ENAM

1060 Kata
Sebelas hari setelah kematian Milli. SMA Nusantara, Jakarta. Cassandra bangkit dari kursinya setelah selesai membereskan semua buku-bukunya dari atas meja. Sejak sebelas hari yang lalu, atau setelah kabar kematian Milli tersebar di sekolah, Clara memutuskan untuk bertukar tempat duduk dengan Kevin. Clara duduk dengan Sinta sementara Kevin tidak keberatan untuk duduk dengan Cassandra. Selain karena Cassandra dapat membantunya mengerjakan tugas, Kevin memang selalu merasa nyaman di dekat cewek itu. Clara, Cassandra dan Milli pertama bertemu di kelas tiga SMP. Lalu mereka bertiga bisa mengenal Arga, Kevin dan Dimas ketika melewati masa orientasi di SMA dan berteman baik sampai sekarang. Sayang, satu peristiwa telah mengubah segalanya. "Mau langsung pulang?" tanya Kevin. Cassandra pun mengangguk dan membawa ransel kecilnya di punggung. Cowok dengan sedikit poni pada rambutnya itu pun beranjak dari kursi dan menarik tasnya dari atas meja. "Mau bareng?" Namun cewek itu menggeleng cepat. Membuat rambutnya yang diikat dan dibiarkan menjuntai ke belakang itu bergerak mengikuti gerakan kepala sang empunya. "Gue harus ketemu sama Arga dulu," katanya memberi tahu. Yang justru membuat Kevin berkerut kening karena penasaran bercampur bingung. "Arga? Ada apa?" Cassandra tersenyum tipis dan mendorong perut Kevin. "Kepo, ya?" tanyanya dengan nada menggoda. Membuat Kevin tertawa geli di tempatnya. Wajah Cassandra yang sedang menggodanya benar-benar menggemaskan dan Kevin tidak dapat mengendalikan perasaannya karena hal itu. "Oke whatever. Ayok gue antar ke kelasnya," tandasnya. Ia lalu merangkul bahu Cassandra dan mengajaknya keluar meninggalkan kelas. Begitu Cassandra dan Kevin sampai di luar kelas, sosok Arga dan Dimas tiba-tiba muncul di sana. Mereka berdiri sambil melihat tangan Kevin yang masih bertengger di pundak Cassandra dengan pandangan penasaran. Membuat Kevin merasa tak nyaman dan segera menurunkan tangannya dari cewek itu. "Kalian di sini?" tanya Kevin. Dimas tersenyum dan menyerahkan lembaran flyer kepada kedua orang itu. Dengan suara penuh percaya diri, ia berkata, "Selain ikut lomba nasional, gambar gue juga bakal ikut di pentas seni nanti." Ia melihat Cassandra dan menepuk-nepuk lembut puncak kepala cewek itu hingga membuat kedua pipi cewek itu merona seketika. "Jangan lupa dukung gue di pentas seni nanti ya, Cass." Kevin dan Arga memberikan tatapan tak suka pada sikap Dimas barusan. Sedangkan Cassandra hanya mengangguk dan menyeringai tipis untuk merespons permintaan Dimas barusan. "Gue mau ambil tema tentang persahabatan, terus gue kepikiran gitu sama lo," sambung Dimas bangga. "Kalau misalnya nanti gue ngejadiin lo sumber inspirasi gue dan gue tulis nama lo, boleh nggak?" Namun Arga menyela. "Sahabat lo bukan cuma Cassandra kali," lalu menyilang kedua tangannya di d**a. "Lo bisa gambar muka gue, kalau nggak ya mukanya si Kevin tuh." Cowok bermata sipit itu lantas mendelik jijik pada Arga. "Udahlah, gue balik duluan ya, Cass," katanya lalu pergi begitu saja. "Dasar nggak sopan!" seru Arga pada punggung Dimas yang perlahan mulai menjauh dan menghilang. Ia kemudian melihat Cassandra dan mengangkat dagunya. "Ayok!" "Kalian mau kemana?" tanya Kevin penasaran. "Gue boleh gabung?" Arga sontak mencondongkan wajahnya kepada Kevin dan berkata, "Enggak." dengan lugas sebelum akhirnya melenggang pergi lebih dahulu. Sebelum Cassandra menyusul, Kevin langsung menahan tangan cewek itu dan mata mereka beradu sekarang. "Ingat, Cass. Pembunuhnya bisa salah satu di antara sahabat-sahabat kita juga. Lo harus waspada. Ok?" Dan Cassandra pun mengangguk paham. "Duluan ya, Kev." Cewek itu berjalan menyusuri koridor dan berhasil menyusul Arga yang juga memperlambat langkahnya. Mereka kini berjalan beriringan menuju area parkir, tempat dimana Arga memarkirkan motor sportnya. Butuh waktu sekitar dua menit sampai Arga selesai mengeluarkan motornya dari pelataran parkir yang penuh dan menemui Cassandra di gerbang sekolah. "Pakai," suruh Arga sembari menyodorkan helm kepada Cassandra. "Gue doyannya ngebut, jadi nggak bisa tanggung jawab kalau lo sampai jatuh dan gegar otak gara-gara dibonceng sama gue." Cass memutar kedua matanya malas dan menerima helm yang diberikan oleh Arga. Ia memakainya dan naik ke atas motor hitam milik Arga sesegera mungkin. Kemudian motor yang dikendarai berandalnya SMA Nusantara tersebut melaju dengan kecepatan tinggi ke suatu tempat. *** Cassandra akhirnya sampai di depan rumah Arga. Rumahnya memang terbilang cukup besar untuk ditinggali oleh dua orang saja. Namun tampaknya, Arga tidak terganggu dengan hal itu. Bahkan rumornya, Arga memang jarang pulang ke rumahnya. "Lo mau berdiri di situ sampai kapan?" Arga melepaskan helm setelah selesai memarkirkan motornya di dalam garasi. "Ayo masuk." Cassandra pun ikut melepaskan helmnya dan meletakkannya di atas spion motor Arga sebelum mengekor di belakang cowok bertubuh tinggi itu dan masuk ke dalam rumah. Dulu, mereka berenam sering datang dan berkumpul di rumah Arga untuk menghibur cowok itu setelah kedua orang tuanya bercerai. Arga hanya tinggal dengan ibunya sekarang, sementara ayahnya ... sudah menikah lagi dengan perempuan yang diduga sebagai selingkuhan ayahnya saat ayah dan ibunya masih menjadi suami istri. "Udah lama ya, Ga," tutur Cassandra sedih. Matanya yang hitam dan besar menyapu seluruh ruangan dengan cepat. Membangkitkan kembali ingatan tentang kenangan mereka berenam sebelum semuanya berubah. "Nggak banyak yang berubah dari rumah lo ternyata." Arga tersenyum pahit. "Nyokap sibuk di kantor dan gue lebih sering nginep di rumah temen," terangnya. "Kalian juga udah jarang datang. Jadi, ya, gitu deh." Cassandra menepuk bahu Arga dua kali. "Sori. Gue janji bakal lebih sering datang dan main ke sini nanti." Membuat cowok itu tertegun untuk beberapa saat. Ia kemudian mendengus geli dan berjalan menuju dapur yang tidak jauh dari ruang utama. Arga mengambil dua kaleng soda dan menyodorkan salah satunya pada cewek yang kini duduk di sofa bersamanya. "Jangan minum soda terus, nggak baik buat kesehatan," kata Cass sembari menerima minuman yang diberikan Arga. "Iya, iya. Bawel juga lo kaya nyokap gue," balas Arga malas. "Oiya, soal Milli. Ada sesuatu yang mau gue tunjukkin sama lo." Cassandra mengangguk paham setelah meneguk soda miliknya dan meletakkannya di atas meja. "Itu kan memang tujuan awal gue datang ke sini. Anyway, sebenarnya apa yang mau lo tunjukin ke gue?" "Sebentar." Arga menyimpan kaleng soda miliknya yang belum dibuka di sebelah kaleng milik Cassandra sebelum beranjak dan pergi mengambil kotak kecil dari kamarnya. Ia kembali dan memberikan kotak kecil tersebut kepada Cassandra. "Apa, nih?" "Buka aja," titah Arga. Cassandra pun menurut dan membuka kotak kecil berwarna biru itu. Matanya yang hitam sontak melebar kaget saat menemukan gelang yang ia tahu milik Milli ada di dalamnya. Gadis itu kemudian membeli tiga gelang dengan masing-masing namanya, Clara dan Milli di bagian dalamnya sebagai kenang-kenangan sepulangnya ia dari Yogyakarta. Ia tidak mungkin lupa karena sampai saat ini, Cassandra sendiri masih menggunakan gelang tersebut. "Arga, kenapa gelang Milli bisa ada di tangan lo?" []
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN