, dan... gue cuma manusia biasa Riz. Gue gak tau gimana kedepan nya takdir berjalan." Jadilah diri sendiri, sebelum jati dirimu hilang bersamaan dengan waktu yang terbuang. ..................................   Setelah cukup merajuk kepada sang mama, akhirnya Ziu pergi perawatan ke salon. Katanya rambutnya terasa kurang lembut, takut ada kutu yang nyangkut. Yeti_mama nya Ziu sebenarnya mau menolak, tapi berhubung ada waktu luang ya sudah... akhirnya ia setuju. Berangkat dari rumah Ziu begitu girangnya, sampai-sampai tidak sadar kalau sedang memakai baju santai yang khusus dipakai di rumah. Tapi mau tidak mau, ya... Ziu harus tetap pergi ke salon bersama sang mama. Baru juga keluar dari mobil, Ziu sudah tidak merasa tertarik dengan niat awal mereka. "Kok, gini ma? bukan di tempat biasanya?" Ziu merajuk. Yeti tidak kekurangan akal. Dia tidak mau terus-menerus kalah dengan putrinya. "Kamu di endorse tau Zi? lagian, tempat biasanya kita dateng itu udah lama. Udah kudet, banyak yang makek jasa mereka juga kan? kamu mau, pakek sesuatu yang pasaran?" Tanya Yeti mengetes Ziu. Ziu tidak menjawab, mood nya masih males buat di naikin lagi. "Ayo Zi? Ayok!" Lengan digandeng paksa oleh Yeti memasuki salon. Salon itu adalah milik teman SMA nya, baru buka dua hari yang lalu. Selain ingin mengunjungi teman SMA nya, Yeti berniat ingin mengenalkan Ziu agar mau merawat dirinya di salon itu. Hitung-hitung mempromosikan salon tersebut, agar lebih di kenal banyak orang. "Selamat datang di salon kami. Ada yang bisa kami bantu ibu?" Seorang gadis muda, mungkin usianya baru dua puluh tahunan menghampiri Yeti. "Ibu Sofianya ada?" Tanya Yeti to the point. "Owh, ibu ada bu. Mari duduk dulu." Karyawan salon itu mengarahkan Yeti dan Ziu pada kursi tunggu, lalu meninggalkan mereka. Tidak berselang lama, karyawan itu kembali lagi membawa Sofia. Sofia tersenyum melihat kedatangan teman lamanya. Saling berpelukan melepas rindu. "Dari mana kamu tau Yet, aku buka salon?" "Dari teman-teman Sof, lagian kamu nggak bilang-bilang kalau buka salon." Balas Yeti pandangan nya menyapu seisi ruangan. "Ini anak kamu?" Sofia beralih kepada Ziu. Ziu mendapat kode mata dari mamanya, agar segera menjabat tangan Sofia. Dengan sangat terpaksa Ziu menurut. Dalam hati memperingatkan dirinya untuk segera cuci tangan, nanti di rumah. "Ziu." "Cantik banget loh anak kamu Yet?" 'Aduh? baru nyadar apa dari tadi. Kemana apa bu?.' batin Ziu. "Hahaha, bisa aja kamu Sof. Tapi jangan salah... cantik gini banyak yang di keluarin." Canda Yeti disusul tawa oleh Sofia. Sedang Ziu menggerutu dalam hati, ingin cepat-cepat pulang terbebas dari acara reuni mama nya. "Owh, sampai lupa nawarin." Yeti menajamkan pendengaran dan pandangan nya, menunggu Sofia kembali bersuara. "Mau minum apa?" Tawar Sofia memandang Yeti dan Ziu bergantian. Yeti sempat melirik putrinya, merasa yakin jika gadis itu tidak akan mau meminum suguhan dari Sofia. Daripada Sofia repot-repot tapi tidak diminum, lebih baik Yeti menolaknya. "Owh, nggak usah lah Sof. Kita kesini mau nyalon kok. Langsung aja kali ya?" Sungguh Yeti merasa tidak enak. Apalagi sepertinya raut wajah Sofia, sedikit kecewa tawaran nya ditolak. Sofia tersenyum, berusaha menetralkan raut wajahnya yang mungkin terlihat berbeda. "Yasudah, langsung aja. Ziu... atau kamu nih, Yet yang mau nyalon?" Yeti menunjuk anak gadisnya. "Ziu Sof, dia bilang rambutnya kurang licin." "Owh?" Sekali lagi Sofia tersenyum. "Sini Ziu? tante yang langsung nyalonin kamu. Sekalian nanti tante calonin kamu, buat jadi calon mantu tante." Ziu tersenyum tapi senyumnya sangat dipaksakan. Menerima jasa salon punya Sofia saja Ziu sudah sangat berbesar hati, tapi kalau untuk menjadi mantu? hatinya menolak keras. Melihat betapa sederhanya salon Sofia, pastilah tingkat kesejahteraan hidupnya jauh dibanding dengan Ziu dan Yeti. Mana mungkin Ziu mau dengan anak yang Sofia sebutkan.Hehehe masih sekolah tante." Timpal Ziu. "Nggak papa? sini, duduk dulu Zi." Sofia memulai treatmen nya untuk Ziu. Ziu perlahan cukup menikmati semua hal yang Sofia lakukan, apalagi pijatan di kulit kepalanya yang terasa nyaman. Tapi Ziu tidak mau memuji Sofia. "Nah? sudah. Gimana? lebih enakan bukan?" "Lumayan tante." Balas Ziu tersenyum kecil. Ziu menghampiri mama nya, lalu ikut duduk di sofa. Jemarinya yang lentik mengurai rambut lembutnya. Seakan sedang menikmati, betapa rambutlah kembali seperti semula. Tidak berselang lama Sofia datang, lalu duduk di sofa single di sebelah Yeti. "Bilang makasih dong Zi?"Yeti mengingatkan putrinya. "Makasih, tante." "Sama-sama." Balas Sofia tersenyum. "Ma?" Ziu merajuk manja. Menjadi perhatian yang menarik bagi Sofia. "Pulang?" "Bentar dong Zi?" Yeti mengelus lengan Ziu, mungkin bisa menenagkan putrinya. Dia sangat sungkan dengan Sofia, sebab tingkah putrinya yang kurang bersahabat. "Maaf ya, Sof." Sofia menggeleng, "nggak papa kok, Yet. Tapi... ." Sofia mengedarkan pandangan nya keluar. "Kenapa Sof?" Yeti jadi ikut memandang ke arah yang sama dengan Sofia. "Nah! itu dia." Sofia berdiri dari duduk nya. Senyum nya mengembang menyambut kedatangan seseorang. Baru membuka pintu salon, tangan seseorang itu sudah lebih dulu di gandeng oleh Sofia. Meskipun orang itu tampak bingung, namun menerima saja apa yang di perbuat oleh Sofia. "Zi? Zi?" Bisik Yeti di telinga putrinya. "Apa sih, ma?" Sahut Ziu merasa geli. " lihat deh sekarang!" Balas Yeti lagi. Ziu mendongakkan kepalanya. Niat awalnya dia akan kembali fokus bermain handphone, setelah beberapa detik saja melakukan yang mama nya katakan. Tapi justru niatnya hanya tinggal kenangan. Sebab matanya yang indah tidak bisa berpaling, dari sosok indah yang nampka nyata. Ziu seperti bermimpi. Tidak sadar tubuh nya sudah berdiri, masih menatap sosok yang indah itu takjub. Yeti mengerenyit. Berulang kali menarik jemari putrinya untuk segera duduk. Alhasil dialah yang ikut berdiri, tidak mau semakin menonjolkan keanehan putrinya. Sofia sudah berdiri diantara Ziu dan Yeti. Genggaman tangan nya dia lepas dari pergelangan orang tersebut. "Kenalin Yet, ini anak aku. Namanya Rio." Cowok bernama Rio itu menjabat tangan Yeti. Juga mengulurkan tangan nya di depan tubuh Ziu. Tapi Ziu tidak sadar, masih terbuai dengan pemikiran nya sendiri. Rio tersenyum, tidak banyak memikirkan keanehan di depan nya. "Ehm, Zi?" Lengan Ziu di senggol oleh mama nya. Ziu tersadar seketika. Di lihatnya Rio di depan nya, menampilkan senyum yang nyaris sempurna. "Owh, maaf. Gue Ziu." Untuk pertama kalinya Ziu dengan sukarela menjabat tangan orang yang baru dia kenal. Biasanya dia akan memikirkan terlebih dahulu, kuman apa yang ada di badan seseorang tersebut. "Yuk! duduk lagi." Sofia menyilahkan. Rio ikut bergabung bersama mereka. Tidak banyak yang dia bicarakan, hanya menjawab apa yang di pertanyakan kepadanya. Begitupun Ziu, gadis itu hanya menjadi penyimak semata. Lebih tepatnya menyimak apa yang Rio katakan, dan diam-diam mengagumi cowok itu. Akhirnya... Ziu menemukan juga orang yang tanpa kuman. "Jadi... kamu nikah sama orang korea Sof?" Yeti bertanya dengan antusias. Merasa takjub saja jika teman nya dari SMA, bisa menikah dengan orang luar negeri. "Iya Yet, alhamdulillah. Tapi ya gitu... akunya sering ditinggal. Keluh Sofia memandang putranya. Suami bolak-balik korea-Indo, terus Rio juga kuliah di sana." "Owh.... ." Yeti berpikir tidak enak juga menjadi Sofia. Tuh kan? aachhh... titisan kim soo hyun ini, batin Ziu menggila. Dia menggilai artis korea yang satu itu. Tapi pikiran nya masih bercabang pada sosok Rizky Nazar, cowok itu adalah tipe nya juga. "Udah semester berapa?" Yeti bertanya. "Baru semeseter tiga tante. Tapi mungkin mulai dari semester depan, rencananya Rio mau pindah kuliah di Indonesia." Jawab Rio menyunggingkan senyum. Sofia merangkul bahu putranya, merasa sangat bahagia tidak perlu jauh-jauhan lagi. Cukup suaminya saja yang sering meninggalkan nya, untuk urusan pekerjaan. "Kalau... Ziu, sudah semester berapa?" Gantian Rio bertanya, pandangan nya yang bersahabat membuat hati Ziu bergetar. Postur tubuhnya yang kaku, entah mengapa menjadi daya tarik tersendiri bagi Ziu. Ziu tiba-tiba bingung, lidahnya kelu hanya untuk sekedar menjawab. "Gu_gue... masih kelas dua SMA." Yeti menyadari bahwa pipi putrinya merona, pertanda sedang tersipu malu. "Sudah punya pacar?" Pertanyaan bersifat pribadi itu meluncur saja dari bibir Yeti. Ziu memandang mamanya, terkejut meski di dalam hati ingin menanyakan hal yang sama. Tapi gengsi. "Sudah tante." Bibir Rio tersenyum. Jlebb! aach.... Ziu merengek di dalam hati. Menyayangkan jika posisi yang menjadi incaran nya, sudah di duduki oleh orang lain. Pupus sudah harapan nya untuk memiliki Rio, karena cowok itu sepertinya adalah tipe yang setia. Terlihat dari betapa tegas jawaban nya barusan. Huuamm Ziu menguap. Minat nya untuk berlama-lama sudah tidak ada. Tidak ada gunanya lama-lama mandangin cowok, yang ternyata sudah jadi milik orang lain. Meskipun cuma sebatas bacar. Ziu tidak mau menjadi duri di dalam hubungan orang lain, dia tidak sejahat itu. "Ziu ngantuk ya?" Sofia tampak perhatian. "Hehe, iya nih kayak nya Sof. Yaudah deh... kami pulang dulu ya?." Yeti menymbar tas selempangnya. Lalu mengapit lengan putrinya. "Yaudah." Balas Sofia ikut berdiri dan mengantar mereka sampai keluar salon. Sofia memandang kepergian Yeti dengan wajah sendu, seperti memikirkan sesuatu yang besar. Begitu mereka sudah tidak terlihat, Sofia masuk kembali ke dalam. Ditemuinya sang putra yang duduk di sofa sendirian, hanya di temani handphone yang dia mainkan. Sofia duduk tepat di sebelah Rio. Pandangan nya menuju jari Rio yang sedang asyik dengan handphone miliknya. Rio meletakkan kembali handphone nya di saku celana. Rio menggenggam jemari Sofia, ada pandangan sayang yang tersalurkan begitu tatapan keduanya bertemu. "Rio sayang sama mama." "Mama tau itu." Sahut Sofia lembut. Kini Rio menundukkan wajahnya. Memperpendek jarak dengan sang mama, sebelum memeluk sang mama erat. Sofia membalas pelukan Rio, menyandarkan kepalanya di bahu sang anak. Sejenak Sofia merasa sangat bahagia, karena begitu lembut perlakuan Rio kepadanya. Rio terlebih dahulu mengurai pelukan. "Tadi, kenapa mama terlihat sedih?" "Mama nggak tau kalau kamu sudah punya pacar." "Baru sebulan yang lalu Rio punya pacar ma. Maaf, belum kasih tau mama." Sahut Rio tidak ingin mama nya salah mengartikan. "Orang korea?" Rio membenarkan. "Agamanya?" Sofia bertanya penuh selidik. Untuk yang satu itu, Sofia tidak mau kebobolan. Sofia takut anaknya salah memilih pasangan, meski itu sekedar pacaran. Sebab kecil besarnya akan memengaruhi, bagaimana keseharian anak nya nanti. "Rio sama dia, beda agama ma. Tapi Rio janji... ." Rio menggantung perkataan nya. "Janji apa?" "Janji nggak akan mau kalau dia nggak seiman sama Rio." Lanjut Rio pada akhirnya. Sofia bernafas lega, setidaknya untuk saat ini. ......... "Lho harus main kerumah sekarang!." "Ini udah sore Zi?" Ziu mondar-mandir di kamarnya. "Ya, lho bisa ijin dulu ke ibu lho kan?" Di dalam telepon pun Ziu tidak mau dibantah. Untunglah yang sedang di telepon nya itu Syifa, teman nya yang paling mengerti dan memahami bagaimana karakter dari Ziu. "Gue kasihan sama ibu gue. Belum beres-beres warung, belum masak juga buat makan malam." "Ah...yaudah deh, gue gak mau maksa. Bye!" Ziu mematikan sambungan telepon sepihak. Jarinya lincah memasuki dunia i********:, hendak memasukkan beberapa foto terbarunya. Tapi mood nya sedang tidak baik, jadi dia matikan hp nya lalu berbaring di atas ranjang nya yang empuk. "Cuma buat lho, tangan gue jadi terima spesies kuman." Gumam Ziu, sebelum matanya terlelap. ........... Menjadi kaya atau miskin, mungkin adalah anugerah yang bisa disyukuri dengan caranya masing-masing. Mengeluh bukan jalan yang tepat, jika tidak bisa merubah apapun. Tidak bisa menjanjikan apapun yang di inginkan. Ada banyak hal yang mungkin tampak gelap, padahal ada sisi terang yang tersembunyi. Dan begitu sebaliknya. Seperti sifat Ziu yang seenaknya sendiri, dia juga mempunyai sisi baik yang hanya bisa dirasakan dengan hati yang bersih. Begitupun Adipati, mungkin dari luar dia tampak sangat baik-baik saja, ceria dengan kepuitisannya. Dan tidak ada orang yang tau... jika sebenarnya ada hati yang menjerit merasa kesepian. .... Pagi ini, sebelum berangkat ke sekolah Adipati yang sering di sapa Adi terbangun dari mimpi buruknya. Mimpi di mana ia, dan satu anak perempuan sedang bermain petak umpet. Meskipun samar-samar... Adi tau jika dalam mimpi itu dirinya berada di suatu bukit. Ingatan Adi kembali pada suatu moment, Adi ingat betul saat itu sedang gerimis. Air mata Adi mengalir membasahi pipi, mengingat adik kecilnya saat berusia empat tahun. Gigi kelincinya yang terlihat lucu, sifat manjanya yang banyak menarik perhatian dari Adi, tawanya yang cempreng, Adi ingat semuanya. Adi bahagia saat mengingat itu, meski di sisi yang lain hatinya menangis dan ingin marah. Adik kecilnya yang dia sayang dengan sepenuh hati, harus hilang untuk selamanya karena kecerobohan nya. Hancur hati Adi. Pintu kamar Adi terbuka. Tampak di depan pintu papanya membawa satu gelas s**u. Adi segera bangkit berdiri, merapihkan selimut yang berantakan ulahnya ketika tidur.  Papa buatkan s**u. Kamu minum ya?" Papanya Adi_Yoga meletakkan gelas berisi s**u tersebut di meja kamar anaknya. Selain itu ia juga sempat mengusap rambut berantakan Adi, yang sedikit panjang. Adi diam saja. "Mandi, terus berangkat ke sekolah." Yoga berjalan pelan menuju pintu. Belum juga menyentuh gagang pintu, Yoga membalikkan tubuhnya. "Kamu punya pacar? papa temuin puisi cinta kamu di saku seragam." Ucap Yoga kemudian. Adi terkejut menatap Yoga. Dirinya mengingat-ingat, kapan terakhir kali menulis surat cinta untuk Sweety nya. Ah! iya, itu kemarin saat menggoda Ziu di halaman sekolah. Saat Ziu berteriak histeris dan kabur ke kamar mandi. "Kenalin ke papa." Pinta Yoga yang sebenarnya berniat menggoda Adi. Yoga tau bagaimana berbanding terbaliknya Adi jika di luar rumah, maupun di dalam rumah. Namun Yoga tidak mau terlalu menuntut, membiarkan Adi hidup dengan caranya sendiri selama itu tidak melampaui batas. Batas agama, norma dan budaya. Adi memiringkan kepalanya ke kanan, beriringan dengan itu tangannya menggaruk area lehernya yang gatal. "Papa mau ke kantor, kamu cepat mandi dan berangkat sekolah." "Iya, pa." Sahut Adi tidak berani memandang kearah papa nya. Ketahuan membuat surat cinta? aduh... bagi Adi itu terlalu memalukam. Begitu papanya keluar, Adi merutuki dirinya yang kurang teliti dengan apapun hal pribadinya. ..... "Haha surat cinta lho kebaca sama bokap?" Tawa Rizky pecah mendengar curhatan Adi di pagi hari. "Kenapa juga gue bisa lupa ngasih surat itu ke Ziu?" Gumam Adi. "Lho jadi cowok, nggak usah malu. Kalau lho cinta, lho tunjukin dong! bukan hanya sama Ziu, sama bokap lho juga." Rizky memberi nasehat. Adi mengangguk membenarkan apa yang dikatakan oleh Rizky. Selama ini Adi memang cukup terbuka kepada Ziu dan juga teman-teman nya, bagaimana tentang perasaan nya terhadap Ziu. Tapi... untuk kepada papa nya? Adi belum berani jujur. "Lho sama Syifa, gimana? masih diem-diem an?" Rizky terkekeh sebentar, lalu mengalihkan pandangan nya kesamping. "Apaan lho bawa-bawa Syifa?" "Lho pikir... gue nggak tau, kalau sepatu yang lho pakek dari dia?" Adi menunjuk sepatu yang dipakai Rizky dengan dagunya. Senyum Rizky mengambang, bingung harus berekspresi seperti apa. "Di?" Rizky menepuk bahu kiri Adi, membuat Adi memusatkan pandangan nya kepadanya. "Apaan?" Sahut Adi santai. Senyum tercetak jelas di bibir Rizky. "Gue nggak ada apa-apa sama Syifa. Jujur gue... kagum sama dia, gue merasa dia itu sahabat yang baik buat gue." "Selebihnya?" Desak Adi. "Nggak ada lebihnya. Gue murni menghargai dia, seperti gue menghargai mama gue sendiri." Kata-katanya Rizky begitu tegas. Semua yang dia ungkapkan memang fakta adanya, tidak ada sedikitpum kebohongan. Rizky memang bukan tipe cowok yang senang memberikan harapan, cuma mungkin kebaikan nya bisa diartikan dengan sesuatu yang berbeda oleh orang lain. "Gue salut sama lho Ky. Gak sabar gue, pengen jadi adik ipar lho." Adi tertawa diakhir kalimatnya. "Sialan lho." "Btw... kemaren gue lihat Ziu kesalon." Topik lain mulai mengalir dari bibir Rizky. Dan apapun itu yang menyangkut Ziu, adalah topik yang menyenangkan untuk didengar oleh Adi. "Tambah cantik dong, dia? ah! nggak sabar gue pengen lihat." "Cinta gue ke dia akut nih kayaknya." "Lho jangan senang dulu? Kata mama gue, Ziu ketemu sama cowok dan itu untuk pertama kalinya Ziu diajak salaman sama dia." "Emang nya masih ada orang yang nggak ada kuman nya?" Adi begitu penasaran. Adi bukan nya cemburu, dua malah santai saja kalaupun Ziu dekat dengan cowok lain. Karena menurut Adi, tidak ada yang lebih tulus mencintai Ziu dibanding dirinya. Menerima dengan senang hati, sikap Ziu yang kadang terlampau menyebalkan. Namun begitu menarik bagi Adi. "Darah campuran Indo-Korea, makanya Ziu suka. Lho tau lah, Ziu suka banget sama artis korea." Kata Rizky tersenyum geli. Suasana mendadak hening. Selain memang masih pagi, memang di kelas hanya ada mereka berdua. Rizky lebih dulu beranjak dari bangkunya "Gue keluar ya? mau ketemu Syifa dulu." "Eh cieee... katanya nggak ada yang spesial?" Goda Adi kepada Rizky. "Tembak aja, tembak." Lanjut Adi ikut berdiri. "ELangsung masuk aja." Ucap Adi tidak sabaran. Hampir saja main nyelonong masuk, tapi lengan nya ditarik kebelakang oleh Rizky.ntar mati anak orang, main tembak aja." Sahut Rizky meraih bahu Adi. Mereka beriringan keluar dari kelas. Suasana di luar lumayan ramai, sibuk dengan kegiatan masing-masing. Ada yang mojok, ada yang main basket, ada yang ngerumpi, ada juga yang jadi kutu buku tempat mereka di perpustakaan. Kalau Adi sama Rizky, kategori yang masuk kedalam semua hal. Tergantung situasi aja. Adi dan Rizky berdiri di depan kelas Syifa, yang tentunya juga merupakan kelas nya Ziu. "Langsung masuk ajaGak sabaran banget sih." Protes Rizky. "Lama lho." Timpal Adi. Matanya mengamati satu-persatu murid yang masuk kedalam kelas Syifa. Sedangkan Rizky, dia sedang mengetik sesuatu di handphone nya. Setelah selesai dia kembali menunggu dengan sabar.." Ucap Adi tidak sabaran. Hampir saja main nyelonong masuk, tapi lengan nya ditarik kebelakang oleh Rizky.Gak sabaran banget sih." Protes Rizky greget.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN