bc

I'm Here

book_age18+
673
IKUTI
2.8K
BACA
drama
sweet
bxg
like
intro-logo
Uraian

Disaat Yongtae terus dikejar karena belum juga menikah di usianya yang sudah matang, ia dipertemukan dengan seorang wanita bernama Haura yang sayangnya sudah menikah, bahkan memiliki seorang putra. Sayangnya ia tidak diperlakukan dengan baik oleh suaminya, sehingga Yongtae berpikir akan ada kesempatan untuknya.

cover by: pahingthu

font by: https://www.1001fonts.com/free-for-commercial-use-fonts.html

chap-preview
Pratinjau gratis
01
Hari itu aku pergi ke kafe temanku untuk minum green tea latte kesukaanku. Di sana aku bertemu dengan seorang wanita berseragam merah, yang merupakan seragam restoran cepat saji. Dia minum secangkir kopi s**u dengan gula aren, serta makan kue pie kering. Aku kira awalnya dia hanya pengunjung biasa, tapi entah kenapa setiap ke kafe, aku lagi-lagi bertemu dengannya. Masih dengan penampilan yang sama, meskipun saat musim dingin, ia membalut seragamnya dengan jaket tipis berwarna krem. Serta pesanan yang sama. Namun dengan kondisi berbeda-beda. Kadang tampak sehat, namun kadang juga dia terlihat punya banyak memar di wajah serta tangannya yang terekspos, karena seragamnya yang berlengan pendek. Lama-lama, aku jadi penasaran dengan wanita itu. •••                                                                              Curr... suara air yang dituang ke dalam mug, memecah keheningan sebuah unit apartemen megah dengan nuansa putih dan perak itu. Lelaki yang sedang menuangkan air panas ke dalam mug yang sudah lebih dulu dimasukan kantung teh, kemudian menguap lebar. Meskipun dia sudah mandi, dan mengenakan pakaian rapih untuk ke kantornya. Matanya masih saja sulit untuk terbuka dengan benar. Semalam ia lembur, dan saat pulang. Harus pasrah menerima kekosongan di rumahnya, yang entah kenapa membuatnya jadi semakin merasa lelah dan susah tidur. Padahal ini pilihannya untuk hidup sendiri selama belum menemukan sosok yang pas untuk teman hidupnya. Meskipun sudah banyak wanita yang dikenalkan padanya. Setelah teh dan roti panggangnya selesai dibuat, Yongtae pun duduk di salah satu kursi meja makannya, dan menyantap rotinya tanpa bersuara. Matanya menatap sendu kursi-kursi kosong di sekitarnya. Kalau dia kembali tinggal dengan orang tuanya, rasanya malu. Dia ini pria dewasa. Kalau di rumah, ibunya akan kembali merawat dirinya, meskipun dia sudah bersikeras bisa merawat dirinya sendiri. Selesai sarapan, Yongtae pun bergegas pergi ke kantornya. ••• Seorang wanita berambut tipis dengan warna coklat, berjongkok di depan putranya yang berdiri di depan gerbang sekolah. "Hari ini semangat lagi ya belajarnya," tutur wanita itu, sembari menyunggingkan senyum. Tidak peduli luka di bibirnya terasa sakit, saat ia menarik kedua sudut bibirnya ke atas. "Iya, ibu, terimakasih. Tapi apa yang terjadi dengan wajah Ibu? Lagi-lagi Ibu jatuh ya?" Wanita itu terkekeh sembari mengusap wajahnya sejenak dengan satu tangan. "Yah, begitulah. Ibukan memang ceroboh, makanya kau harus hati-hati, jangan seperti Ibu," "Tapi apa memang luka jatuh itu seperti itu?" "Eum... yaa..." balas wanita itu ragu-ragu, dengan kepala mengangguk perlahan. Anak laki-laki itu mengerucutkan bibirnya. Dia sebenarnya tidak percaya dengan perkataan ibunya. Dulu dia memang bisa dibohongi, tapi lama-kelamaan, dia sudah bisa berpikir. Mana mungkin luka-luka di wajah dan tubuh ibunya hanya luka bekas jatuh. Tapi melihat ibunya tampak tidak ingin membicarakannya, ia pun memilih bungkam. "Ya sudah, Ibu harus berangkat kerja sekarang. Kau baik-baik ya di sekolah, nanti sore Ibu jemput," Anak laki-laki itu menganggukkan kepalanya. Wanita itu kemudian mencium kening putranya, sebelum pergi meninggalkan putranya di sekolah. ••• "Hei, pelayan! Yang biasa ya!" "Sialan kau! Aku bos di sini!" Yongtae hanya terkekeh, menanggapi kekesalan temannya, yang merupakan seorang pemilik kafe bernuansa putih-biru, yang sedang ia kunjungi kini. Yongtae biasa datang kemari kalau dia penat bekerja di kantor. Yah, untungnya dia seorang pemilik perusahaan sekaligus CEO perusahaannya sendiri. Bukan perusahaan besar. Jangan kau pikir Yongtae adalah bos besar dan sangat kaya raya di sini. Meskipun Yongtae sudah delapan tahun membangun usahanya, perusahaannya baru mulai berkembang di tahun ke tujuh. Dan ia berharap bisa segera maju, agar ia bisa membuka lapangan kerja lebih banyak. Yongtae mendudukkan dirinya di kursi yang biasa ia duduki, yaitu kursi nomor lima belas, yang letaknya berada tak jauh dari meja bar. Tempat di mana temannya membuat kopi, dan varian minuman lainnya yang kandungannya tak jauh dari kopi atau s**u. Ia kemudian mengeluarkan laptopnya, dan bersiap untuk melajutkan pekerjaannya yang tertunda. Johnny, nama temannya yang merupakan seorang pemilik kafe sekaligus barista. Tak lama datang menghampirinya, sembari membawa pesanan Yongtae. Green tea latte dengan cheesecake. "Terimakasih," ucap Yongtae, sesaat setelah nampan nampan kecil yang Johnny bawa, diletakan di mejanya. "Aku kembali bekerja, jangan terlalu keras pada dirimu sendiri," pesan Johnny, sebelum kembali ke balik meja bar. Yongtae hanya membalas perkataannya dengan tersenyum simpul. Johnny, memang teman terbaiknya. Di saat Yongtae sedang fokus pada laptopnya, sebuah suara yang terdengar familiar akhir-akhir ini menarik perhatiannya, untuk mengalihkan pandangannya dari laptop. "Seperti biasa, kopi s**u gula aren, dan kue pie kering," mata Yongtae, tanpa sadar jadi mengamati wanita berseragam merah itu. "Wah, Nona sepertinya suka sekali pie ya? Dan sangat menjaga kesehatan, karena pakai gula aren," basa-basi Johnny. Wanita itu tertawa. "Yah, begitulah..." "Diantarkan ke meja yang biasanya juga?" tanya Johnny, yang wanita itu balas dengan anggukan. "Oke, baiklah, silahkan ditunggu," "Terimakasih," Wanita itu pun pergi ke meja nomor dua puluh dua, yang terletak di sebelah jendela besar kafe. Ia lalu mengeluarkan novel dari dalam tas selempangnya. Novel yang berbeda, dari novel minggu lalu yang ia baca. Yongtae tahu, karena ini bukan pertemuan pertamanya dengan wanita itu. Wanita yang entah kenapa berhasil menarik perhatiannya. Pertama bertemu, awalnya Yongtae tidak tertarik, tapi karena sering lihat dan selalu datang dengan kondisi berbeda-beda, membuat ia mau tak mau jadi penasaran dengan wanita itu. Wanita itu apa hobi bertengkar? Pikir Yongtae. Kadang-kadang ia hanya datang dengan kondisi bekas luka dan memar, namun terkadang juga datang dengan kondisi luka dan memar yang masih baru. Ia penasaran, ingin menyapa dan berkenalan, tapi malu. Johnny tak berselang lama, keluar dari meja bar dengan membawa nampan berisi pesanan wanita itu. Sebelum sempat pergi, Yongtae tiba-tiba menarik baju Johnny, hingga ia berhenti melangkah. Johnny pun berbalik, dan menatap Yongtae dengan tatapan tanda tanya. "Ada apa?" tanya Johnny. "Sebentar," Yongtae dengan tergesa, merobek satu lembar kertas notes warna karamel miliknya, dan mencatat sesuatu di sana. Ia lalu melipatnya jadi empat, dan menyerahkannya pada Johnny. "Bisa kau berikan pada wanita itu?" ujar Yongtae dengan nada berbisik. "Wah, wah, apa-apaan ini? Kau mau pendekatan ya?" goda Johnny. Yongtae mendengus. "Aku hanya mau berkenalan, tidak salahkan?" "Demi masa depan temanku, akan aku bantu," balas Johnny. "Ck, masa depan apa? Sudah aku bilang, aku hanya mau berkenalan dengannya," Yongtae kemudian meletakkan kertas tersebut di atas nampan, di samping pisin berisi pie kering. Johnny pun bergegas pergi ke meja wanita itu, sementara Yongtae langsung menutup wajahnya dengan buku menu, merasa berdebar, sekaligus takut dengan reaksi wanita itu terhadap suratnya. Ia tahu, ia tidak jantan karena mengajak perempuan berkenalan dengan cara begini. Tapi apa boleh buat? Dia tidak bisa memaksakan kapasitas keberaniannya yang tidak seberapa. Terlebih, pada dasarnya Yongtae memang berkepribadian introvert. Jangankan mengajak perempuan kenalan, laki-laki saja ia tidak berani. Makanya temannya sejak sekolah hanya Johnny seorang. Johnny cukup lama tidak kembali ke meja bar, sepertinya menunggu wanita itu menulis balasan. Beberapa saat kemudian, Johnny pergi dari meja wanita itu, ke meja Yongtae. Yongtae langsung menegakan tubuhnya, dan menggigiti kuku ibu jarinya, tanpa berani menatap orang-orang sekitar. "Ini balasan untukmu," ucap Johnny sembari meletakan kertas yang sama, dan dilipat empat juga, di samping laptop Yongtae. "Setelah ini datangi dia sendiri ya? Aku bukan tukang pos apa lagi burung merpati," kata Johnny, sebelum melenggang pergi, sebelum Yongtae memberi respon. Dengan gugup Yongtae mengambil kertas itu, dan membukanya dengan mata kiri tertutup. Sebelumnya Yongtae menuliskan. Halo, namaku Yongtae. Akhir-akhir ini aku memperhatikanmu karena kau sering datang ke kafe ini. Kafe ini milik temanku, jadi aku sering datang. Maaf kalau membuatmu tidak nyaman. Semoga kau mau berkenalan denganku! ^^ _ salam Yongtae Di bawahnya, ada tulisan lain sebagai balasan, yang membuat jantung Yongtae menahan napas saat hendak membacanya. Sebuah kehormatan bisa berkenalan dengan anda, nama saya Haura, salam kenal!_ Haura. Padahal hanya balasan sederhana, tapi Yongtae tidak menyangka ia akan dapat respon yang bagus. Yongtae kemudian melirik wanita itu yang saat ini sedang membaca novel sembari memakan kue pienya. 'Apa harus aku hampiri? Atau tidak?' batin Yongtae. 'Tentu saja harus aku hampiri. Tapi aku malu,' Selama beberapa saat, Yongtae akhirnya malah sibuk berkutat dengan pikirannya sendiri, tanpa melakukan apapun. Ting! Suara lonceng yang menandakan adanya kehadiran pengunjung baru, menyadarkan Yongtae dari lamunannya. Terlihat seorang pria berkaos coklat, dengan celana panjang berwarna hitam, baru saja masuk. Ia kemudian menghampiri wanita bernama Haura itu, membuat Haura tampak terkejut. "Kau di sini ternyata?" ujar pria itu. Haura menundukkan kepala. "Aku sedang istirahat," "Ck, sialan, aku sedang susah payah kerja, dan kau malah enak-enakan duduk di kafe begini?" "Sudah aku bilang, aku sedang istirahat. Aku sudah kerja dari pagi sampai sore. Lagi pula untuk apa kau mencariku sampai segininya? Mau minta uang hah?" "Istri kurang ajar!" Yongtae terkejut. 'Istri?' batinnya. 'Tapi kenapa dia kasar begitu?' "Ayo pulang," ucap pria itu kemudian. "Setelah ini aku harus kembali bekerja. Jadi tidak bisa. Jangan ribut di sini, memalukan. Kau bahkan bisa dilaporkan ke polisi oleh orang-orang," "Ck, awas saja di rumah nanti," pria itu menendang kursi meja wanita itu, membuat Johnny berdecak. Takut meja kafenya rusak. Setelah pria itu pergi, Yongtae beranjak berdiri dan menghampiri wanita itu. Entah kenapa, kakinya malah berani melangkah mendekatinya, setelah ia tahu kalau wanita itu sudah bersuami. Apa yang ia lakukan, tidak sejalan dengan pikirannya. Pikirannya mengatakan untuk mundur, dan tidak usah melanjutkan perkenalan ini lagi. Tapi yang terjadi malah sebaliknya. "Kau tidak apa-apa?" tanya Yongtae. Haura menatap Yongtae dengan tatapan kosong beberapa saat, namun tak lama ia tertawa kecil sembari memalingkan wajahnya. "Aku tidak apa-apa, maaf sudah membuat keributan di kafe ini," ucap Haura. Yongtae menempatkan dirinya di kursi yang berhadapan dengan Haura, dan berniat membuka obrolan agar bisa lebih dekat dengan wanita itu.

editor-pick
Dreame-Pilihan editor

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
207.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
191.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.3K
bc

My Secret Little Wife

read
100.6K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.8K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.8K

Pindai untuk mengunduh app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook