Interview

1161 Kata
“Dia jahat.” Hanya dua kata itu yang Xena ucapakan, dengan mata yang lurus kedepan namun tak melihat kearah Arabelle. Gadis beralis coklat itu tertegun, perlahan bolamatanya menyusyurbi ruangan itu, mencari sosok yang disebut ‘jahat’ oleh Xena. “Siapa Kak? Siapa yang jahat?” Xena terdiam, ia tak mengakatakan apapun namun sorot matanya masih lurus kedepan seakan-akan ia melihat seseorang yang akan berbuat jahat kepadanya. Arabelle melihat kearah pandangan mata Xena, dan ia tak melihat apapun disana, ia hanya melihat jendela kamarnya yang tertutup dengan tirai berwarna merah muda polos. Ara kembali melihat kearah Xena. “Nggak ada siapa-siapa Kak disana.” ucapnya. “Dia jahat ... Dia jahat, Ara.” lirih Xena dan perlahan matanya melihat kearah Arabelle. Gadis manis itu mencoba melangkahkan kakinya secara perlahan menuju kearah jendela kamarnya, tangannya pun mulai membuka tirai tersebut. Ia perhatikan dari luar jendela kamarnya, dan tak ada siapa-siapa disana. Arabelle menghela napasnya lalu kembali berbalik pada Xena. Ia kembali terkejut lantaran Xena sudah jatuh pingsan dilantai dengan gunting yang sudah terlepas dari tangannya. “Kak Xena. Papah ... Papah! Kak Xena pingsan Pah!” teriak Ara dari dalam kamarnya seraya mencoba membangunkan Xena. Tak lama, Ardi yang belum tidur pun segera berlari menuju kamar Arabelle untuk menemuinya. Ia terkejut dengan Xena yang sudah tak sadarkan diri di lantai. Sedangkan Arabelle berlari menuju dapur untuk mengambil segelas air putih. “Xena kenapa, Ara?” “Kak Xena tiba-tiba pingsan, Ara juga nggak tahu kenapa.” Dengan cepat, Ardi pun langsung mempobong Xena ke kasur dan membaringkannnya. Ia mencoba membangunkan Xena dengan menepuk-nepuk pelan pipinya dan mengusap lembut keningnya. “Xena bangun Nak. Xena ....” Tak lama, Xena pun membuka kedua matanya dan langsung melihat kearah Ardi yang berada didekatnya, Arabelle pun telah kembali dengan membawa segelas air putih untuk Xena. Gadis bermata coklat itu perlahan duduk seraya memerhatikan mereka. Ardi dapat bernapas dengan lega, karena Xena sudah sadar, ia pun langsung memberikan segelas air putih tadi dan langsung meminumkannya pada Xena. . Xena yang masih bingung pun tetap meminum air tersebut. ***** Pagi hari pukul 07:00. Mereka semua tengah berada di ruang makan, Xena dengan pakaian rapih membuat Arabelle dan juga Ardi merasa ada sesuatu, karena tidak seperti biasanya dia memakai pakaian rapih seperti ini. “Xena, kamu mau kemana? Tumben pagi-pagi sudah rapih begini?” tanya Ardi. Xena langsung menghentikan aktivitas sarapannya, perlahan ia menatap Ardi yang duduk disamping Ara. Baru saja ia akan mengatakan sesuatu namun Tania sudah lebih dulu menyahut sehingga ia pun tidak jadi untuk mengatakannya. “Xena nanti mau Mamah ajak pergi dulu.” sahut Tania. “Pergi? Kemana?” tanya Ardi. “Ah, sudahlah. Bukan urusan Papah, sudah sana mendeningan kalian bernagkat sudah jam 7 nanti Ara telat sekolahnya.” Ardi mengangguk lalu Ara pun berpamitan dengan Mamahnya begitupun juga denagn Ardi yang sekalian berangkat berbsama Arabelle. Setelah mereka pergi Tania pun melihat kearah Xena. “Ingat ya, interview kamu harus berhasil.”u ucapnya yang hanya bisa dianggukan oleh Xena dengan senyuman tipis diwajahnya. ***** Tak lama, gadis cantik dengan bolamata coklat itu pun telah sampai di PT. Good Property milik Xavier. Sebelum melangkahkan kakinya, ia menarik napasnya dalam-dalam lalu ia hembuskan secara perlahan. Xena yakin, ia pasti bisa menjawab semua pertanyaan yang dilontarkan kepadanya nanti. Gadis cantik bermabut panjang itu mulai melangkahkan kakinya masuk kedalam perusahaan tersebut. Lagi dan lagi, Xena ditabrak oleh seseorang yang berjalan tepat disampingnya untung saja ia tidak jatuh, namun bahunya yang kiri terasa sakit karena seseorang yang menabraknya begitu kuat. Xena memegangi bahunya sekilas lalu melajutkan langkahnya, tiba-tiba seseorang yang menabraknya tadi menghentikan langkahnya dan menoleh kearah Xena. Begitupun juga dengan Xena yang tertuju pada lelaki itu. Senyuman pun tersimpul dibibir lelaki itu yang tak lain adalah Xavier sang pemilik perusahaan. Perlahan, ia berjalan mendekati Xena dan berdiri tepat dihadapannya. Xena sedikit memundurkan langkahnya, taktakala ia melihat logo seperti bunga mawar disudut jas lelaki itu hingga membuat tertunduk. “Kamu Aurellia Xena?” tanyanya. Xena hanya mengangguk masih dengan wajah yang tertunduk. “Ikuti saya sekarang.” titah Xavier. "Hah? Ikut?" Xavier mengangguk sambil memberikan jabat tangannya. "Saya Xavier Son James, direktur utama di kantor ini." Luna mengangguk seraya tersenyum dan membalas jabat tangannya. Xavier tersenyum. "Ayo ikut saya, sekarang," ucapnya yang langsung berjalan menuju ke lift. Xena pun mengikutinya dari belakang dan masuk kedalam lift hanya berdua saja dengan Xavier. Aroma wangi dari tubuh Xena membuat Xavier hilang fokus, perlahan ia melirik kearah gadis cantik itu yang berdiri tepat disampingnya namun sedikit memojok. ‘Aromamu saja sudah menggodaku, Xena. Apalagi tubuhmu.’ batin Xavier dengan senyuman smrik diwajahnya. Ting. Suara bunyi lift terbuka membuat Xavier dan juga Xena pun segera keluar dari dalam lift. Seluruh karyawan pun menundukkan kepalanya kearah Xavier sambil mengatkan ‘Selamat Pagi, Pak.’ Tidak seperti biasanya, yang membuat mereka heran adalah mengapa ada seorang gadis dibelakang bosnya itu yang terus berjalan mengikuti Xavier melangkah. Hingga sekretaris Xavier yaitu Veronika pun menarik tangan Xena. Sontak, itu membuat Xena pun terkejut dan langsung menoleh kearah wanita tersebut. “Hei, sedang apa kamu mengikuti Pak Xavier?” tanyanya . “A-aku disuruh dengannya untuk mengikutinya,” jawab Xena yang agak gugup. Veronika memerhatikan wajah Xena yang asing baginya. “Bohong. Tapi tunggu sebentar, sepertinya saya tidak mengenal kamu. Kamu bukan karyawan di kantor ini kan?” “Em ... sa-saya, memang baru mendaftar di kantor ini, dan hari ini saya akan melakukan interview,” jawabnya lagi yang masih gugup. Veronika menggeleng, ia tak percaya dengan ucapan gadis ini, karena setahu dirinya. Atasannya ini tidak pernah menginterview karyawan langsung terkecuali sudah ditrima oleh pihak HRD. “Tidak. Tidak mungkin Pak Xavier menginterview langsung. Saya tidak percaya, kamu pasti pengkutit Pak Xavier kan.” tuduhnya. Xena langsung menggeleng. “Bukan saya benar, saya diminta olehnya untuk mengikutinya.” Penjelasan Xena tidak didengarkan oleh Veronika, justru kini gadis yang memaki jaz berwaran biru muda itu mengambil ponselnya untuk menelpon security di kantor tersebut untuk mengusir Xena, karena menurutnya Xena ini adalah penguntit. Bahkan Veronika pun memegangi pergelangan tangan Xena dengan kuat agar tidak kabur. “Hallo security, tolong ke lantai 35 disini ada penguntit yang tengah mengikuti Pak Xavier dari tadi.” Mendengar ucapan Veronika, membuat Xena pun menggeleng. Ia bukan penguntit. “Tidak. Saya bukan penguntit, saya memang disryuh oleh Pak Xavier untuk mengikutinya. Tolong jangan usir saya, saya hanya ingin bekerja disini.” pintanya yang tak digubris oleh Veronika. Xavier yang sudah berjalan menuju ruangannya, tidak tahu kalau Xena dicegah oleh Sekretarisnya, karena ia pikir Xena sedari tadi mengikutinya sampai ke ruangannya tersebut. Lelaki tampan dengan garis wajah tegas itu duduk di kursi kerja miliknya, lalu berbalik dan berbicara pada Xena. “Silahkan kamu duduk.” Kedua matanya langsung terbuka lebar, taktakala melihat bahwa tak ada seorang un disruangannya. Ia segera bangkit dan berjalan menuju pintu keluar. “Kemana Xena, bukankah aku menyuruhnya untuk mengikutiku.” gumamnya. Xavier membuka pintu ruangannya, matanya menyusuri koridor tersebut mencari keberadaaan Xena. “Nggak, saya tidak mau! Saya bukan penguntit!”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN