bc

Senandung Rindu

book_age18+
1.2K
IKUTI
4.4K
BACA
one-night stand
scandal
goodgirl
single mother
drama
tragedy
bxg
coming of age
cuckold
selfish
like
intro-logo
Uraian

Perjuangan hidup seorang Dina Safitri bermula ketika Adi Wirawan suaminya mengalami kebangkrutan usaha rumah makannya yang sudah berjalan hampir tiga tahun. Disaat itulah Dina memutuskan untuk menjadi TKW di negeri Jiran (Malaysia).

Tanpa disangka, kebaikan dan ketulusan hati Dina membuat Mohammed Ammar aksa, majikannya di Malaysia yang seorang duda dua anak jatuh cinta padanya hingga membuat Ibu Ammar tidak suka dan menciptakan neraka bagi Dina.

Tiga tahun berlalu akhirnya Dina bisa kembali ke Indonesia. Hari yang sangat dinantikan untuk kembali berkumpul bersama suami dan putri kecilnya. Tapi apa yang Ia bayangkan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Apa yang terjadi dengan mereka?

Tidak ada kebahagiaan yang dibangun di atas Luka.

-Dina Safitri-

chap-preview
Pratinjau gratis
1. Awal Petaka
Di sebuah ruko dua lantai yang tidak terlalu besar, Dina dan Adi, suaminya membangun bisnis rumah makan mereka. Adi sangat telaten dan bekerja keras hingga usaha mereka berkembang dengan pesat dalam waktu singkat. Walaupun baru merintisnya dua tahun yang lalu ketika putri pertama mereka baru lahir, tapi rumah makan mereka selalu ramai didatangi pengunjung, apalagi ketika jam makan siang. Saat itu Adi terdampak pengurangan karyawan di sebuah perusahaan asuransi tempatnya bekerja hingga akhirnya Ia memutuskan untuk membuka warung makan padang bersama Dina. Walaupun tidak ada darah Padang yang mengalir dalam dirinya, tapi Adi cukup lihai memasak berbagai menu masakan Padang. Hobby memasaknya sejak Ia masih kecil benar-benar memberikan keuntungan. Hobby memasak yang diturunkan dari Ibunya. Kini mereka sudah memiliki tiga orang karyawan. Dua karyawan yang bertugas memasak di dapur dan satu orang karyawan lagi untuk melayani pembeli.   Selain memberikan harga yang murah dan rasa yang enak, warung makan mereka selalu menekankan kepada seluruh karyawannya untuk selalu menjaga kebersihan. Itulah yang membuat pelanggan merasa nyaman. Adi lah yang selama ini fokus mengurus rumah makan mereka. Dina hanya sesekali membantunya karena Ia pun harus mengurus dan menjaga putri mereka yang masih kecil. Walaupun keuntungan yang mereka dapat dari berjualan cukup besar, tapi mereka juga harus menyisihkan sebagian uangnya untuk membayar sewa ruko. Ruko yang berada di tempat yang strategis apalagi berlantai dua sudah pasti biaya sewanya pun tidak murah. Belum lagi untuk membayar tiga orang karyawannya.   “Mas, aku naik ke atas dulu… kayaknya Sila udah ngantuk nih..” kata Dina sambil menimang Arsila yang sedang merengek. Arsila adalah putri mereka yang baru berusia dua tahun, memiliki rambut ikal dan sedikit kecoklatan.   “Ya udah. Sila bobo ya… nanti kalo udah bangun main sama Ayah...” ucap Adi sambil membelai lembut kepala putrinya dan mengecup keningnya. Setelah itu Adi kembali sibuk melayani pembeli yang akan membayar pesanan mereka.   Dina melangkahkan kakinya menuju ke lantai dua ruko. Adi sengaja menyekat lantai dua rukonya menjadi dua ruangan. Sabagian untuk menyimpan bahan baku untuk keperluan rumah makannya, sementara sebagian lagi Ia buat ruangan pribadi untuk tempat beristirahat. Di ruangan itu terdapat satu tempat tidur berukuran besar dan sebuah televisi kecil yang Ia beli dengan harga murah dari temannya karena sudah lama tidak dipakai. Ia menaruhnya di sana agar Arsila tidak bosan dan rewel ketika harus seharian berada di ruko. Ia bisa menonton acara kartun favoritnya untuk mengalihkan perhatian.   Baru saja Dina berhasil menidurkan Arsila, terdengar keributan di lantai bawah. Ia berusaha mempertajam pendengarannya karena memang suaranya terdengar kecil ketika pintunya ditutup. Setelah yakin suara itu berasal dari lantai satu rukonya, Ia pun buru-buru turun untuk melihat apa yang terjadi.   “Aduh Mas… saya mohon maaf sekali Mas… Ini pasti ada kesalah pahaman. Saya yakin kok Mas, makanan yang kami sajikan selalu bersih. Ini bener-bener di luar kuasa kami.” Adi memohon maaf sambil mengatupkan tangannya dengan sedikit membungkuk. Berharap pelanggannya mau mengerti dan memaafkan.   “Ngga bisa! Kalian ini bener-bener jorok! Mentang-mentang rumah makan kalian ramai trus kalian bisa seenaknya menyajikan makanan? Hah?! Kalo saya sakit perut, atau keracunan gimana? Mau kamu tanggung jawab??” bentak laki-laki itu sambil berdiri di samping meja. Kemungkinan usianya sekitar tiga puluh lima tahun, berpostur tinggi dan sedikit kurus.Ia datang bersama seorang wanita, entah itu istri atau kekasihnya.   “Kita kan bisa bicarakan ini baik-baik Mas… atau nanti kita ganti makanan yang lain.” Tawar Adi pada laki-laki itu.   “Apa kamu yakin makanan yang lain juga bersih? Jangan-jangan emang di dapur kamu banyak kecoa. Nih biar semua yang lagi makan di sini denger, gimana joroknya makanan di sini.”   Adi melirik ke kanan dan ke kiri. Beberapa pengunjung yang sedang makan langsung meninggalkan meja mereka dan keluar dengan mimik wajah yang terlihat seperti menahan mual. Ada pula yang berusaha mengambil gambar atau video dari smartphonenya, termasuk laki-laki itu.   Dina yang sedari tadi mendengarkan mereka jadi bingung. Ia pun mendekat ke arah Irma, salah satu karyawannya yang melayani di depan.   “Ini ada apa ya Ir?” tanya Dina.   “Itu Bu… di piring makan mas-mas itu ada kecoanya. Trus dianya marah-marah.” Jawab Irma sedikit ketakutan. Ia takut nantinya Ia yang akan disalahkan karena dia lah yang mengambilkan makanan untuk laki-laki itu.   “Kecoa?? Masa sih? Tapi kamu yakin kan kalo makanan kita bersih? Ngga ada kecoa di pesanannya?” tanya Dina yang tak habis pikir ada kecoa di atas piring pelanggannya. Ia sama sekali tidak percaya, bahkan di dapurnya pun Ia yakin tidak ada seekor kecoa pun yang pernah datang. Dina tahu suaminya begitu menjaga kebersihan dapur.   “Irma?” panggil Dina karena Irma hanya tertunduk tanpa menjawab pertanyaannya.   “Eh, iya Bu… S-saya ngga yakin Bu. Soalnya tadi buru-buru, mas nya minta cepet. Jadi saya ngga sampe ngliatin piring makannya.” Kata Irma sambil merapatkan tangannya ke depan. “Maafin saya ya Bu… saya bener-bener ngga tau.” Lanjutnya.   Dina terlihat syok, Ia menempelkan telapak tangannya ke dahi, dan tangan lainnya memegang pinggang. Ia kembali mendekat ke arah suaminya yang masih berusaha menenangkan pelanggannya itu. Dina mencoba menengahi.   “Mohon maaf Mas… sebelumnya saya minta ma-aaafff sekali atas ketidaknyamanan ini. Kami betul-betul ngga menyangka ada kecoa di makanan kami. Tapi kami yakin betul kami mengolah semua makanan di rumah makan ini dengan baik, bersih, dan higienis.” Kata Dina dengan ramah dan lembut.   “Bersih higienis gimana?? Jelas-jelas ada kecoa di piring saya. Tuh liat sendiri kalo kamu ngga percaya! Bener-bener menjijikan.” Kata laki-laki itu sambil menunjuk ke piring nasi yang tadi Ia makan. Dina pun mendekat dan memastikan sendiri dan ternyata memang benar, ada seekor kecoa mati berukuran kecil di piringnya. Seketika Dina merasa mual melihat pemandangan itu. Hampir saja Ia kelepasan. Apalagi membayangkan kecoa itu sampai masuk ke dalam mulut. Ia pun bisa merasakan betapa marah dan kesalnya jika Ia yang berada di posisi laki-laki itu.   “Iya Mas… saya tahu. Tapi saya mohon masalah ini bisa kita selesaikan secara kekeluargaan.” Pinta Dina dengan nada memelas. “Kalo perlu kami ganti rugi sesuai dengan kesepakatan.” Lanjutnya. Dina sudah paham betul, ini lah cara satu-satunya yang bisa menyelesaikan masalah jika jalan damai sudah tidak bisa ditempuh. Jaman sekarang siapa sih yang tidak tergiur dengan uang?   “Oke… saya setuju. Sekarang saya minta ganti rugi satu juta!” kata laki-laki itu dengan nada sinis.   “Hah? Satu juta?” pekik Adi. Nominal ganti rugi yang menurutnya terlalu besar untuk ukuran warung makan kecil seperti miliknya. Lagi pula kecoa itu tidak sampai termakan.   “Ya sudah kalo ngga mau. Ngga masalah buat saya…”   Dina memberikan kode dengan mimik wajah dan tangan kananya kepada Adi agar Ia menuruti apa yang laki-laki itu inginkan. Ia ingin masalah ini cepat selesai agar tidak mengganggu pelanggan lain yang mungkin akan datang.   “Ya udah Mas… kita setuju.” Ucap dina cepat. “Tapi saya mohon masalah ini tidak perlu diperpanjang lagi. Cukup sampai di sini saja.”   “Oke...” jawab laki-laki itu masih dengan nada sinis.   Adi pun akhirnya mengalah. Ia segera memberikan uang ganti rugi sesuai dengan yang laki-laki itu minta.   ***   “Kamu gimana sih Din? Uang segitu kan besar buat kita. Kamu pikir gampang apa cari uang? Satu juta kan bisa untuk nambahin modal atau nambahin biaya sewa ruko. Tau sendiri tiap tahun harga sewanya pasti naik. Ngga mungkin juga kita pindah cari tempat lain. Di sana tuh tempatnya udah bagus, kita udah dapet banyak pelanggan di situ.” kata Adi ketika mereka sudah berada di rumah. Rumah sederhana yang tidak terlalu besar berukuran 125 m² di pinggiran kota Jakarta. Rumah itu mereka beli dari hasil kerja keras keduanya jauh sebelum mereka menikah. Keduanya sepakat untuk menyisihkan sebagian uang gaji masing-masing untuk menyicil sebuah rumah dengan sistem KPR yang akan mereka tempati ketika mereka menikah nanti. Dan sekarang rumah itu sudah lunas baru sekitar dua bulan yang lalu.   “Ya mau gimana lagi Mas… Mas tau kan sosial media jaman sekarang punya kekuatan besar. Kalau masalah ini sampai kesebar luas gimana? Tadi aja Mas liat sendiri pembeli langsung pada kabur.”   “Ya kamu bener juga sih, tapiii…….”   “Tapi kok bisa sih Mas ada kecoa di makanan kita?” tanya Dina memotong pembicaraan Adi.   “Itu dia Din… aku juga bingung. Padahal kamu tau sendiri. Aku selalu cek makanannya, aku pastikan bener-bener ngga ada yang salah. Dapur juga selalu bersih, ngga ada sampah menumpuk.” Kata Adi tak habis pikir.   “Iya Mas aku tahu. Atau jangan-jangan emang ada yang sengaja mau menjatuhkan tempat makan kita?” tanya Dina dengan tatapan menyelidik.   Bukannya curiga, Adi justru tertawa mendengar perkataan Dina. “Kamu nih kebanyakan nonton sinetron.”   “Mas Adi nih jangan terlalu polos. Di dunia nyata juga banyak yang kaya gitu.” Ucap Dina sambil terus menyetrika pakaian. Sementara Adi duduk santai di sofa sambil menonton televisi. “Atau mungkin ini teguran buat kita Mas… karena kita kurang bersyukur, kita kurang bersedekah.”   “Udah deh ngomongnya ngga usah nglantur kemana-mana. Anggep aja ini musibah.”   “Hmm… semoga aja masalahnya ngga berpengaruh untuk usaha rumah makan kita kedepannya ya Mas.” Ucap Dina khawatir.   “Iyaaa… kamu tenang aja. Kamu percaya aja sama aku.” Adi menenangkan. “Ya udah kamu sini dong… gantian aku yang diurusin.” Protes Adi karena sejak pulang tadi Dina sibuk dengan cucian baju dan setrikaan yang menumpuk.   Dina pun langsung menghentikan pekerjaannya dan mencabut colokan setrika. Ia mendekat ke arah Adi dan duduk di sampingnya.   “Mumpung Sila udah bobo…” bisik Adi dengan nada genit sambil memeluk tubuh istrinya yang sedikit basah karena keringat. Dina menggeliat karena geli ketika Adi dengan ganasnya mendaratkan bibir tepat di leher Dina.   “Ih Mas Adiii…” Dengan manja Dina mendorong tubuh Adi menjauh. “Sabar dong Mas… aku mandi dulu…” ucap Dina sambil menghambur ke arah kamar mandi. Adi pun hanya bisa pasrah sambil menjatuhkan kepalanya ke sandaran sofa. Hasratnya harus tertunda sampai Istrinya selesai mandi.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
207.9K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.8K
bc

My Secret Little Wife

read
100.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook