TUJUH

1069 Kata
Sebelas hari setelah kematian Milli. Rumah Arga, Jakarta. Cassandra mengamati kedua gelang yang kini ia letakkan di atas meja. Gelang tersebut terbuat dari alumunium ringan dan dibeli oleh Cassandra ketika ia berlibur ke Yogyakarta beberapa bulan yang lalu. Cassandra tidak perlu repot-repot mencari tahu apakah gelang tersebut milik sahabatnya atau bukan karena dia dan Clara juga memiliki gelang yang sama dengan masing-masing nama mereka sebagai hadiah persahabatan dari Cassandra untuk mereka berdua. Cewek berzodiak capricorn itu lantas menekuk dahinya dalam-dalam dan mengembuskan napasnya beberapa kali sampai membuat Arga yang duduk di sebelahnya keheranan. "Lo ngapain, sih?" tanya Arga ingin tahu. Pasalnya, sejak Cassandra menerima kotak biru dari Arga dan menemukan gelang milik Milli di dalamnya, cewek bertubuh langsing itu terus sibuk mengamati kedua gelang tersebut sampai melupakan Arga. Cassandra menoleh tajam kepada Arga. "Kenapa gelang Milli bisa ada di lo? Gue selalu ingat banget kalau dia nggak pernah lepasin gelang ini dulu," tutur cewek itu percaya diri. "Pasti terjadi sesuatu di antara kalian berdua, 'kan?" Arga memicing matanya curiga. "Sesuatu apa nih maksudnya?" "Ya, apa aja," kata Cassandra singkat. "Sekarang lo jelasin sama gue deh, kenapa gelang ini bisa ada di tangan lo?" Cowok berhidung mancung itu menyilang kedua tangannya di d**a dan mendecih kesal. "Lo nggak lagi nuduh gue yang ngebunuh Milli atau semacamnya, 'kan, Cass?" Namun cewek itu hanya mengedikkan bahunya dan santai berkata, "Who knows?" hingga membuat Arga kesal. Ia kemudian menarik gelang milik Milli yang sejak tadi dipegang oleh Cassandra. "Kok diambil?" "Karena Milli kasih gelang itu buat gue, bukan buat lo," tandas Arga ketus. Cassandra terdiam untuk beberapa saat. Mungkin sekitar tiga puluh detik keduanya hanya diselimuti oleh keheningan yang canggung. Sampai akhirnya cewek itu mengerjapkan kedua matanya dua kali dan tersadar. Ia kemudian membenarkan posisi duduknya sembari memasang kembali gelang miliknya yang sempat ia lepas tadi ke tangan kirinya sebelum beralih pada Arga yang tampak menyimpan gelang milik Milli kembali ke dalam kotak berwarna biru tadi. "Milli kasih gelang itu buat lo?" Arga mengangguk. "Kok bisa?" Cowok kelahiran Jakarta itu kemudian mendengus pendek dan menutup kotak biru miliknya. Menyimpannya di atas meja sehingga Cassandra dapat melihatnya dengan jelas. "Bukan cuma gelang. Milli juga sempat ngasih gue kaos, novel dan lipbalm." Cassandra refleks menganga tak percaya ketika mendengar barang yang terakhir disebutkan oleh Arga. "What the ... lipbalm? Really?" Arga hanya bisa mengangguk mengiyakan meski Cassandra memandangnya dengan tatapan jijik sekarang. "But, why? Maksud gue, dari sekian banyak hadiah cowok yang dia bisa kasih. Kenapa harus, oh my, gue aja sampai malu ngomongnya." Cowok bertubuh tinggi itu beranjak dari sofa dan menunjuk wajah Cassandra dengan telunjuknya. "Gue ambil dulu barang-barangnya biar lo bisa percaya. Lo tunggu aja di sini," titah Arga pada sahabatnya itu. Dan setelah menunggu beberapa menit, Arga akhirnya kembali dengan sebuah kotak biru yang lain, yang lebih besar. Cowok itu kemudian meletakkannya di atas meja dan mulai mengeluarkan satu persatu benda yang ia sebutkan tadi. Baju, beberapa novel bahkan pelembab bibir. "See? Gue walaupun berandalan, tapi ucapan gue selalu bisa dipercaya, Cass." Cassandra menelan ludahnya sendiri karena bingung harus bereaksi seperti apa. Yang jelas dia sangat syok dan benar-benar tidak habis pikir dengan tujuan Milli memberikan barang-barang tersebut kepada Arga. Arga kemudian menyodorkan salah satu novel bergenre misteri di antara sekian banyak novel lain dari Milli kepada Cassandra. "Milli bilang lo paling suka novel yang ini," terangnya. Cewek itu melihat Arga lalu ke novelnya bergantian. Ia membaca judul yang tertulis di bagian depan novel dan mengangguk mengiyakan. "Iya, sih. Tapi, tunggu dulu, deh." Cassandra akhirnya menyadari sesuatu. Seketika saat itu juga, Cassandra mengobrak-abrik barang di atas meja di hadapan mereka. Membuka lebar-lebar kaus dan memeriksa semua novel yang diberikan Milli untuk Arga. "Cass, lo ngapain? Kenapa diacak - acak begitu?" Arga menggerutu. "Nanti lo beresin lagi pokoknya, gue nggak mau tahu. Awas aja kalau lo langsung balik tanpa beresin semua barang-barang itu." Namun Cassandra justru menghentikan gerakan dengan tiba-tiba. Ia menatap seluruh barang-barang yang ada di atas meja dan mulai menangis. Membuat Arga merasa tidak enak dan menyesal. Mungkin Cassandra tidak biasa membereskan barang-barang di rumah, sampai menangis begitu saat Arga menyuruhnya membereskan semuanya. "Eh, Cass. Nggak usah nangis," kata Arga berusaha mencegah sahabatnya mengeluarkan lebih banyak air mata. "Kalau lo nggak biasa beres-beres, nanti biar gue aja. Santai aja, lo santai aja di sini." Sayangnya, Cassandra tetap menangis. Ia bahkan memeluk salah satu kaus berwarna putih bergambar hati kecil di bagian d**a kirinya dan mendekapnya dengan erat. "Cass, jangan nangis, dong," pinta Arga lagi. "Lo sebenarnya kenapa nangis? Gue nggak jadi nyuruh lo beres-beres, kok. Sori udah bikin lo jadi sedih gitu. Aduh, gimana ini." Perlahan, cewek itu akhirnya menoleh ke arah Arga. Menatapnya dengan mata yang sudah merah dan pipinya yang basah. Karena Cassandra memiliki kulit putih yang pucat, hanya dengan menangis sebentar saja, beberapa bagian di wajahnya sudah memerah. Ujung hidung salah satunya. Ujung hidung Cassandra memerah seperti habis dicubit atau berada di tempat yang sangat dingin karena menangis barusan dan hal tersebut justru semakin membuat Arga bingung. "Ga, kenapa Milli kasih barang-barang ini ke lo? Kenapa dia nggak bilang aja kalau dia nggak suka dan balikin semua barang ini ke gue?" Arga tertegun. Ia mencoba memahami situasinya meski tangis Cassandra tak kunjung reda. "Apa ini semua barang-barang lo, Cass?" tanya Arga dengan hati-hati. "Barang yang lo sengaja kasih buat Milli." "Iya, Ga." Cassandra menyeka kedua pipinya yang basah dan tangisnya mulai mereda. Ia tidak merasa lebih baik, tapi menangis juga tidak akan menjadi solusi apa-apa untuk mereka. "Apa lo tahu, apa alasan dia ngasih semua barang-barang ini ke lo?" "Sebenarnya ...," Arga menggantung ucapannya di udara. Tak kuasa melanjutkan kalimatnya karena Cassandra memandanginya dengan mata yang sedih sekarang. "Itu, sebenarnya...," "Sebenarnya apa?" desak Cassandra penasaran. "Apa yang sebenarnya terjadi di antara kalian berdua, Ga? Gue nggak peduli sekarang barang-barang ini ada di lo ataupun di Milli, tapi gue butuh tahu alasan dia ngelakuin ini sama gue. Gue harus tahu kenapa harus lo? Dari sekian banyak orang atau sahabat kita, kenapa Milli kasih barang-barang ini ke lo, Ga?" Arga menatap Cassandra lurus-lurus. Ia menarik napas panjang sebelum akhirnya berkata, "Karena Milli suka sama gue, Cass." Dahi Cassandra berkerut seketika. "Apa?" "Dia jatuh cinta sama gue. Tapi gue nolak dia karena sayangnya, gue justru jatuh cinta sama lo sejak pertemuan pertama kita. Dari awal, perasaan itu nggak pernah berubah dan Milli kayaknya membenci kita karena nggak bisa menerima perasaan gue yang sebenarnya." []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN