Setelah sekian lama menunggu dengan hati berdebar, akhirnya dokter yang dipanggil Delon tiba. Lelaki itu langsung mempersilakan dokter masuk, seolah tidak sabar lagi menyingkap kecemasan yang menyesakkan dadanya. Dokter segera memeriksa kondisi Keira. Ruangan itu mendadak terasa begitu sunyi, hanya terdengar suara detak jam dinding dan napas Delon yang berat, berulang-ulang. Kedua matanya tak lepas dari setiap gerakan dokter itu—gerakan tangan, ekspresi wajah, bahkan nada napasnya. Delon berdoa dalam hati, berharap tidak ada hal buruk menimpa wanita yang sangat ia cintai. Namun, saat pemeriksaan selesai, raut wajah sang dokter sama sekali tidak memberikan ketenangan. Wajah itu mengeras, penuh keraguan. “Dok, kenapa?” suara Delon terdengar serak, nyaris pecah. Dokter menatapnya sebentar

