Part 8 Modus

1225 Kata
Lelaki dengan jawline tegasnya itu menatap tanpa ekspresi data yang ada di layar komputernya, padahal biasanya ia tidak pernah mengepoi data karyawannya tapi kali ini ia justru tengah menyelidiki tentang kepala manajer baru di hotelnya ini. "Mencurigakan sekali, masa bisa kebetulan begitu." Desisnya dingin, ia merasa sangat aneh karena lelaki itu bisa begitu kebetulan menjadi tetangga Riska, pasti ada hal yang tidak beres. Ceklek. "Pak." Panggil Riska yang baru keluar kamar mandi membuat lelaki itu yang sejak tadi begitu fokus pada layar komputernya jadi mengalihkan tatapannya. Ia hanya membalas dengan sebelah alis terangkat tanpa repot-repot bertanya. Tentu saja Riska yang melihatnya hanya bisa membatin dalam hati, memang ya lelaki satu ini kelakuannya tidak berubah sejak dulu justru makin menjadi-jadi. "Apa pekerjaan Bapak sudah selesai? Tadi kan Bapak mau memberi saya tugas." Segara membulatkan bibirnya, dengan wajah datarnya lelaki itu membuang muka tanpa rasa bersalah. "Sudah tidak jadi." Jawabnya singkat jelas membuat Riska mendelik tak percaya. "Trus kenapa Bapak suruh saya nunggu tadi!" geramnya sudah tidak bisa menahan diri lagi saking kesalnya. "Kamu saja tidur lama banget, tugasnya sudah saya suruh orang lain selesaikan." Balas lelaki itu tenang tapi langsung menusuk tepat di dadanya, Riska mencebik dengan kepala tertunduk. "Ya lagian kenapa gak bangunin coba." Gerutunya pelan tapi naas terdengar oleh manusia menyebalkan satu itu. "Asal kamu tahu, saya sudah bangunin kamu tapi kamu tidur kayak orang mati." Balas Segara kali ini membuat Riska langsung kicep tanpa bisa berkata-kata. Akhirnya keduanya jadi sama-sama terdiam, Riska sendiri jujur merasa lumayan malu karena ini memang kesalahannya, ya meskipun lelaki itu menyebalkan tapi kali ini ia akui dirinya memang tidak profesional. "Maaf, Pak." Cicitnya memelan. Segara mengerjap, tak lama menghela napas perlahan. "Lupakan," balasnya singkat kembali sibuk dengan komputernya. "Kalau begitu saya pamit keluar Pak." "Hm." Riska menatap Segara sejenak sebelum menipiskan bibirnya dan beranjak dari ruangan kebesaran lelaki itu. Tak lama setelah kepergian gadis itu Segara membuang napas panjang, melirik sofa tempat gadis itu tidur tadi. Tanpa sadar sebuah senyuman samar terbit di bibirnya, mengingat tentang beberapa jam lalu dirinya yang memandangi wajah terlelap Riska. Entah kenapa ia merasa de javu pada kejadian 10 tahun lalu. *** "Riska!" "Eh Pak." Darel tersenyum ramah seperti biasa, berdiri di depannya yang sedang bersiap masuk mobil. "Kenapa Pak?" "Kalau di luar panggil aku gak usah terlalu kaku." "Tapi ini masih di halaman kantor." Balas Riska polos membuat lelaki itu terbahak sejenak. "Benar juga, ngomong-ngomong tadi kamu ngapain sama Pak Segara kok baru keluar sekarang?" "Ah ..." Riska seketika meringis kelu, waduh masa dirinya harus bilang mengenai ia yang ketiduran di ruangan Segara, itu pasti akan mencoret nama baiknya. "A-ada kerjaan, lumayan banyak jadi lama." Balasnya diiringi kekehan kaku tapi untungnya lelaki itu tidak curiga. "Kamu udah makan belum?" Riska mengerjap, menggeleng pelan. "Bagus, kalau begitu kita makan malam bareng aja ya, aku mau masak makanan enak." "Eh gak usah repot—" "Gak repot kok, udah ayo kita pulang." Riska sedikit mendelik tak percaya ketika tubuhnya di dorong lelaki itu ke dalam mobilnya, loh ini kenapa ia seperti tidak bisa membantah ya kepada lelaki ini. Darel menumpukan lengannya ke pintu mobil yang setengah terbuka dengan tubuh membungkuk menyejajarkan tinggi dengan dirinya. "Nanti aku tunggu di apartemenku jam 7 ya, see you hati-hati di jalan." Pesannya dengan senyuman hangatnya kemudian segera beranjak pergi sebelum Riska sempat membalas. "Astaga lelaki itu ..." gelengnya tapi tanpa sadar justru terkekeh geli mengingat kejadian aneh tadi. Tanpa gadis itu ketahui, beberapa meter di depannya seorang lelaki sedang memandanginya dengan tangan bersedekap dan wajah dinginnya. *** Ting tong! Riska yang sedang merapikan penampilannya menoleh ke arah pintu dengan dahi sedikit berkerut, siapa yang datang ke apartemennya jam segini. Tak mau kebingungan ia pun segera menuju pintu untuk membukanya dan seketika juga bola matanya hampir terjatuh dari tempatnya saking syoknya. "Loh ngapain Bapak kesini?" ceplosnya tanpa sadar, jelas dong dirinya kaget tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba Segara datang membuatnya kebingungan. Lelaki dengan pakaian masih full setelan kerjanya itu berdiri tegap dengan wajah tanpa ekspresi, "kamu tidak punya sopan santun untuk mempersilahkan tamu masuk?" tanya lelaki itu dengan sebelah alis mengernyit yang justru dibalas balik kernyitan tak santai dari Riska. "Lah Bapak ada urusan apa kesini?" balasnya tak langsung mempersilahkan, kedatangan Segara yang tiba-tiba saja sudah membuatnya curiga. Lelaki itu memandanginya beberapa saat tanpa ekspresi sebelum akhirnya melenguh pelan, "mobilku mogok, kebetulan apartemen ini gak jauh dari lokasinya jadi aku kesini buat istirahat." Mendengarnya jelas membuat Riska langsung mendelik sengak, dikira apartemennya ini tempat umum apa, lagian kan dia bisa pesan taksi. "Kan Bapak bisa pesan taksi ngapain justru ke apartemen saya!" "Kalau saya sudah dapat pasti saya sekarang tidak perlu repot-repot," balas lelaki itu datar, Riska awalnya memicing curiga tapi tak lama jadi terksiap baru ingat di lokasi tempat tinggalnya ini memang susah ditemukan kendaraan umum, bahkan dulu dirinya kan sampai harus nebeng Darel karena tidak dapat kendaraan umum. "Meskipun begitu kan gak harus ke apartemen saya!" balasnya masih ngotot menolak. "Aku cuma mau nunggu montir palingan sejaman lagi sampe," balas lelaki itu sedikit lebih kalem membuatnya yang sudah bersiap adu otot jadi sedikit menciut. Riska sudah memasang tampang paling kecutnya, tapi meskipun begitu agaknya lelaki ini sangat tidak peka sampai tidak tau diri. "Tapi saya ada janji habis ini." "Kalau begitu kamu pergi saja, aku cuma akan diam di dalam apartemenmu saja." Justru itu yang membuat Riska tidak tenang, mana mungkin ia membiarkan orang asing tinggal sendiri di apartemennya yah meskipun tidak mungkin lelaki ini akan mencuri tapi tetap saja itu tidak etis. "Ck yaudah kalau begitu, tapi bener cuma sejaman ya!" tekannya dengan tangan menunjuk. Segara menatap tak terbaca kearah gadis itu, ia terdiam sejenak sebelum mengangguk pelan. Entah kenapa keheningan yang sempat tercipta tadi membuat Riska merasa sedikit ganjil. "Ayo masuk." Akhirnya ia mempersilahkan lelaki itu masuk, dan mau tidak mau ia yang harusnya sekarang sudah pergi ke tempat Darel harus menunda dulu, sepanjang waktu menunggu rasanya lama sekali bagi Riska, apalagi mereka berdua sama sekali tidak berbicara apapun dan hanya diam di satu ruangan itu. "Ehem!" Riska yang sedang memainkan hanphonenya karena memang bingung tidak ada kerjaan menoleh ketika mendengar dehaman aneh dari Segara, ia hanya melirik sekilas lelaki itu dengan sebelah alis terangkat. "Gimana kabarmu selama ini?" Mendengar pertanyaan yang sangat tidak diduga-duga itu membuat Riska hampir tersedak, namun gadis itu berusaha tetap tenang sembari memasang ekspresi tak pedulinya. "Ya begini-begini saja." Balasnya tak acuh. "Aku tidak menduga kamu akan menjadi manajer, dulu kamu—" "Jangan samain aku dengan dulu." Potong gadis itu sedikit ketus, Segara menghela napas dan memilih diam. Ia mengamati wajah Riska dari samping, perbedaan penampilan gadis itu sekarang sangat jauh ketimbang dulu membuatnya sampai hampir tidak mengenalinya. "Kamu sekarang berubah banget ya." Celetuk lelaki itu tanpa sadar saking fokusnya mengamati wajah gadis itu. Gadis dengan wajah mulus glowing tanpa noda sedikitpun itu menoleh, melengos malas. "Kenapa? Karena dulu aku jelek banget?" tanyanya datar. "Kamu tidak pernah jelek." "Halah, dulu juga kamu memacariku palingan karena kasihan sama aku." Segara mengerjap cepat, tapi sebelum sempat membalas sebuah deringan menyentak keduanya dari pembicaraan itu. Menyadari hanphonenya yang berbunyi Riska buru-buru mengangkatnya dan melihat nama penelepon, Segara yang juga ikut mengintip seketika memasang tampang dinginnya melihat penelepon itu adalah Darel. Riska spontan berdiri dari tempat duduknya, dan tanpa mengatakan apapun kepada Segara ia langsung bergegas pergi membuat lelaki itu terpekur diam di tempatnya dengan pandangan nanar menatap punggung gadis itu.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN