Prolog

1021 Kata
Anora menatap dirinya baik-baik di cermin, tak menyangka untuk kesekian kalinya ia akan mengenakan gaun berwarna sama namun model, corak dan gayanya berbeda. Angin laut yang segar berhembus masuk ke dalam kamarnya, membunyikan lonceng kamarnya yang menimbulkan kesan geli di dirinya juga ia merasa mual sekaligus mengingat dari siapa lonceng itu berasal. Tirai-tirai putih di kamarnya bergerak -gerak tertiup angin. Ketika ia memandang wajahnya lagi kini,  ia hanya bisa mendesah kesal dan cemas. Seharusnya ia bahagia seperti para perempuan lainnya. Hari bahagia yang ditunggu-tunggu oleh para pecinta karena mereka resmi menikah, tapi Anora? Anora tak bahagia, tak seperti pernikahan-pernikahannya sebelumnya. Di tiga pernikahannya yang lain ia selalu tersenyum ketika mengenakan gaun pernikahannya, tetapi sekarang ia seperti akan memasuki gerbang kematian saat mengenakan gaun pernikahannya. Anora mendesah lagi ketika ia mendapati ke empat pria yang sudah memporak-porandakan kehidupannya berada di bawah, di pesta pernikahannya, satu dari mereka adalah calon suaminya. Renaldy tampak tersenyum puas dan berbincang-bincang dengan salah satu tamu yang ada di pesta. Wine yang ada di tangannya ia goyangkan sebentar sebelum ia meneguknya. Melihat wine di tangan lelaki itu, Anora teringat kejadian tak menyenangkan beberapa bulan lalu. "Lo sempurna, Ra!" ucap Reynaldi. "Lo gila!" seru Anora kesal. "Lihatlah! Lo terkenal! Lo kaya dalan sekejap dan itu gara-gara gue!" "Balikin buku Diary gue!" pinta Anora kesal. "Boleh, tapi lo harus nikah sama gue." katanya dengan senyuman yang penuh arti. Anora membuang wajah kesal. Ketika ia membuang wajah, wajah yang lain juga tersenyum dan menatapanya penuh cinta, sama seperti tatapan-tatapannya dahulu saat mereka masih tinggal satu atap. Tetapi tatapan itu tak berlangsung lama, gara-gara Diana, rumah yang ia bangun dengan seluruh hatinya retak dan ketika dihadapan hakim ia sudah tak menemukan tatapan lelaki itu padanya seperti dulu saat lelaki itu menjabat tangan penghulu. Dan setelah semuanya berakhir, tiba-tiba saja lelaki itu datang lagi dan mencoba mengobrak abrik hati Anora lagi. "Aku mau rujuk sama kamu..." kata Haris dalam-dalam. "Ha? Baru juga seminggu kita cerai!" seru Anora kesal. "Aku sadar aku salah, aku mau rujuk lagi sama kamu. Aku masih sayang sama kamu." "Well kamu sadar apa karena Diana ninggalin kamu yang sekarang lagi dalam proses bangkrut?" tanya Anora sinis. Mata Haris menatapnya dalam-dalam, tak ada kesan tersinggung pun yang terpancar dari wajahnya. Ia menatap Anora sama seperti ketika ia masih menjadi suami perempuan itu. Sangat dalam sehingga Anora yakin ia akan menghabiskan sisa hidupnya dengan Haris dan menjadikan kisah cinta mereka abadi sepanjang masa. Tetapi ketika Diana datang, impian Anora lenyap, selenyap-lenyapnya. Dan kini, ketika Haris memintanya untuk rujuk kembali sembari menatap matanya lekat-lekat seperti sekarang, tubuh Anora meremang tiba-tiba. Sentuhan Haris selalu ia rindukan dan rasanya ia ingin segera berlabuh di pelukan lelaki itu. Aku masih mencintaimu, Ris, masih. Perasaanku masih sama seperti dulu. Mata Anora dan Haris masih bertemu sebelum lelaki itu didatangi oleh salah seorang perempuan yang membawa bucket bunga. Mereka tertawa dan Anora mendesah. Pandangan Anora beralih ke arah Manda, lelaki yang taat beribadah dan sangat sabar padanya. Sosok lelaki yang selalu membuat hatinya sejuk ketika ia sedih. Sosok lelaki yang entah mengapa selalu ada untuk Anora. Dipandanginya baik-baik lelaki itu dengan setelan jas abu-abu yang membuatnya terlihat tampan, apalagi ia tak mengenakan kacamata di matanya. Lelaki itu tepat duduk di sebelah Ayah Anora dan ia berkomat-kamit. Entah apa yang dirapalkannya, Anora tak mengerti. Manda selalu memiliki keunikan sendiri yang membuat Anora melangkah maju ke depan tanpa rasa takut. "Lo harus nikah! Buktikan pada para netijen bahwa lo bisa bahagia!" kata Manda saat Anora menangis. "Siapa yang mau sama gue?" "Ra... Lo punya gue..." "Maksud lo?" Manda hanya tersenyum kecil dan mendekap Anora dalam pelukannya. Anora merasa damai dan ia mulai berandai-andai jika saja Manda jadi suaminya. Pintu kamar Anora diketuk dan seluruh lamunannya buyar seketika. Seorang perempuan cantik dengan wajah oval dan rambut blondenya muncul dari balik pintu. Ia tersenyum, dan ketika tersenyum lesung pipitnya terlihat, mengingatkannya pada seseorang yang juga ada di pesta pernikahannya. Ia melirik ke bawah lagi dan benar saja ia sedang melihat Andre dengan baju tuksedo berwarna hitamnya sedang sibuk bertelepon di bawah sana. Perempuan cantik bergaun abu-abu itu masuk ke kamar Anora. Langkah kakinya anggun dan Anora selalu suka melihat Amira, adiknya Andre tersenyum padanya seperti sekarang. Karena senyum Amira sama seperti Andre. "Semuanya sudah siap." kata Amira. Ah, kalimat yang sama yang dikatakan Andre beberapa waktu lalu. "Semuanya sudah siap. Kita tinggal tentukan pernikahan kita saja, Ra!" "Pernikahan sontoloyo!" seru Anora kesal. Anora bangkit, Andre pun bangkit dan menarik tangan gadis itu. Anora menatap sebal dan tak suka pada Andre. "Oke aku salah. Aku ninggalin kamu gitu aja tujuh tahun lalu. Tapi itu dulu! Dulu sekali!" "Lah emang gak ada hubungannya sampai sekarang?" "Kamu udah nikah tiga kali sedangkan aku belum nikah sama sekali." "And then?" Anora mulai tak suka karena kesannya Andre menyalahkan sikap Anora yang memilih menikah dan melupakannya. "Karena kamu udah cerai, aku ingin kita bisa menikah. Aku masih mencintaimu, Ra..." "Hah? emang lo pikir nikah tuh gampang?!" Anora semakin sebal. Ia sudah gak menggunakan aku-kamu ke Andre, tetapi lo-gue yang berarti ia sudah marah. Amira menyodorkan buket bunga yang membuat Anora tersentak dari lamunannya. Amira terlihat bahagia, sedangkan Anora serasa ingin mati. Belum setahun ia bercerai dan ia harus menikah lagi. Oh Tuhan! Apalagi menikah dengan orang yang tidak ia cintai? Benarkah akan terjadi sekarang? Anora ingin menangis. Tidak. Bukan menangis. Anora ingin kabur. Iya! Ia harus kabur! Anora melirik lagi ke bawah, tempat tamu undangan dan mempelai lelakinya berada. Satu persatu lelaki yang mengajaknya menikah kembali terlihat, ia menghitung. Hilang satu! Ia mencari-cari sosok itu. Sosok yang seharusnya dari empat kandidat itu yang menikah dengannya. Sosok yang ia cintai. Ke mana dia? Ke mana dia? Bukankah dia bilang akan berbesar hati di pernikahannya? Jangan-jangan ia bohong! Jangan-jangan benar dugaan Anora bahwa sebenarnya ia juga mencintai Anora namun memilih mengalah karena tidak yakin bisa membahagiakan Anora. Dasar b******k! Aku harus menikah denganmu! Bukan dengan lelaki lain! Tak sabar, Anora menjinjing roknya dan keluar dari kamarnya sambil berlari. Ia terus berlari, tak peduli dengan beberapa pasang mata yang memandangnya heran. Semua tamu undangan tersentak ketika menyadari Anora masuk mobil dan pergi begitu saja. Satu kalimat yang terbesit dalam otak para tamu, keluarga Anora, keluarga besar calon suaminya dan tentunya calon suaminya. Anora kabur! Calon pengantin perempuan kabur! Pernikahan batal! Syarat-syarat pernikahan dalam agama Islam. 1. Mempelai pria 2. Mempelai wanita 3. Wali perempuan 4. Saksi pernikahan 5. Ijab Qobul Jika salah satunya hilang, sudah pasti pernikahan batal. Kemana Anora?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN