Addiction: 4

2350 Kata
            “Semua sudah aman?” Emma berbisik, sambil menekan alat komunikasi yang ia pasang di telinganya sementara Nicholas menatapnya dengan pandangan takjub. “Apa?” tanya Emma kepada Nicholas.             “Tidak. Kau hanya terlihat sangat keren saat melakukan itu.” Nicholas nyengir, kemudian melemparkan pandangannya ke seluruh tubuh Emma. “Kenapa kau harus menggunakan seragam itu lagi? Kau lebih terlihat menarik dengan pakaianmu yang sebelumnya.”             “Kau bisa menyebut aku cantik, Nic. Akui saja.” Emma tertawa kecil. “Ini pakaian wajibku saat bertugas, Nic.”             “Bagaimana kalau aku yang menyuruhmu untuk tidak mengenakan pakaian itu?”             “Make me, Nic. But, i know you can’t.” Emma mengeluarkan seringaiannya, dan seringaian itu hilang seketika saat beberapa wanita mendekati Nicholas dengan manja.             “Nic, i miss you! Ku kira kau hanya menipuku seperti biasanya saat kau bilang kau akan ke Inggris.” Salah satu wanita yang mengenakan kaus polo putih dan celana pendek biru muda berbicara dengan Nicholas menggunakan aksen Inggris yang lebih kental dari Emma.             Emma mencebik saat dua wanita lain yang bersama wanita itu, ikut menggelayut manja di tubuh Nicholas dan pria itu tampak amat sangat menikmatinya. Emma memutuskan untuk menyingkir, dan mengamati dari kejauhan di bawah lembayung tenda bongkar pasang yang baru saja didirikan oleh beberapa rekan pengawalnya.             “Wanita mana yang tidak betah berdekatan dengannya.” John, salah satu rekan Emma yang sudah lebih dulu bekerja dengan Nicholas mulai berbicara. “Terkadang aku iri dengan orang-orang beruntung seperti dia.”             “Jangan iri, John.” Emma menimpali. “Orang-orang seperti mereka hanya tahu cara bersenang-senang.” Ia meneguk coca cola kalengan dingin yang di susun menjulang berbentuk segitiga di atas meja; minuman untuk para pengawal.             “Yeah, kau benar, Emma.” John tertawa. “Teruslah mengawasinya, kami akan bergerak ke depan. Teman-teman Tuan muda itu sudah semakin banyak berdatangan lebih dari yang ia katakan kepada kita, jadi kau tahu, segala sesuatunya harus diperiksa.”             Emma mengangguk, membiarkan Jhon meninggalkan tenda bersama 4 orang lain yang belum ia hapal namanya, menyisakan dirinya dan 3 orang lain yang masih berdiri siaga di bawah tenda.             Sebenarnya ia tidak suka  mengawasi Nicholas yang sedang bersenang-senang dengan wanita. Kalau bukan karena pekerjaannya sebagai pengawal paling pribadi di atas pengawal pribadi kebanyakan, ia tidak akan berdiri di sini dan menonton kegiatan saling merayu antara Nicholas dan wanita-wanita itu. Karena bagaimanapun, alasan ia kehilangan Nicholas sebagai sosok panutannya adalah karena ia mengetahui sisi buruk pria itu, dan melihatnya dengan mata kepalanya sendiri hanya membuatnya semakin tidak menyukai pria itu.             Emma tahu ia harus bersikap profesional, tapi ia tidak bisa menolak keinginan kakinya yang perlahan bergerak menjauh dari tenda, menuju lorong panjang yang mengarah langsung ke dalam mansion. Nicholas menyadari pergerakan wanita itu.            “Kau mau ke mana, Em?” tanya Nicholas, Emma tidak menyadari kapan pria itu bergerak cepat menyusulnya. Yang ia tahu-tahu, tiba-tiba pria itu sudah menarik tangannya dan menyebabkan langkah kakinya terhenti seketika.             “Nic?”             “Kau mau ke mana? Seharusnya kau tetap berada di sana dan mengawasiku.” Nada bicara Nicholas terdengar sedikit menuntut, tapi tetap tenang dan ramah. Bahkan pria itu membubuhkan senyum menawannya di setiap kata yang meluncur dari bibirnya.             “Nic, aku hanya ingin ke kamar mandi.”             “Kau bohong. Aku tahu kau tidak menyukai teman-temanku itu.”             “Teman atau para kekasihmu?”             “Don’t tell me you’re jealous.”             Emma menyunggingkan senyum miringnya. “Demi Tuhan, Nic. Kenapa kau menuduhku cemburu? Tentu saja tidak. Untuk apa aku cemburu padamu?” Emma ingin mengatakan perihal perjanjian mereka tentang ‘jangan saling jatuh cinta’ tapi ia menahannya. Menurutnya tanpa harus diingatkan, mereka sama-sama saling mengingat peraturan yang awalnya hanyalah candaan konyol yang tiba-tiba berubah menjadi peraturan sungguhan.             “Kau tentu ingat kau tidak boleh jatuh cinta padaku, Em.” Nicholas menyahut, dan Emma benar-benar menyesal tidak mengungkit perjanjian itu, karena sekarang ia terlihat seperti pihak yang perlu diingatkan karena hampir melanggar ketentuan.             “Nic, aku tidak cemburu padamu, sungguh. Aku hanya membenci kegiatan rayu-merayu antara kau dan teman-temanmu itu. Aku tidak terbiasa dengan hal-hal seperti itu, jadi biarkan aku ke kamar mandi sekarang; mencuci mukaku atau bahkan mengguyur kepalaku agar lebih dingin.”             Nicholas memojokkan Emma, hingga punggung wanita itu merapat pada tembok lorong. Kemudian ia merentangkan sebelah tangannya ke sisi kanan Emma, menumpukan berat badannya di sana sementara tubuhnya perlahan mulai condong pada Emma. “Bagaimana kalau aku tidak mau, Em?”             “Apa yang kau lakukan, Nic?” Emma merasakan napas Nic menerpa wajahnya, dan ia mulai merasa gugup. “Nic, kalau kau ingin menggodaku, kau melakukannya di saat yang salah. lihat, mereka semua melihat ke arah sini.”             “So, let them.” Nicholas terkikik. “Em, aku tidak akan berhenti sampai kau mengakui kalau kau cemburu. Aku tidak suka saat seseorang menutup-nutupi hal yang sebenarnya.”             “Apa maksudmu? Sudah kubilang aku tidak cemburu padamu, Nic.” Emma terdengar kesal. “Menyingkirlah atau kau akan menyesal karena aku tidak akan segan-segan menendangmu.”             “Lakukan, Em. Aku tahu kau tidak akan berani.” Nicholas tahu betul apa yang dikatakannya. “Akui saja, Em.”             “Apakah itu begitu penting untukmu? Nic, jangan terlalu percaya diri kalau semua wanita akan selalu memujamu. Aku termasuk ke golongan yang tidak akan memujamu.”           “Semakin kau menyangkal ini akan semakin lama, Em. Itu membuktikan kalau kau memang sedang cemburu.”             “Dan semakin kau menekanku untuk mengakui hal yang sama sekali tidak kurasakan, itu semakin membuktikan kalau kau tertarik padaku, Nic. Kau bahkan mati-matian memaksaku mengakui hal yang sama sekali tidak kurasakan.”             Nicholas mengulas senyum miringnya yang menggoda, kemudian ia menegakkan tubuhnya lagi. “Baiklah, kalau kau masih tetap mengelak. Kita bisa lanjutkan ini nanti.”             “Kita tidak perlu melanjutkannya nanti, Nic.” Emma meninggikan nada suaranya, membuat Nicholas menoleh ke arahnya dengan seulas senyum kemenangan. Pria itu merasa Emma akan mengatakan hal yang ingin didengarnya. “Dunia tak selalu berpusat di tanganmu, Nic. Jangan menjadi seorang tamak yang merasa pantas mendapatkan hati semua orang. Tidak semua orang menyukai sifatmu itu, tidak—pada nyatanya tidak ada seorang pun di dunia ini yang menyukai orang sepertimu, Nic. Kau hanya beruntung karena memiliki hal-hal yang tidak semua orang memilikinya—“             “Cukup, Emma.”             Emma melihat bagaimana rahang pria tampan itu mengeras saat memotong ucapannya. Tidak ada lagi senyum yang membingkai wajahnya.             “Aku bisa mengerti sejak awal kau tak menyukaiku karena sifatku yang satu itu. Tapi dari sekian banyak wanita yang kudekati, itu tidak lebih banyak dari mereka yang melemparkan diri mereka padaku secara sukarela meskipun mereka tahu aku hanya bermain-main. Jadi sebenarnya siapa yang salah?” Nicholas terdengar angkuh. “Dan satu lagi, Em. Kemarin kau  menyuruhku untuk saling mengetahui posisi masing-masing, lantas biarkan aku bertanya padamu, memangnya kau sedang berada di posisi seperti apa sampai-sampai kau berani mengocehiku seperti itu?”             Emma mengeraskan kepalan tangannya sampai buku-buku jarinya memutih. Mendengar kata-kata Nicholas padanya, rasanya seperti ada ribuan jarum tak terlihat yang menusuk-nusuk tubuhnya.             “Kau tidak perlu mengomentariku hanya karena aku menyukai saat-saat ketika banyak dari kaummu yang menyukaiku, atau bahkan merasa cemburu ketika aku berdekatan dengan orang lain—which is you said that you’re not into that jealousy thing about me. Aku tidak menyangka kalau hanya dengan godaan ringan seperti tadi akan membuatmu rungsing setengah mati menghadapiku dan berkata hal-hal yang tidak perlu.” Nicholas melanjutkan. “Aku bersumpah, Em. Wanita-wanita keras kepala yang gemar bersikap jual mahal terhadap dirinya sendiri, suatu saat hanya akan berbalik memujaku.”             “Jangan berharap, Nic.” Akhirnya Emma berhasil bersuara.             “Aku memang tidak berharap. Rasanya menyedihkan jika harus menolak mentah-mentah wanita sepertimu, Em. Karena itu, pastikan kau menjaga jarakmu denganku. 2 bulan tidak akan terasa lama,” kata Nicholas, sebelum kemudian berbalik pergi, kembali bergabung bersama teman-temannya yang sudah terlihat sangat penasaran akan apa yang terjadi antara dirinya dan Emma.             Sementara Nicholas kembali bersenang-senang dengan teman-temannya. Emma berlari menaiki tangga menuju kamarnya, lalu menangis. Nicholas adalah satu-satunya pria yang berhasil membuatnya menangis hanya dengan lidahnya yang tajam dan culas. Setiap kalimat yang diucapkan pria itu padanya  terus bergaung di dalam telinga, dan mengacaukan isi kepalanya. Nicholas berhasil membangkitkan memori lama yang Emma kira sudah lama meninggalkan ingatannya. Rasanya sama seperti saat Vikar, pria keturunan India yang satu kelas dengannya dulu di SMA, memutuskannya karena menurutnya Emma tidak semenarik kelihatannya. Mungkin karena harga dirinya sama-sama terluka, baik saat mendengar ucapan Vikar padanya, atau saat Nicholas yang melakukannya.             Sepertinya menghadapi seorang Nicholas Wood akan lebih menyusahkan dibanding apa yang ia pikirkan sebelumnya. Jadi, Emma mengusap buliran air matanya, memaksa syaraf-syaraf matanya menghentikan rangsangan yang bsia membuat matanya lebih sembab dari ini, lalu berdiri di depan cermin, dan mulai menyemangati diri sendiri dengan berkata, “kau bisa melakukan ini, Emma. Pria itu akan segera hilang dari pandanganmu. Kau hanya perlu bertahan selama 2 bulan dan setelahnya semua akan kembali normal, kau tidak perlu berurusan lagi dengannya.” ***             Nicholas tidak bisa mengenyahkan raut wajah Emma yang terakhir ia lihat sebelum ia meninggalkan wanita itu untuk bergabung dengan teman-temannya. Kegiatannya sore ini jadi tidak menyenangkan sama sekali karena pertengkaran yang terjadi antara ia dan pengawal pribadinya itu.             Ini seperti bukan dirinya yang selalu bisa tenang menghadapi cibiran orang lain, apalagi hanya seorang Emma. Tapi wanita itu pandai berbicara, dan setiap kata yang keluar dari bibirnya membuat Nicholas seperti sedang dikoreksi, dan ia benci itu. Sialnya, ia jadi sedikit menyesal atas apa yang ia ucapkan pada Emma, karena wanita itu mengeluarkan ekspresi wajah yang sama sekali tidak diduga oleh Nicholas; terluka.             Bayangan Emma hilang seketika, saat Nicholas dikejutkan oleh suara ketukan pintu yang keras. “Masuklah!” teriak Nicholas dari dalam. Ia memperbaiki posisinya menjadi duduk bersandar di kepala kasur.             Seorang pelayan wanita masuk ke dalam kamarnya sambil membawa nampan berisi segelas s**u coklat hangat, dan beberapa potong biskuit. Setelah memastikan apa yang wanita itu bawa, ia mengalihkan pandangannya kembali ke layar laptop yang berada di pangkuannya. Dan seakan sudah paham, pelayan itu meletakkan nampan yang ia bawa di nakas di samping kasur Nicholas, lalu keluar tanpa mengatakan apa-apa.             Sudah menjadi kebiasaan bagi Nicholas meminum segelas s**u coklat hangat dan memakan beberapa potong biskuit sebelum tidur. Menurutnya itu bisa mencegahnya terbangun tengah malam karena lapar.             Ia baru saja akan meminumnya, sampai tiba-tiba terdengar suara keributan dari luar kamarnya dan Emma merangsek masuk dengan raut wajah panik dan napas yang tidak beraturan. Wanita itu masuk setelah sebelumnya menendang pintu kamar Nicholas dengan kekuatan yang diluar dugaan orang-orang kebanyakan terhadap besar kekuatan seorang wanita mungil seperti Emma.             Nicholas baru saja akan protes pada Emma yang nyaris merusak pintu kamarnya, tapi ia terlanjur dikejutkan oleh tindakan Emma yang tiba-tiba merampas gelas s**u dari tangannya, dan ia jatuhkan kuat ke lantai.             “What the f**k are you doing, Em?!” teriak Nicholas dengan marah.             Emma memandang Nicholas, tajam. “Seseorang berusaha meracunimu, Nic,” katanya. “Pelayan yang barusan masuk ke kamarmu adalah suruhan wanita gila yang berusaha membunuhmu,” lanjut Emma.             Kedua belah bibir Nicholas mengatup rapat.             “Semuanya sudah dibereskan. Salah satu pelayanmu ada yang menyadari kehadiran penyusup itu dan memberitahukannya padaku. Aku menangkapnya tepat setelah ia memasuki kamarmu. Sekarang kau bisa melanjutkan istirahatmu, Nic.” Emma membungkukkan badannya pada Nicholas sebelum ia melangkah mundur, lalu berjalan menuju pintu yang masih terbuka lebar di belakangnya.             “Tunggu, Em.”             Langkah Emma terhenti.             “Terima kasih,” kata Nicholas.             “Sudah tugasku, Nic.”             “Dan maafkan aku. Aku tahu aku  keterlaluan tadi sore.” Nicholas menurunkan kedua kakinya dari kasur, lalu berdiri, melangkah pelan menuju pintu kemudian menutupnya. Emma menyaksikan dengan heran saat Nicholas melakukan itu, tapi ia berusaha mengendalikan ekspresi wajahnya sendiri, dan membuat wajahnya terlihat seakan datar tanpa emosi.             “Aku rasa kita harus memperbaiki semuanya. Ini tidak akan menyenangkan kalau kita menjalaninya dengan saling canggung. Jangan jauhi aku, Em. Karena tidak setiap hari aku bisa mengundang teman-temanku, jadi satu-satunya orang yang akan selalu berkomunikasi denganku adalah dirimu.”             Emma sama sekali tidak menyangka Nicholas akan menjadi orang pertama yang minta maaf.             “Kenapa? Kau tidak menyangka aku rela meminta maaf padamu lebih dulu?” Seakan bisa membaca pikiran Emma, Nicholas mengatakannya dengan sangat tepat. Bibirnya membentuk lengkung senyuman jenaka yang khas.             “Oh, aku jadi menyesal sempat memujimu dalam hati, Nic.” Emma memutar bola matanya, malas. “Aku baru saja akan meminta maaf padamu juga, tapi aku berubah pikiran.”             “Hei, itu tidak adil,” saut Nicholas, tertawa kecil. Emma ikut tertawa. “Tapi sungguh, aku tidak tahan bersikap saling diam padamu selama beberapa jam tadi setelah insiden itu terjadi.”             Emma kembali mengingat perkataan Nicholas padanya, dan jarum  tak terlihat itu kembali menusuknya. Nicholas menyadari perubahan raut wajah wanita itu, dan ia buru-buru mengatakan, “Lupakan saja apa yang kukatakan padamu, Em. Aku hanya asal bicara.”             Emma menggeleng lemah. “Kau tak perlu merisaukan itu, Nic. Sekarang istirahatlah, aku akan menyiapkan sarapan untukmu besok pagi—tidak, mulai sekarang semua makanan yang kau makan akan berada di dalam pengawasanku, aku sendiri yang akan menyiapkannya.”             “Wow, jadi kau merangkap sebagai istriku sekarang?” Nicholas menaikkan sebelah alisnya.             “Oh, Nic...mimpi apa aku semalam jika memilikimu sebagai suamiku?”             “Mimpi yang sangat indah, Em.” Nicholas maju selangkah ke arah Emma, membuat wanita itu menyadari kalau jarak antara mereka berdua hampir habis. “Jadi, apakah istriku akan tidur bersamaku malam ini?” Nicholas mulai menggoda Emma, lagi. Dan wanita itu hampir kehilangan kata-kata untuk beberapa saat.             “Jangan berkata yang bukan-bukan, Nic,” katanya, setelah kesadarannya kembali. “Kau akan tidur di sini, dan aku tidur di kamarku.”             “Aku menginginkanmu. Would you give me a kiss now?” Nicholas memegang dagu Emma, lalu mendekatkan wajahnya sendiri ke wajah Emma.             Emma menjauhkan wajah Nicholas dengan tangannya. “Selamat malam, Nic. Jangan coba-coba bangun kesiangan, atau tidak akan ada sarapan untukmu,” katanya, sambil melepaskan tangan Nicholas dari wajahnya, lalu membuka pintu, dan menutup pintu kamar Nicholas dengan terburu-buru dan keras.             Nicholas tahu. Liburannya akan sangat menyenangkan selama Emma berada di dekatnya. Bagaimanapun menikmati reaksi wanita itu tiap menerima godaannya lebih menarik ketimbang mengamati kenaikan harga saham investasi yang ia miliki. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN