Bab 1: Pengadilan Agama

989 Kata
Seorang wanita berdiri ragu di depan sebuah gedung pengadilan agama yang menjulang tegap di depannya. Ia menelan ludah ketika beberapa pasang mata berpapasan dengannya. Hari ini matanya sudah tak berwarna merah lagi. Bahkan ia mengenakan pakaian modis yang membuatnya berbeda dari sebelumnya. Ia mengenakan celana jeans warna hitam dengan blouse berwarna pink yang nampak modis di badannya. Kacamata yang berwarna senada dengan blousenya menambahkan aksen elegan dan mempesona plus fitur aksesoris yang melekat di leher, pergelangan tangan dan telinganya. Sepatu tingginya menapaki tangga pertama pengadilan agama di depannya, dan setiap suara sepatunya membuat beberapa pasang mata tak melepaskan kekagumannya pada perempuan yang usianya baru 28 tahun tersebut. Ketika ia membuka kacamatanya, orang-orang sibuk menerka apa sebab ia diceraikan atau apa sebab ia menggugat cerai pasangannya. Tak sedikit dari mereka mengatakan bahwa ia perempuan matre sehingga suaminya tak sanggup bersanding lagi dengannya lama-lama. Ah, manusia memang selalu tertipu dengan penampilan orang lain, pikirnya. "Wahh... Wahhh... Wahhh... Nona Anora? Kau datang sendiri?" tanya sosok lelaki yang tak sengaja berpapasan dengannya. Lelaki muda tampan itu bernama Reynaldi, pengacara suaminya, Haris. "Semua orang akan mengira penampilanmu sekarang memang pantas ditinggalkan oleh suamimu." karena Rey tak suka diabaikann ia mencoba memainkan api hati Anora. Ia merasa sukses ketika akhirnya Anora menoleh dan menatapnya lekat-lekat namun tak mengatakan apa-apa dan hanya tersenyum sinis ke arahnya. Harga diri seorang Reynaldi merasa tertantang dan terluka mendapatkan sikap tak menyenangkan Anora. "Aku bisa membantumu mendapatkan hakmu sebagai istri, dengan mendapatkan hak ganti rugi..." langkah Anora terhenti dan ia menoleh ke arah Rey, menatapnya tajam-tajam. "Aku membiarkan Haris menceraikanku, menunggunya menggugatku karena aku lelah selalu jadi yang pertama dalam hal menggugat." kata Anora tajam. Ia bohong, padahal beberapa hari lalu ia berharap Haris tak menggugatnya karena ia masih mencintai lelaki itu. Mata tajam Anora masih bisa Rey rasakan hingga ia sedikit merasa tertantang untuk mencari tahu ada apa sebenarnya dengan rumah tangga kliennya. Perempuan di hadapannya tidak bisa dikatakan jelek ya meski kali pertama ia bertemu dengan Anora, gadis itu hanya menggunakan piyama dan sama sekali tak memedulikan penampilannya di depan orang. Tanpa riasan, tanpa tatanan rambut yang rapi dan acuh tak acuh meski wajahnya tetap saja ayu dan enak dipandang dengan penampilan alakadarnya itu. Anora berbalik, ia tak ingin berbicara lama-lama dengan pengacara suaminya, itu hanya akan membuatnya membuat kebohongan-kebohongan lainnya saja. Luka hatinya belum sembuh dan ia tak ingin semakin terluka jika harus membicarakan perkara mantan suaminya kini. Ah, sialan! Anora mengumpat keras-keras dalam hati, seolah ia juga ingin menampar keras-keras hatinya yang kini menyaksikan orang yang dulu berjanji membahagiakannya sedang bercengkrama dengan yang lainnya, apalagi yang lainnya itu adalah sahabat baiknya saat mereka masih kuliah dulu. "Sorry, Ra, gue udah lama suka sama suami lo." kata Diana setelah akhirnya Anora berhasil memintanya bertemu berdua. Pengakuan Diana yang spontan tanpa basa-basi itu membuat Anora seketika menegang hingga tanpa sadar tangannya yang berada di gelas kaca yang berisi jus orange-nya pecah berkeping-keping. Anora kaget, pun begitu dengan Diana. Darah segar yang mengalir dari kedua tangan Anora tak terasa perih, tapi entah mengapa matanya terasa pedih dan panas hingga ia sekuat tenaga menahan air matanya agar tak tumpah. Diana yang masih kaget dengan gelas pecah di tangan Anora, buru-buru mengambil tisu di meja dan berniat menghentikan pendarahan di tangan Anora. Reflek, Anora menarik kedua tangannya dari Diana dan menatap perempuan itu tajam, setajam-tajamnya. "Sejak kapan kalian berdua selingkuh di belakangku?" tanya Anora, ia hanya ingin tahu berapa lama dua orang yang sangat ia percayai membohonginya. "Setahun..." jantung Anora berdegup kencang mendengarnya, tak menyangka bahwa ia yang baru menikah dan akan merayakan pernikahannya yang baru berumur dua tahun sudah diselingkuhi kurang lebih setahun. Ia merasa bodoh dan kesal sekaligus. "Lukamu..." lirih Diana cemas. "Na... Dengar baik-baik, kamu tidak akan bahagia! Tidak akan pernah!" kata Anora tajam. Selanjutnya ia berdiri dan berjalan pergi meninggalkan Diana yang tertegun menatap sahabatnya enyah dari hadapannya. Bukan sahabat, mantan sahabatnya. Tiba-tiba rasa bersalah menyelimuti hatinya begitu saja dan ia takut bahwa kutukan Anora benar adanya. Luka di tangan Anora belum sembuh benar dan kini ia merasa lukanya semakin melebar ketika ia melihat mantan suaminya dan mantan sahabatnya sedang menatapnya bingung. Anora tahu bahwa dua orang itu sedang galau dengan posisi mereka. Rasa bersalah tercetak jelas di wajah mereka, apalagi di wajah Haris, lelaki yang seharusnya sadar bahwa ia bisa sesukses sekarang juga karena Anora. Kaki Anora yang terasa lemas semakin kehilangan kekuatannya ketika Diana diam-diam dengan beraninya menggenggam erat tangan Haris di hadapannya. "Mereka sudah menikah meski di bawah tangan." bisik Reynold di telinga Anora. Mendengar hal itu, Anora ingin mengepalkan kedua tangannya erat-erat, tapi ia takut luka di tangannya akan semakin besar dan darah segar akan mengucur dari balik perbannya. "Ayo. Sidangmu sepuluh menit lagi." kata Reynaldi lagi sebelum akhirnya ia masuk ke ruang sidang diikuti oleh Anora dan mantan suaminya. "Kau yakin tak ingin meminta apa-apa dariku?" bisik Haris di telinga Anora saat baru saja mereka memasuki ruang sidang. Anora menoleh tajam ke arahnya, membuat lelaki itu semakin terlihat bersalah. "Rumah di kawasan Pondok Indah." jawab Anora. Rumah pertama mereka yang mereka tinggali saat mereka baru saja sukses. "Aku sudah tahu soal itu, maksudku, yang lain." kata Haris. Ingin sekali Anora menyumpal mulut sombong Haris dengan tisu miliknya sebanyak-banyaknya. "Kau bisa minta ganti rugi padaku lebih banyak." jawabnya. Ya, mereka berdua tahu bahwa kini Haris sukses dengan perusahaan start-upnya. "Aku ingin setelah semua ini berakhir, kau jangan lagi memintaku untuk rujuk." kata Anora dalam-dalam meski ia sendiri tak yakin dengan apa yang baru saja ia katakan. Ia siapa? Ia hanya seorang istri dan bukan seorang ibu karena mereka tak memiliki anak, terlebih Haris adalah suaminya yang ketiga. Anora bisa melihat dengan jelas bahwa wajah Haris terlihat ingin tertawa puas. Siapa juga yang mau rujuk sama kamu?                      Itu yang dipikirkan Haris. Ia memandang mantan istrinya lagi, kali ini dari atas ke bawah. Ia baru menyadari istrinya cantik. Ya, mungkin itu yang membuatnya suka kepada Anora dulu. Selebihnya ia tak menemukan apa-apa di diri Anora sepanjang hampir dua tahun menikah selain Anora sering kali menulis cerita-cerita receh di aplikasi online apalah, yang menurutnya kampungan dan tak menghasilkan apapun.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN