"Siapa?"
Riska yang datang setelah selesai menelepon itu menatap lelaki di depannya sejenak sebelum berdehem canggung entah kenapa.
"Mas Darel."
"Mas?" nada suara Segara seketika berubah tajam membuat gadis itu yang mendengarnya mengernyit aneh.
"Memang kenapa?"
"Baru kali ini aku lihat bawahan panggil atasannya Mas." Sarkasnya membuat Riska menghela napas pelan.
"Apa masalahnya, toh dia juga tetanggaku." Gumamnya mendengus sembari duduk dan memainkan handphonenya, lelaki yang duduk di depannya itu terus saja menatapnya tajam membuatnya jadi menghela napas tak nyaman.
"Kenapa sih?" decaknya tidak tahan juga dipeloloti terus.
"Sejak kapan kamu deket sama Kepala Manajer baru itu?" tanyanya dengan nada sinis.
Riska tentu saja mengernyit heran, aneh sekali melihat lelaki yang biasanya jarang bicara tiba-tiba kepoan begini. "Lupa." Balasnya sekenanya.
"Kuperingatkan di kantor dilarang menjalin hubungan antar karyawan." Tegas lelaki itu membuat Riska mendengus kesal, kenapa dia tiba-tiba membahas hal yang aneh begini sih.
"Hm, aku juga tau!" dengusnya dengan nada tak santai.
Pupil mata lelaki itu menyorot serius kearah gadis di depannya sejenak sebelum mengalihkan tatapannya yang mulai melembut, senyuman sangat-sangat tipis bahkan hampir seperti segaris lurus itu siapa sangka bisa terbit dari wajah datarnya.
"Aku ada urusan, kalau Bapak mau numpang disini dulu terserah." Riska melirik arlojinya sebelum beranjak dari tempat duduknya, tatapan mata Segara yang semula teduh seketika berubah dingin.
"Tidak sopan sekali meninggalkan tamu sendirian!"
Riska tentu saja mendelik tak terima, "lah salah Bapak yang datang tiba-tiba," sungutnya rak mau kalah, Segara sudah tidak membalas lagi tapi dari sorot wajahnya yang begitu tajam sudah menjelaskan betapa kesalnya lelaki itu.
Namun kali ini Riska tidak peduli, bodo amat kalau dirinya dianggap tidak sopan karena berdua saja dengan lelaki ini lebih menyiksanya, akhirnya ia benar-benar melenggang keluar meninggalkan orang asing itu di rumahnya, ia sih sama sekali tidak takut bakal dicuri atau sebagainya orang Segara saja sudah sultan.
***
Drrrt ... drrrt ...
Riska yang sedang berbincang santai bersama Darel melirik hanphonenya kesal tapi begitu melihat yang meneleponnya adalah nomor petugas keamanan di apartemen ini membuatnya tak bisa menahan kebingungannya.
"Bentar ya," izinnya pada lelaki did depannya dengan senyuman canggung, Darel langsung mengangguk mempersilahkan. "Iya?" tanyanya dengan dahi mengernyit dalam begitu sambungan telepon nyala, dan tak lama ekspresinya langsung berubah tak santai, dengan mata melotot bulat dan pupil bergetar membuat Darel yang melihatnya ikut penasaran. "Baik-baik saya segera kesana," ujarnya segera mematikan teleponnya dan berdiri dari kursinya, tak ayal Darel yang melihatnya makin mengerjap dengan bingung.
"Kenapa?"
"Aduh gimana ya jelasinnya, pokoknya ada sedikit masalah di apartku, maaf banget aku kayaknya harus pergi sekarang." Ujarnya memegang kepala dengan nada frustasi.
Darel ikut berdiri dari kursinya panik, "kenapa? Mau aku temani?"
Riska spontan menggeleng cepat, makin berabe urusannya kalau lelaki ini tahu ada Segara di tempatnya. "Gak usah, aku pamit ya." Belum sampai Darel membalas gadis itu sudah buru-buru beranjak yang membuat lelaki itu hanya bisa menggantung ucapannya.
Di sisi lain sepanjang jalan wajah gadis itu berubah sengak dengan mata berkilat dan d**a naik turun, sampai tak lama kemudian ia tiba di apartemennya dan seketika itu juga ia langsung masuk ke dalam yang sudah cukup ramai dengan beberapa orang. Ia memindai keadaan tempatnya sejenak sebelum mendelik tajam menemukan lelaki jangkung yang tampak duduk tenang di ujung sofa.
"Dengan Mbak Riska?"
Riska terkesiap, spontan menoleh kearah petugas keamanan yang barusan memanggilnya. "Ah iya saya."
Dua lelaki berpakaian seragam itu saling kode sebelum mengangguk penuh arti, Riska yang melihatnya hanya bisa menelan ludah berat.
"Sepertinya pacar Mbak menyebabkan kebakaran di gedung ini, mohon lain kali lebih perhatikan ya." Tegur mereka membuat Riska hanya bisa meringis kaku, ia jelas langsung menatap penuh permusuhan kearah pelaku yang sekarang tampak memasang ekspresi tak berdosa itu, saat ini seluruh kamarnya basah karena alat pemadam kebakaran menyala dan menyemburkan air kemana-mana.
"B-baik saya minta maaf dan dia bukan pacar saya kok Pak." Jelasnya dengan ekspresi canggung.
Kedua satpam itu membulatkan bibirnya, "oh suaminya ya, tolong lain kali lebih berhati-hati, kami pamit untuk membuat laporan dulu." Lalu dua Bapak itu melenggang keluar meninggalkan Riska yang tercengang tak percaya di tempat, what suami? Yang bener aja!
Ia reflek menoleh sengak kearah lelaki itu kembali san justru jadi mengerjap kaget karena sekelebat sepertinya ia melihat lelaki itu tersenyum, namun teringat jika orang itu adalah Kutub Utara yang tidak pernah berekspresi ia langsung membuang jauh-jauh pemikiran bodohnya tadi.
"Bapak bisa jelasin yang terjadi barusan?"
Segara mengangkat wajahnya, santai sekali lelaki itu menatapnya tanpa rasa bersalah sedikitpun. "Aku cuma lapar dan mau masak."
"Astaga ya Tuhan!" jerit Riska tak habis pikir, "kan Bapak bisa pesan makan, lagian tidak sopan masak di rumah orang tanpa izin!" ketusnya garang.
"Lagian kamu kan sudah memberi izin aku, tadi kamu ninggalin aku sendiri di sini."
Riska lagi-lagi hanya bisa mengacak geram rambutnya, mau mengumpatpun ia tidak berani karena teringat jika lelaki ini adalah bosnya di tempat kerja. Akhirnya ia membuang napas berat, memilih pergi ke dapur untuk mengecek keadaan apartemennya yang sudah kacau balau ini. Untungnya kebakarannya tidak parah hanya sedikit gosong di beberapa tempat, tapi yang jadi masalah adalah sekarang kamarnya banjir air, dan ia tidak mungkin membersihkannya sendiri.
"Aku akan suruh orang buat bersihkan tempat ini."
"Gak perlu," tolaknya langsung bergegas ke kamar mandi mengambil pel, ia tidak mau terlibat makin dalam dengan lelaki ini. Dengan cepat ia mulai mengepel lantainya, padahal sekarang harusnya ia bisa bersantai tapi justru harus melakukan pekerjaan konyol seperti ini.
Segara yang melihat ekspresi dingin dari gadis itu mengerjap, perlahan ia beranjak dari tempat duduknya dan mendekat kearah gadis itu. "Biar aku bantu."
"Gak usah!" Riska langsung pergi menjauh dari lelaki itu, kalau dibilang marah saat ini dirinya sudah benar-benar emosi.
"Aku tadi gak sengaja."
Riska melengos tak peduli, sudah terlalu malas mendengar semua alasan lelaki itu, sebenarnya kenapa sih lelaki ini merecokinya terus padahal kan mereka sekarang hanyalah orang asing.
Melihat tidak ada balasan dari gadis itu Segarapun mendekatinya tapi sebuah sentakan keras membuatnya langsung terdiam di tempat.
"Sebenarnya apasih maumu? Kenapa kamu gak bisa biarin aku hidup tenang!" Segara spontan kicep begitu mendengar bahasa gadis itu yang berubah tidak formal, Riska sendiri yang sudah terlalu lelah akhirnya tidak bisa menahan unek-uneknya. "Setelah beberapa tahun ini akhirnya aku bisa hidup tenang tanpamu kenapa akhirnya kamu harus kembali sih, aku sudah sangat muak melihatmu!"
Lelaki bermata elang dengan garis rahang kokoh itu berkedip, menatapnya lekat. "Kamu begitu membenciku?" lirihnya membuat gadis itu jelas mendecih, masih tanya?!
"Sudahlah aku gak mau bahas sesuatu yang sudah berlalu, lebih baik sekarang kamu pergi dari sini." Usirnya tanpa basa-basi.
Namun sampai beberapa saat setelahnya lelaki itu sama sekali tidak beranjak dari tempatnya membuat Riska yang melihatnya tidak bisa menahan ekspresi muaknya. "Kenapa masih diam?!" sewodnya.
"Aku gak bisa pulang."
"Hah?" Gadis cantik itu tentu saja mengernyit aneh menatap Segara, lelaki ini makin kurang ajar saja. Namun belum sempat semburan pedasnya ia layangkan kepada Segara, lelaki itu tiba-tiba mengulurkan tangannya menunjukkan luka bakar sedang di pergelangan tangannya, ia yang melihatnya spontan mendelik syok.
"Kenapa masih diam!" bentak Riska nyaring, lelaki itu mengerjap sendu tapi tak lama membulatkan matanya ketika melihat gadis di depannya berlari mencari kotak P3K. "Ayo kita obati dulu," titahnya menarik lengan lelaki itu yang tidak terluka dan segera mengobatinya dengan telaten.
Membuat Segara yang melihatnya tertegun sejenak dan mengulum bibirnya.