SS1- Lunch Time!

1930 Kata
Angela merenggangkan tubuhnya setelah lelah merangkum jurnal mingguan untuk seluruh jadwal CEO barunya itu. Kepalanya terasa begitu sakit saat menyadari pekerjaan dan kunjungan pertemuan rapat pria itu jauh lebih banyak dari Ray Alexander. Pria ini memang benar-benar pemimpin perusahaan yang tidak main-main, bukan hanya pertemuan untuk proyek biasa. Sampai pertemuan dengan beberapa klien mancanegara di jadwalkan pria itu dan semuanya dalam langkah meminta dukungan secara finansial yang benefit kepada para investor tersebut. Sedikit rasa kagum bersarang dihatinya, paling tidak, pria itu memang benar-benar berniat untuk memperbaiki kualitas perusahaan ini. Bukan hanya untuk menggenggam kuasa penuh lalu menghancurkannya. "Hei bodoh! Perusahaan ini juga miliknya, Angela!" desis Angela kesal merutuki dirinya sendiri. Dering telepon membuatnya terkejut, menghembuskan napasnya kasar, menegapkan tubuhnya seraya menjawab panggilan tersebut. "Selamat siang, Presdir..." "Bisakah kau kemari?" Senyuman lantas terbit di wajah cantik angela, "Dengan senang hati..." ucapnya meletakkan kembali gagang telepon seraya berdiri meninggalkan meja kerjanya itu. Tersenyum kala cermin menahan bayangan dirinya yang sempurna, sedikit membusungkan dadanya yang seksi Angela berjalan dengan penuh percaya diri mengetuk pintu ruangan tersebut, lalu memasukinya. "Selamat siang, Presdir." sapa Angela dengan nada sopan dan penuh semangat. "Mari duduk…" ucap pria bermata biru itu mengabaikan sapaannya. Angela terperangkap dengan mata setajam elang berwarna biru yang melemparkan tatapan penuh kuasanya yang mengintimidasi. "Apa yang bisa saya bantu, Presdir?" tanya Angela menyampaikan rasa penasaran yang bersarang dihatinya. "Tolong ketik salinan surat perjanjian kerja sama ini dan cetak sebanyak empat rangkap untuk rapat pukul satu nanti." "Jadi kau menyuruh ku melewatkan makan siang?" tanya Angela tak percaya. "Ayolah, aku harus pergi untuk makan siang bersama istriku." "Istri?!" pekik Angela tanpa dapat ditahan. "Oh Angela, apakah sulit bagimu mempercayai bahwa aku sudah menikah?" tanya pria bertubuh atletis dengan kulit eksotis itu menatap dengan begitu menggoda padanya. . Angela dengan cepat mengubah ekspresi wajahnya, "Maaf, tidak seharusnya aku mempercayai rumor yang mengatakan anda masih lajang…" ungkapnya membuat pria itu tersenyum seraya mendekatinya. "Di usia 38 tahun ku, aku belum terlepas dari imej pebisnis muda berbakat yang masih lajang?" tanya Aldrich berbisik tepat di telinganya. Angela tersenyum seraya menoleh dengan berani hingga puncak hidung mereka saling bersentuhan, "Mungkin imej itu akan segera terlepas jika kau mengumumkan pernikahanmu…" ucap Angela membuat pria itu tersenyum. "Apakah hal itu sangat penting untuk perkembangan perusahaan?" Mengangkat kedua pundak sempitnya, "Mungkin saja kau menyembunyikannya, karena kau takut akan terkena skandal perselingkuhan bersama sekretaris seksi mu atau dengan para model yang kau kencani." bisik Angela hingga napasnya menyentuh bibir tebal pria rupawan itu. "Setiap orang berhak untuk membentuk garis privasi kehidupannya…" ucap Aldrich mengangkat sebelah alisnya, "Dan, sejak kapan kau berani mengklaim bahwa dirimu ini seksi?" Pertanyaan mencemooh itu membuat Angela menarik dasi pria lancang itu, "Sejak semua orang melayangkan tatapan lapar terhadap ku, termasuk mata biru mu itu. Oh tuan Spanos yang terhormat, lebih baik kau pergi sekarang kepada istrimu daripada kau semakin terlihat menginginkan ku…" tantang Angela dengan berani, menatap penuh minat kala jakun seksi itu bergerak menelan hasratnya yang terbit. "Jika begitu, mungkin aku tidak salah jika menanggapi rumor bahwa kau seorang jalang Presdir perusahaan ini?" Aldrich berbisik tepat di bibirnya. Mendengus kesal, "Darimana kau mendapatkan rumor itu?" tanya Angela membuat Aldrich tersenyum sinis padanya. "Jika seseorang marah, biasanya rumor itu benar adanya…" "Jika rumor itu benar, sekarang aku pasti sudah membuka gesper mu dan menghisap milikmu hingga keluar!" desis Angela tak mampu menutupi rasa kesal nya. Semua orang di kantor ini selalu beranggapan dirinya memiliki hubungan khusus dengan Ray Alexander dan hal itu membuatnya muak. "Angela…" desis Aldrich dengan suara beratnya membuat Angela tersentak dari rasa kesalnya. Menatap mata tajam pria itu penuh tantangan, "Ya, Aldrich Spanos…" Aldrich menarik tengkuk Angela dan melumat bibir ranum nan seksi yang terus memberikan tantangan untuknya. Jalang nakal yang menyembunyikan lekuk tubuh seksi nya dibalik meja sekretaris yang ia jabat. Lumatan-lumatan penuh gairah itu terjalin hingga Aldrich menarik tubuh Angela dalam gendongannya dan kini berakhir kembali duduk diatas kursi kebesarannya dengan b****g sintal Angela yang berada pangkuannya. Angela menahan Aldrich dengan tolakan tangannya yang lembut kala pria itu semakin aktif meremas bokongnya. "Kau lihat? Bahkan kau sangat menikmati berciuman dengan ku…" ucap Angela seraya menggerakkan bokongnya hingga vaginanya bergesekan dengan kejantanan Aldrich yang mengeras dalam persembunyiannya. "Angela hmmm…" gumam Aldrich memejamkan matanya. Kucing memang tak pernah bisa menolak ikan. "Pergilah, jangan sampai kau melewati janji makan siang mu karena sibuk memakan ku diatas meja kerja mu…" bisik Angela dengan suara seraknya yang seksi. Sudut bibir Aldrich Spanos lantas tertarik, "Kau memang wanita jalang yang menarik." "Dan kau mengakui telah tertarik padaku?" tanya Angela membuat pria itu menggeleng tegas. "Aku belum melihat bagaimana kinerja mu. Bekerja lah dengan baik agar aku dapat melihat sisi baik untuk mempertahankan mu." ucap Aldrich menepuk kepala Angela dan berdiri mengambil jas nya seraya berlalu dengan tampang angkuhnya. "Aishh, melihat kinerja apanya? Baru saja kau mencium ku dan terlihat sangat menginginkan ku. Dasar pria munafik!" pekik Angela menghembuskan napasnya kasar. Dia menatap sekeliling ruangan itu berakhir membuang napasnya kasar, "Bahkan ruangan ini menjadi begitu kelam setelah kau tempati…" gumam Angela melihat lampu redup menghiasi setiap sudut ruangan yang biasa terang benderang saat Ray menempatinya. Angela membawa kertas-kertas tulisan tangan Aldrich dengan beberapa coretan disana sini sebagai bentuk revisi kalimat kedalam pelukannya. "Apa susahnya memanggil ku dan memberikan berkas ini tanpa perlu menciumku dan memaksa ku duduk dibalik meja mu seperti tadi?" tanya Angela berdecak kesal seraya menggigit bibirnya gemas dengan kelakuan CEO barunya itu. Apakah pria beristri itu benar-benar tertarik padanya? "Entahlah…" gumam Angela seraya berjalan hendak keluar dari ruangan itu, namun saat ia memutar kenop pintu itu… Ruangannya terkunci! "Aldrich Spanos! Apa kau gila, hah?!" teriak Angela seraya memukul pintu ruangan tersebut. "Dasar pria sinting!" pekik Angela menghembuskan napasnya kasar. - Sementara diluar sana pria bermata biru dengan paras tampan nan dingin itu berjalan memasuki lift seraya tersenyum puas kala memasukkan kunci ruangan tersebut kedalam saku celananya. Merasa geli mengingat wanita sok galak dan seksi itu, terus saja melemparkan tatapan menggoda penuh tantangan padanya. Jujur saja, Angela Sharon memang berparas cantik, bermata indah dengan tubuh seksinya yang sempurna. Rambut panjang hitam lengamnya yang menggoda, benar-benar sangat cocok untuk wajah Amerika nya yang sedikit oriental. Seperti profil yang dimiliki Angela, wanita itu adalah gadis berdarah China-Amerika. Dan yang paling menarik perhatiannya adalah pinggul seksi wanita itu, terlebih buah dadanya yang sekal dan menantang, tapi jelas sekali itu bukan hasil implan. Aldrich sangat bisa membedakan rasanya. Dasar player kelas kakap! *** "akhirnya kau datang, baby…" ucap wanita paruh baya itu menyambut Aldrich yang mengecup bibirnya penuh kasih. "Maaf telah membuatmu lama menunggu, Mom." "Ya, aku memahami kesibukan mu, Al. Besok aku akan kembali ke Texas, makanya aku ingin sekali makan siang bersama mu, putra ku yang tampan…" ucap Alana Megan atau seseorang yang dulu disapa dengan Ny. Spanos. Aldrich tersenyum seraya mengusap tangan wanita paruh baya yang masih cantik itu."Mengapa tidak tinggal disini bersamaku, bukankah Jasper Spanos, suami yang melukai hatimu sudah tidak ada di dunia ini?" Pertanyaan Aldrich membuat ibunya tertawa ringan. Ibu, ya ibu kandungnya. Aldrich belum menikah bahkan tidak sama sekali mempercayai pernikahan. "Aku bukan tipe wanita yang menjilat ludah sendiri. Sekalipun dia sudah tiada, sekali telah melangkah pergi, aku tak akan pernah kembali lagi." Aldrich pun tersenyum, "Andai aku menemukan wanita baik dan berprinsip sepertimu, aku pasti akan menjaganya agar tidak kecewa dan pergi dariku." Wanita paruh baya itu mengerling penuh arti, "Apa kau sudah berniat mencari calon istri?" "Istri? Menikah maksudmu? Aku tidak pernah tertarik dengan pernikahan." jawab Aldrich sembari meneguk air mineralnya. "Lalu, kau akan melakukan seks kesana kemari dengan wanita-wanita jalang yang tidak jelas? Aishh, kau pikir kau itu kucing?" "Aku hanya ingin hidup mengikuti naluri dan apa yang aku sukai." "Lantas bagaimana jika kau bertemu dengan wanita yang kau inginkan? Jika tidak menikah, bagaimana kau menjaganya agar tidak bersama pria lain?" "Mungkin dengan tinggal bersama ku dan mencukupinya, semua itu sudah jauh lebih dari cukup." Alana tertawa sinis, "Kau pikir wanita ingin terikat dalam jangka panjang tanpa kejelasan status?" Aldrich menghembuskan napasnya kasar, "Para wanita memang sangat rumit." "Nah itu yang harus kau pahami." "Kenyataannya, belum ada wanita yang membuatku ingin memilikinya untuk jangka waktu panjang dan kau sudah membahas banyak hal akan sesuatu yang belum pasti." "Karena aku tahu putra ku sangat berbeda dari pria lainnya, sulit jatuh cinta, sulit berkomitmen. Jadi aku rasa aku berkewajiban menjelaskan padamu bagaimana sesungguhnya pikiran wanita bekerja." "Sekarang lebih baik kita makan agar perut kita kenyang dan aku akan mengantarkanmu ke bandara." tegas Aldrich membuat ibunya tertawa. "Kau jauh lebih dingin dari sikap ayahmu" "Tapi dia jauh lebih b******k daripada ku, bukan?" Alana memakan steak nya dengan elegan, "Kau juga bisa menjadi sama b******k nya jika tak tahu caranya mengikat wanita dalam komitmen. Berhenti bermain-main dengan banyak wanita." Aldrich mengunyah potongan daging itu dengan tidak berselera, "Berenti menyamakan ku dengan mantan suami mu…" Ibu dan anak itu saling tertawa saat selesai mencemooh satu sama lainnya. Mereka sangat akrab layaknya teman. *** "Ah, sialan! Aku sangat lapar…" ucap Angela mengusap perutnya yang terus berbunyi. Bahkan Aldrich sialan itu memutus sambungan telepon nirkabel diruangan nya. Pria sialan itu benar-benar mengerjainya, "Aku akan membalas mu nanti…" gumam angela meminum air mineral dari botol yang terdapat diruangan itu. Dan itu botol air mineral terakhir yang dia minum sedari tadi sebagai pengganjal perutnya yang terasa sangat lapar. Semua pekerjaannya telah selesai, bahkan sudah di cetak. Perutnya lapar dan sudah lelah marah hingga mengantuk. Angela berjalan meninggalkan kursi kebesaran pria itu dan memilih berbaring di sofa empuk. Aldrich Spanos memang mencari masalah dengannya, "Sialan…" gumam Angela lagi sambil memejamkan matanya. *** Ketukan langkah kaki pria itu begitu cepat hingga memancing atensi para karyawan yang hendak bertandang pulang dari kantor tersebut. Sudah lewat pukul empat sore, memang sudah menjadi agenda pulang kerja beberapa staf yang tidak memiliki kepentingan tertentu untuk lembur. Membuang napasnya kasar, "You're so stupid, man!* gerutu Aldrich untuk dirinya sendiri. Lebih dari empat jam dia meninggalkan Angela dalam keadaan terkunci diruangan nya, melewatkan jam makan siang, bahkan stok air mineral diruangannya mungkin sudah habis. Apakah Angela baik-baik saja didalam sana? Brak! "Angela!" seru Aldrich memasuki ruangan itu. Dia mengusap wajah tampannya kasar, mungkinkah Angela kelaparan hingga memilih tidur? "Angela…" Aldrich mengguncang tubuh Angela. "Angela…" panggil nya lagi. "Eummhh… aku sangat lapar sialan!" keluh Angela membuat Aldrich kasihan namun tetap memasang tampang dinginnya. "Bagaimana dengan pekerjaan mu?" "Persetan dengan itu semua, Spanos! Akh!" teriak Angela meringis memegang perutnya. "Angela, apakah kau baik-baik saja?" "Perut ku sakit…" "Apa kita perlu kerumah sakit?" tanya Aldrich kini menjadi panik. Angela menggeleng samar, "Asam lambung ku naik, aku butuh obat maag dan memakan sesuatu setelahnya." keluh Angela terdengar begitu lemah. "Apa kau masih sanggup berjalan? Atau aku akan menyuruh seseorang untuk membeli makanan dan obat untukmu." ucap Aldrich terdengar menyesal dengan perbuatannya. Sudut bibir Angela tertarik samar, "Kau yang harus membelikan obat dan makanan untuk ku dan kau harus mengantarkan ku pulang, tuan Spanos." Aldrich mengulurkan tangannya pada Angela, "Ayo aku bantu kau berjalan." ucap Aldrich. Angela menyambut tangannya tanpa perhitungan, "Terima kasih, tuan Spanos…" Spanos membuang napasnya kesal, pertemuan tak sengaja dengan investor besar perusahaannya kini membuatnya harus bertanggung jawab atas apa yang dialami angela saat ini. Dia harus mengantarkan wanita itu membeli obat, makanan dan pulang kerumah seperti pesuruh. Sialan! Dan Angela tersenyum menang, padahal melewatkan makan siang tidak akan membuatnya mati. Tapi dia merasa harus mengerjai Aldrich Spanos yang sudah lebih dulu mengerjainya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN