10 |SILUMAN SERIGALA

1102 Kata
Affa Sabila dan Bima Priyadi alias kedua orang tuaku terlihat sudah menunggu di depan teras rumah. “Assalamualaikum, Jeha sudah pulang,” sapaku lalu dibalas senyum dan pelukan hangat dari mama dan papa, ciri khas keluarga bahagia banget pokoknya. “Waalaikumsalam. Gimana campingnya? Seneng nginep di hutan?” Mama bertanya. Aku mengangguk disertai cengiran lebar. “Seneng dong!” jawabku, tanpa niat memberitahu Mama dan Papa perihal aku yang sempat tersesat di hutan dan pada akhirnya bertemu dengan Mas Serigala. Ngomong-ngomong soal Mas Ser, aku lupa belum memperkenalkannya pada keluargaku. Pandanganku turun menatap ke lantai samping kanan dan kiri tempatku berdiri tetapi tidak menemukan keberadaan Mas Ser di sana. Kepalaku sontak berputar 90 derajat ke belakang dekat jalan raya di mana Mas Ser duduk dengan dua kaki di sana. Dahiku mengernyit, kenapa dia masih ada di sana? Tanganku spontan berayun menyuruhnya agar mendekat kemari. Mas Ser kemudian menurut dan berjalan perlahan mendekati kami. “Ini anjing siapa Jeh?” Papa berjongkok di depan Mas Ser sembari mengelus bulu tebalnya. “Anu… Jeha nggak sengaja ketemu Mas Ser waktu camping kemarin. Mas Ser terus ngikutin kemanapun Jeha pergi. Wajahnya melas banget Pa kayak orang melarat, dan ngebet banget pengen Jeha pelihara. Yauda deh, Jeha bawa pulang aja. Mama dan Papa nggak keberatan kan kalau kita punya hewan peliharaan lagi?” Aku berupaya mencari alasan senatural mungkin supaya orang tuaku tidak curiga. Tapi alasanku yang dilebih-lebihkan tampaknya membuat Mas Ser merasa jengkel. Bodo amat lah, yang penting orang tuaku percaya. “Boleh, anjingnya juga bagus! Jenis langka ini,” komentar Papa yang sekarang sedang mengamati bentuk tubuh Mas Ser dari segala sisi. “Asal jangan didekatin ke adek Hannah oke?” Mamanya menceletuk. “Tenang Ma, Mas Ser nggak galak kok. Dia anjing yang pinter,” sahutku sambil tersenyum bangga pada Mas Ser yang balas menatap ke arahku. “Hannah di mana Ma?” Aku menanyakan keberadaan adikku. Dan Mama menjawab, “Ada, Hannah lagi tidur di kamar.” “Kamu mandi dulu sana, sekalian mandiin Mas Ser. Kalian berdua kan dari hutan, habis perjalanan jauh juga jadi pasti bawa kuman-kuman nakal. Kalau sudah bersih, kita makan siang bareng. Oke?” perintah mama. “Siap bos!” Aku menjawab mama dengan gerakan ala prajurit militer. Kemudian mengajak Mas Ser masuk ke dalam rumah untuk dimandikan. Beberapa saat setibanya kami di kamar mandi. Aku menyalakan air shower yang langsung mengguyur ke bawah tubuh Mas Ser. Bajuku jadi ikut basah karena kecipratan air dan secara naluriah tanganku bergerak membuka kaos hingga menyisakan tanktop hitam. “Jeha jangan buka baju di sini!” Mas Ser memekik lalu memutar badan membelakangiku. Aku heran, “Kenapa? Namanya juga mau mandi, ya harus buka baju dong!” tanggapku tanpa berpikir lebih jauh. “Kamu lupa? Aku ini bukan hewan biasa, aku manusia yang dikutuk menjadi serigala. Aku masih punya nafsu dan dayapikir layaknya manusia seperti kamu,” jelas Mas Ser. “Alamak! Emang serigala bisa punya nafsu yah?” Aku meletakkan jari ke dagu sambil menatap atap kamar mandi karena berpikir. Masih dengan posisi badan berdiri membelakangiku, Mas Ser balas berteriak, “Aku siluman serigala Jeha! Aku bukan sekadar hewan serigala!” Perkataan Mas Ser menggema di ruang kamar mandi yang tertutup. Sedangkan aku bergeming menatapnya terkejut. Jika benar Mas Ser masih memiliki nafsu dan dayapikir layaknya manusia biasa, lantas bagaimana soal kejadian saat dia kusuruh menjagaku waktu pipis di hutan kemarin? Berarti saat itu juga… sama saja, aku menyuruh seorang laki-laki menjagaku saat pipis?! Tanganku spontan menyilang di depan daadda, lalu berteriak sambil keluar dari dalam kamar mandi. “TIDAAAAAAAK!” “Jeha! Ada apa?” Mama melongok masuk ke dalam kamarku sebab khawatir, sedangkan aku dengan tangan gemetar menunjuk pintu kamar mandi yang terhubung dengan kamarku. Hampir saja mulutku hendak mengatakan ada laki-laki yang masuk ke kamar mandi dan melihatku hanya mengenakan tanktop, tetapi beruntungnya aku masih bisa berpikir jernih hingga urung mengatakan itu pada Mama Affa. “Kenapa kamar mandinya? Katanya kamu mau mandiin Mas Ser? Dia gigit kamu?” Mama menatap Jeha dan pintu kamar mandi secara begantian dengan alis bertaut bingung. Kepalaku menggeleng. “Enggak kok Ma!” sangkalku. “Terus kamu kenapa pakek jerit-jerit segala?” tanya mama. Tanganku menggaruk tengkuk yang tak gatal dan secara bersamaan menjawab pertanyaan mama. “Kaget aja, Mas Ser kelihatan lebih ganteng setelah kumandiin.” Mama Affa langsung tepok jidat mendengar jawaban absurd anak sablengnya yang satu ini, siapa lagi kalau bukan AKU. “Astaga Jeha! Ada-ada aja sih kamu! Udah sana kamu cepetan mandi juga habis itu kita makan siang sama-sama!” omel mama, tidak habis pikir. “Iya ma, iyah.” *** Malamnya, ketika keluargaku berkumpul menonton tv di ruang keluarga. Mama dan Papa tiba-tiba menyuruhku menjaga Hannah sementara mereka akan pergi sebentar mencari cemilan di luar. Akupun tak menolak dan beralih menjadi pengasuh Hannah. Hannah memang tidak pernah rewel saat ditinggal bersamaku, tetapi untuk ukuran bayi yang masih berusia satu tahun, dia termasuk anak yang hiperaktif. Hannah suka sekali merangkak ke mana-mana, suka sekali memakan semua benda yang ia temukan di lantai sekaligus suka sekali membuat rumah berantakan. Hannah tidak pernah diam, ya setidaknya dia bukan bayi cengeng yang sering merindukan asi ibunya. “Mas Ser, jagain Hannah bentar yah. Kebelet pipis nih,” ujarku pada Mas Ser yang sedang enak-enakan tiduran di sofa sambil menonton tv. “Kok kamu sering belet pipis sih?” balas Mas Ser sambil turun dari atas sofa mendekati Hannah yang sedang merangkak mengejar mainan bola plastiknya. “Bagus dong? Daripada aku sulit pipis terus kena batu ginjal gimana? Mas Ser pengen aku kayak gitu?” tanggapku dengan bibir cemberut. “Enggak, cuma heran aja tiap sama aku kebelet pipis mulu.” “Eits! Aku nggak sama kamu doang, ada Hannah tuh!” Aku menunjuk adikku lewat dagu, dan Hannah yang sadar sedang dibicarakan lantas tersenyum menggemaskan padaku. Aigooo… lucunya adikku ini, mirip anak-anak imut yang viral di tik tok. “Yauda sana buruan! Jangan lama-lama,” kata Mas Ser setelah sampai di dekat tempat Hannah duduk. Mengetahui ada seekor hewan yang menemaninya, Hannah secara naluriah mengulurkan tangan mengusap badan berbulu Mas Ser. Bayi itu tergelak kesenangan seolah telah menemukan mainan baru. Lihat betapa aktifnya jemari mungil itu menyentuh telinga, moncong mulut bahkan menjepit ekor Mas Ser yang seketika berteriak kesakitan. “Haduh!” Aku terkikik geli melihat betapa Hannah sangat menyukai Mas Ser. Beruntung Mas Ser tidak segalak serigala pada umumnya atau adikku bisa dimakan hidup-hidup jika kutinggalkan bersamanya. “Aku pergi yah!” pamitku lalu berlalu meninggalkan ruang keluarga menuju kamar mandi. Sedangkan Mas Ser yang menjadi target mainan baru Hannah hanya bisa mengangguk tanpa menyahut perkataanku. BERSAMBUNG...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN