Tania Bab 6

1183 Kata
Delon berdiri diikuti Tania. Dia merangkul pinggul mungil itu dan mengajaknya berjalan untuk pergi ke Klub. “Udah hampir jam sepuluh. Kita pindah nongkrongnya, Honey. Biar ini di tutup sama asisten kamu.” Tania menoleh pada Gea--asisten--yang dipercaya untuk membantunya mengurus kafe dan karaoke. Delon pun memberi isyarat pada Gea yang langsung dibalas anggukan olehnya.  “Delon, aku marah.” Tania bersedekap. Persis seperti anak kecil yang tidak diberi balon oleh ibunya. “Nggak boleh marah, Honey.” Delon semakin mengeratkan cengkramannya di pinggul Tania. Membuat Tania terkesiap.  Sebuah lorong sempit menghubungkan kafe dengan klub, sempit sekali, hingga Delon mempersilahkan Tania berjalan di depannya. Tania melirik pria berkuncir di belakangnya. Meski pria itu berwajah gahar, tapi bagi Tania tidak begitu buruk. Apalah arti sebuah penampilan? Dia tetap akan mencoba mengenal Delon lebih jauh. Toh temannya sekarang hanya Delon. Apa Tania benar-benar ingin melupakan teman di masa lalunya? Delon mengajak Tania duduk di sofa. Riuh musik DJ sudah menggema, kemeriahan pesta malam membuat mereka lupa akan kematian dan sibuk dengan kesenangan duniawi.  Tanpa ragu Tania bersandar di d**a kekar Delon. Sedari tadi Wawan tak berhenti memperhatikan mereka. Dia tak ingin orang lain mencurigai kebohongan hubungan mereka.  “Delon?” Tania memainkan jari di d**a Delon.  Delon menoleh mendengar namanya disebut wanita aneh yang sedang menyandarkan kepala dan menggoda dengan menekan-nekan juga membuat simbol acak di dadanya. Delon menahan tangan Tania. Membuat Tania mendongak menatap pria bermanik hitam legam berbingkai alis tebal. Apa Tania sudah lupa dengan jati dirinya? Apa dia benar-benar sedang merindukan kasih sayang?  Delon mendekatkan wajahnya. Tania segera menghindar dia tak ingin Delon menciumnya. Tania memang sulit di tebak, kadang dia seperti menyerahkan diri, tapi terkadang dia menghindar begitu saja.  Seorang pria. Bukan Wawan. Sedari tadi pria itu memperhatikan Tania dari tempat duduknya. Pria pengunjung klub menatap Tania dan Delon bergantian dengan tatapan intens. “Tania?” gumamnya. Dia yakin itu Tania. Orang yang dikenalnya. “Kenapa?” tanya Delon pada gadis yang sedang gugup sembari menuangkan wine ke dalam dua buah gelas.  “Aku masih mengingat perkataan Mami Inne,” jawabnya usai menenggak wine.  “Yang mana?” Delon mengambil gelas dan ikut menenggaknya.  “Kamu beneran tukang hamilin anak orang?” Tania berkata dengan hati-hati, namun cukup berani.  Membuat Delon memaksa untuk merangkul gadis bersetelan metal yang sama sekali tidak cocok dengan tindak tanduknya. Tangan nakal Delon menurunkan jaket leather Tania sehingga mempertontonkan bahu mulusnya. Jari nakalnya bermain di bahu hingga tengkuknya, membuat Tania merasakan gelenyar aneh. “Kalau iya, kenapa Honey? Kamu mau juga?” bisiknya di telinga Tania.  Tangan Tania segera menepis Tangan Delon, tidak suka. Dia segera merapikan jaketnya. Cukup gila, seorang perawat nyasar ke tempat seperti itu.  “Jika kamu pikir, aku pria baik-baik--” Delon menggelengkan kepala, “kamu salah, Honey. Ada belasan--” Delon tersenyum miring, “bahkan mungkin puluhan perempuan yang sudah aku jamah di atas ranjang.”  Telunjuk dan jari tengah Delon bermain di lengan Tania.  Pria itu tertawa melihat Tania bergidik. Kadang Delon memang cukup menyeramkan. Tapi, dia begitu patuh pada Mami Inne. Wajarkah jika Tania mencurigai sesuatu antara ibu dan anak itu? “Kamu belum pengalaman, ‘kan?” Delon mendekatkan bibir ke telinga Tania.  “Apa kamu mau, jika aku yang jadi pengalaman pertama kamu?” ucap Delon dingin. “Hentikan Delon,” bentak Tania. Dia segera bangkit. Napasnya tersengal karena gugup. Apa Delon sedang menakut-nakutinya saja? Pria berwajah gahar itu tertawa. Dia menarik tangan Tania untuk kembali duduk di sebelahnya. Patuh, Tania kembali mendaratkan bokongnya. Kemarahan Tania mengundang beberapa pasang mata untuk menyaksikan mereka.  Merasa diperhatikan terutama oleh Wawan, Tania pura-pura merapikan kancing kemeja Delon. Kemudian dengan berani dia menarik kerah baju Delon hingga pria itu mendekat padanya dan berbisik dengan jarak yang sangat dekat. “Kamu tidak takut kena penyakit kelamin, kalau gonta ganti pasangan kayak gitu?” Matanya mendelik. Delon lupa Tania seorang perawat, tentu dia akan menceramahinya dengan segudang ilmu kesehatan. Delon mencebik, lalu mengangkat kedua bahunya. “Semoga aku baik-baik saja, Honey.” Delon  memiringkan wajahnya, hingga terus mendekat. Tangan Tania masih betah di kerah Delon. Bibir Delon membelai lembut bibir Tania, sekilas, karena Tania segera mendorongnya.  Tania menjauhkan d**a Delon. Jantungnya berdebar. Apa yang Delon lakukan barusan. Wajah Tania setengah tertunduk. Kesal bukan main, kenapa Delon harus melakukan itu.   “Kamu tidak suka?” Delon membenamkan wajah di tengkuk leher Tania dan menyesapnya perlahan.  Dengan kasar Tania kembali mendorong wajah Delon. Hal itu malah membuat Delon tertawa geli. “Kamu bikin aku tambah gemas, Honey.”  Seorang pria bermasker dan memakai hoodie yang menutupi kepala mendekat ke arah mereka dan memberi satu tinju pada Delon.  Tersentak. Delon segera bangkit. “Woy apa-apaan nih?” Delon memegangi rahangnya yang sedikit ngilu. Tidak begitu sakit, hanya saja ini soal harga diri lelaki sejati. Tania menatap pria yang menutupi sebagian wajahnya itu. Jantungnya mencelus kala melihat sepasang mata pria itu.  Delon bangkit, darahnya mendidih hingga ke ubun-ubun. Dia hendak melawan namun tubuh mungil Tania menghalanginya dengan pelukan. “Nggak usah di balas, Sayang.”  “Ini soal harga diri.” Delon mencoba menjauhkan Tania dari tubuhnya.  Pria itu mendecih. “Harga diri?” cibirnya. “Delon, aku takut dia orang di masa lalu aku,” ucap Tania pelan di dekat d**a Delon.   Napas Delon terengah menahan amarah. Tangannya mengepal dengan kuat, sementara Tania semakin merekatkan pelukannya di d**a Delon.    “Wawan. Kejar!” titah Delon pada pria berseragam hitam. Wawan mengangguk dia segera mengejar pria itu.  Jika bukan karena Tania, pria itu sudah habis di hajarnya. Tania dapat merasakan gejolak amarah di d**a Delon. Tania mengusap jas Delon pelan dan merapikannya. “Aku seperti mengenalnya,” ucapnya kemudian.  “Kamu yakin?” Tania mengangguk.     Pria itu berlari dan pergi bersama motornya. Wawan memang sengaja tidak mengejarnya. Dia tidak begitu suka dengan Delon anak dari majikannya itu. Jadi untuk apa menuruti pria songong seperti Delon.  Wajah Tania terus membayangi pria itu. Dia yakin itu Tania. Beribu pertanyaan bersarang di kepala. Sudah berbulan-bulan semenjak kematian keluarganya, Tania menghilang.  Tak ada yang tahu kemana Tania pergi. Tapi, kini dia malah menemukan Tania di tempat seperti itu bersama seorang pria. “Menjijikan,” dengkusnya. Dia harus membawa Tania pulang dan mengembalikannya ke jalan yang benar. Tapi, untuk sekarang dia akan mencari tahu terlebih dahulu siapa pria yang bersama Tania. Jika dia gegabah dan menampakan diri begitu saja, tugas utamanya akan berantakan.  *** Tania membaringkan tubuhnya di kasur. Dia terbayang terus pria itu, yakin jika bukan Doni, atau Bayu bisa saja dia adalah Reza. Tania terkesiap. Dia bangkit. “Reza?” Jantungnya berdebar kala dia menyebut nama Reza. Sekelebat bayangan di masa lalu, membuatnya muak jiwanya ingin pergi sejauh mungkin.  Waktu menunjukan pukul dua malam. Tania memang baru pulang dari klub sekitar satu jam yang lalu. Ini gila, baru pertama kali dalam seumur hidupnya pulang selarut itu.  Entah apa yang dicari Tania, entah kehidupan bagaimana yang dia inginkan.   Tiba-tiba Tania terbayang tindakan nakal Delon padanya. Napasnya terasa berat, darahnya berdesir dan wajahnya panas. Apa yang sekarang Tania rasakan? Untung dia bisa melawan Delon. Tapi pria itu cukup baik karena tidak memaksakan keinginannya terhadap Tania. Hanya saja Tania harus lebih waspada padanya. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN