Bagian 4

1327 Kata
“Mau berbagi payung denganku?” Hujan yang turun sore itu membawaku pada pria itu. Suara rintik hujan sore itu terdengar selaras dengan suara detak jantungku. Suara yang menyamarkan kegugupanku. “Hae Ri-ssi?” Suara berat milik Jung Ha itu membuyarkan lamunan Hae Ri. “Ne?” Hae Ri mengerjapkan matanya. Untuk pertama kali Jung Ha memanggil namanya. “Sepertinya kau tidak membawa payung.” Benar, Hae Ri memang tidak membawa payung. Jung Ha yang tiba-tiba menawarinya untuk berbagi payung membuat gadis itu terkejut. Bagaimana tidak terkejut, sebelumnya setiap kali bertemu dengan Hae Ri, Jung Ha sangat pendiam. “Ya aku lupa membawa payung,” kata Hae Ri tersenyum canggung. “Kalau begitu, kau bisa ikut denganku.” “Tidak perlu, aku bisa naik taksi dari sini,” tolak Hae Ri. Rasanya pasti canggung jika mereka harus berbagi payung. “Sepertinya butuh waktu lama untuk mendapatkan taksi.” Jung Ha melihat ke arah jalanan yang sangat sepi, hanya suara rintik hujan yang terdengar sore itu. Hae Ri mengikuti arah pandangan Jung Ha, dan benar jalanan di depan mereka sangat sepi, tidak ada kendaraan yang melintas di sana. Sepertinya memang akan sulit untuk mendapatkan taksi. “Jadi, bagaimana?” Hae Ri terdiam sejenak. “Baiklah kalau begitu,” kata Hae Ri akhirnya setuju untuk berbagi payung dengan Jung Ha. Itu lebih baik dari pada dia harus menunggu semalaman sampai hujan reda atau menerobos hujan. Sepertinya hujan juga tidak akan berhenti dengan segera. Hari itu saat aku melangkah ke arahmu, aku tidak tahu bahwa itu akan menjadi awal dari hubungan yang rumit ini. Hae Ri dan Jung Ha berjalan beriringan menerobos derasnya hujan yang turun sore itu. Sesekali bahu mereka menyenggol satu sama lain karena mereka berbagi payung yang tidak terlalu besar untuk dua orang. “Kau akan kembali ke kantor?” tanya Jung Ha memecah keheningan di antara mereka. “Tidak, pekerjaanku untuk hari ini sudah selesai jadi aku akan langsung pulang,” jawab Hae Ri sambil sesekali mengankat bahunya yang terkena tetesan air hujan. “Sepertinya hujan bertambah deras, mau minum kopi sambil menunggu hujan reda?” ajak Jung Ha. Dia sadar Hae Ri sejak tadi terus mendekat karena terkena tetesan air hujan. Hae Ri menatap sekeliling. Benar hujan turun bertambah deras. Jika mereka terus berjalan seperti ini pada akhirnya mereka berdua akan basah kuyup juga. Mereka akhrinya memutuskan untuk minum kopi di Cafe terdekat sambil menunggu hujan reda. Tring... Jung Ha dan Hae Ri berjalan memasuki sebuah Cafe. Setelah memesan minuman, mereka memilih duduk di dekat jendela. Hae Ri dan Jung Ha merapikan penampilan mereka yang sedikit berantakan karena hujan. Setelah itu mereka kembali dalam keheningan. Mereka sama-sama menatap keluar jendela. Keduanya sama-sama termenung selagi mengamati hujan yang turun semakin deras dan tenggelam dalam pikiran masing-masing. Yang satu sedang menjelajah ke ingatan masa lalunya dan yang satu sedang meratapi hidupnya yang tak pernah berjalan baik. Selang beberapa menit pesanan mereka selesai dibuat. Jung Ha yang mengambilnya. “Minumlah selagi hangat," ucap Jung Ha saat meletakkan secangkir cokelat panas pesanan Hae Ri. “Ne.” Hae Ri menyeruput Cokelat panas itu setelah meniupnya pelan. Setelah meminum cokelat panas itu Hae Ri merasa jauh lebih baik. “Sebenarnya ada yang ingin aku katakan padamu,” ujar Jung Ha setelah meneguk white coffee pesanannya. “Ne?" Hae Ri menatap Jung Ha. Apa yang pria itu ingin katakan padanya? Sebelumnya saja Jung Ha tak pernah meliriknya setiap kali mereka bertemu. “Tentang Ahreum dan In Ha,” Jung Ha membenarkan posisi duduknya. “Entah kau sadar atau tidak tapi mereka berusaha mende—“ “Aku tahu. Aku tahu mereka sedang berusaha mendekatkan kita,” kata Hae Ri memotong ucapan Jung Ha. Hae Ri tahu betul Ahreum sedang berusaha mendekatkannya dengan Jung Ha. Awalnya Hae Ri pikir setiap pertemuan mereka itu tidak sengaja tapi sesuatu yang tidak sengaja itu terus terjadi membuat Hae Ri curiga. “Maaf jika yang dilakukan Ahreum membuatmu merasa tidak nyaman,” ucap Hae Ri kemudian. Ia amat sadar jika yang dilakukan Ahreum itu sangat membuat tidak nyaman. Dia sendiri merasa terganggu dengan perbuatan sahabatnya itu. “Tidak, aku merasa baik-baik saja. Aku memang sudah sering mengalaminya," kata Jung Ha. “Ne?” “In Ha sudah sering mencoba menjodohkanku." Hae Ri mengangguk-angguk, sekarang dia tahu alasan kenapa Jung Ha selama ini selalu bersikap dingin padanya. “Aku tidak tertarik untuk menjalin hubungan," ucap Jung Ha kemudian. Aku juga tidak tertarik, batin Hae Ri. “Aku tidak mau kau salah paham tentang sikapku jadi aku akan memperjelasnya sekarang. Aku sama sekali tidak tertarik untuk berkencan, jadi maaf jika kau merasa tersinggung atas sikapku selama ini." “Tidak apa-apa, sepertinya Jung Ha-ssi yang salah paham.” “Ne?” “Sebenarnya aku juga tidak tertarik untuk berkencan. Aku bersikap baik karena kau adalah temannya Ahreum.” “Ahh begitukah. Sepertinya aku sudah salah paham padamu." Jung Ha menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Setelah menyelesaikan kesalahpahaman di antara mereka Hae Ri merasa lega. Dia tidak perlu lagi bertemu dengan Jung Ha secara 'tidak sengaja'. Sekarang ia hanya perlu memberitahu Ahreum bahwa sahabatnya itu tak perlu repot-repot untuk mendekatkannya dengan Jung Ha karena mereka berdua sama sekali tidak berniat untuk berkencan. *** Cekrek... Jung Ha membuka pintu apartemennya, begitu masuk dia melepas sepatunya dengan asal dan melemparkan tasnya ke atas sofa. Jung Ha kemudian berjalan menuju dapur untuk mengambil segelas air. Sambil meneguk segelas air itu Jung Ha teringat perkataan Hae Ri tadi. 'Sepertinya Jung Ha-ssi yang salah paham.’ Pria itu tersenyum tipis mengingat perkataan Hae Ri. Dia sudah sering mengatakan bahwa ia tidak tertarik untuk berkencan pada gadis-gadis yang dikenalkan In Ha padanya. Namun hanya Hae Ri yang meresponsnya seperti itu. Meskipun sedikit malu, tapi Jung Ha merasa bersyukur bahwa semua sudah berakhir. Ia tidak perlu bertemu Hae Ri secara ‘tidak sengaja’ lagi. Sulit bagi Jung Ha untuk membuka hatinya lagi. Cinta pertamanya masih membekas dalam hati dan ingatannya. Baik itu kenangan indah atau luka yang ia torehkan. Semua masih diingat Jung Ha dengan jelas. Bahkan sesekali Jung Ha masih merindukan gadis yang piawai bermain piano itu. Setiap momen bersama cinta pertama terasa indah sekaligus menyakitkan baginya. Bagaimana Jung Ha bisa membuka hatinya jika dia masih dihantui oleh cinta pertama yang mencampakkannya. Dari pada berusaha melupakan cinta pertamanya Jung Ha lebih memilih fokus pada hidupnya sekarang. Dia tidak mau terikat dengan hubungan yang rumit atau mungkin lebih tepatnya dia tidak mau terluka lagi. Tuttt...tutt..tutt Cekrek.... Seseorang membuka pintu apartemen Jung Ha. Dia tahu betul siapa itu. Jang In Ha. Selain dirinya hanya In Ha yang tahu password rumahnya. “Mau minum bir bersama?” ajak In Ha sambil menunjukkan sekantong plastik berisi bir. Jung Ha tersenyum tipis melihat kedatangan sahabatnya. “Kenapa tiba-tiba ingin minum?” Jung Ha menghampiri In Ha yang sudah lebih dulu menjatuhkan pantatnya ke atas sofa depan TV. “Aku ditolak lagi,” celetuk In Ha sambil mengambil sekaleng bir dari dalam kantong plastik yang ia letakkan di atas meja di depannya. “Oleh Ahreum?” In Ha mengangguk. Dia baru saja menyatakan perasaannya pada Ahreum untuk yang ke sekian kalinya dan dia ditolak lagi. “Kali ini apa alasannya?” In Ha menghela napas. “Hae Ri.” Jung Ha mengernyitkan dahinya. “Hae Ri?” Apa hubungan penolakan In Ha dengan Hae Ri? “Ahreum bilang dia tidak akan berkencan sebelum Hae Ri punya pacar.” Jung Ha tertawa mendengar alasan kenapa Ahreum menolak In Ha untuk yang ke sekian kalinya. Itu alasan yang konyol menurutnya. “Sepertinya akan butuh lama sampai perasaanmu diterima oleh Ahreum.” “Tenang saja, aku dan Ahreum sedang berusaha mencarikan Hae Ri seorang pacar.” “Dan aku orangnya?” Jung Ha menunjuk dirinya sendiri. “Tepat sekali.” Jung Ha merasa tidak enak pada In Ha karena sepertinya rencana sahabatnya itu telah gagal dan artinya In Ha harus menunggu lebih lama agar perasaannya diterima oleh Ahreum. “Maaf,” kata Jung Ha lalu meneguk bir ditangannya. “Untuk apa?” In Ha menatap sahabatnya itu dengan aneh. Kenapa tiba-tiba minta maaf? “Hae Ri bilang dia tidak tertarik untuk berkencan begitu juga denganku.” “Apa???” teriak In Ha tak percaya. “Maaf ya, sabarlah menunggu Ahreum menerima perasaanmu.” “Lalu bagaimana nasib cintaku?” rengek In Ha sambil mengentakkan kakinya ke lantai. Jung Ha yang melihat tingkah sahabatnya hanya bisa tertawa sambil menepuk-nepuk bahu pemuda itu. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN