Langit Hong Kong siang itu berwarna biru pucat, dengan cahaya matahari menari di antara kaca-kaca butik mewah di sekitar Central. Jalanan ramai, tapi langkah Delon dan Keira tenang—nyaris seperti mereka punya waktu dunia. “Kita ngapain ke sini?” tanya Keira pelan, kacamata hitam besar menutupi separuh wajahnya. Delon menyelipkan tangan Keira ke lengannya. “Iseng. Aku mau lihat kamu bahagia.” Keira tertawa kecil. “Kamu ngomong gitu, pasti mau beliin sesuatu.” “Bukan satu. Semua,” jawab Delon datar, tapi penuh arti. Mereka berhenti di depan etalase Saint Laurent. Sekilas, Keira menoleh ke belakang—Elang dan Elin masih mengikuti, beberapa langkah di belakang, tampak canggung. “Beneran kita jalan bareng?” gumam Keira tanpa menoleh. “Biarin aja. Kan mereka yang ngikutin.” Begitu mereka

