Chapter 3

1318 Kata
Suara rengekan Sam terdengar dengan mobil gogograb berhenti di rumah Tachana. Hidung merah sehabis menangis dengan kelopak mata yang memperlihatkan linangan air matanya masih terlihat. "Sayang, kenapa ke rumahnya hampir malam. Apalagi membawa Sam," ucap Fame dengan keluar dari rumah. Suaranya terdengar payau dengan wajah cemas Fame yang melihat Tachana. Tachana berjalan dengan membawa tas koper miliknya, tak ada keinginan Fame untuk membahas koper yang putrinya bawa. Pasti ada masalah lagi bersama Tory jika putrinya kembali ke rumah, "Aku dan Sam mendadak ingin pulang ke rumah," ucapnya dengan nada rendah. Fame mendengar perkataan Tachana dengan memanggil asistant rumah. "Mbak tolong bawakan teh lemon hangat, perasan lemonnya hanya sedikit saja, jangan lupa bawakan vitamin c," ujar Fame dengan menggendong Sam yang masih terselimut gambar beruang. Melihat Fame yang menggendong Sam, Tachana berjalan menaiki tangga. Ada rasa lelah karena sehabis menangis selama perjalanan, "Aku ke kamar dulu ya ibu, mau bereskan pakaian dan juga mandi." Anggukan Fame terlihat dengan membawa Sam ke ruangan kamarnya, menyuruh seorang asistant yang bekerja di rumahnya untuk membawa tempat tidur bayi di ruang keluarga. Fame sangat mengerti dengan perasaan putrinya, apalagi sore ini ia sedang membuat kue di ruang keluarga. "Sam sayang, jika sudah dewasa mau jadi chef? Nenek akan berdoa untukmu ya, jadi chef atau jadi dokter atau jadi astronot atau jadi pengusaha. Semuanya semoga Sam kesayangan nenek sukses," ucap Fame dengan menciumi pipi kanan cucunya dengan gemas. Suara tertawa dari Fame terdengar di lantai atas, suara keceriaan yang terlontar dari ibunda bersama putra kesayangan Tachana. Ada tangisan yang mengalir dari mata Tachana. Tangisan yang tak bisa orang lain mengerti dan memahaminya, Sebagaimana takdirku sebagai seorang wanita, ada yang tak bisa aku ceritakan. Walaupun itu dengan orangtuaku sendiri, ada hal yang tak bisa aku ceritakan lewat kesedihanku. Tory, sebagaimana kamu memiliki anak dari rahim istri lain. Rahim wanita, begitupun dengan aku. Mulai sekarang kita hidup masing-masing. Ada rasa dimana aku ingin membahagiakan putraku, ada rasa dimana ucapan demi ucapan yang datang padaku bersama Sam. Suatu hari kamu juga akan merasakan, sayangnya aku tak pernah ada keinginan untuk mendoakan keburukan. Jika memang Sam tak pernah di akui keluargamu. Suatu hari akan ada banyak keluarga yang mengakuinya, tak ada wanita yang ingin menyakiti orang yang ia sayangi. Begitupun denganku melihat wajahmu yang berada di putraku. Tachana. Fame melirik ke arah cucunya, ada sebuah pancaran linangan air mata ketika melihat bayi yang masih suci tapi harus melewati banyak ujian dan cobaan dari semenjak putrinya mengandungnya. Rasa kecewa, pasti. Fame mencoba bertahan dengan menerima segalanya. Ikhlas, tak semua orang bisa menerimanya. Fame mencoba ikhlas dengan menerima segalanya. Kini doa tersemat untuk putra dari anaknya, ada kekhawatiran Fame dengan Tachana yang akan berpisah. Terlebih anak memerlukan banyak biaya untuk kehidupannya. Fame menghela napas sesaat, ada suara klakson mobil memasuki pelataran rumahnya. "Coba tolong lihat siapa yang datang," ucap Fame dengan menyuruh seseorang melihat tamu yang datang. Karena suaminya yang tak lain Carl Wetzel sedang keluar mengurus usaha. "Temannya Non Tachana, ada Gian yang datang," ucap seorang asistant dengan berdiri di depan Fame. Fame membiarkan sang asistant untuk Gian masuk ke dalam rumah. Dengan di siapkan minuman dan juga makanan snack ringan. "Malam Tante Fame, maaf nih Gian datangnya malam-malam begini. Tachana nya ada?" Tanya Gian dengan melihat Fame dan juga anak yang masih bayi berada di sebelah orangtua Tachana. Ia mendekati Fame dengan melirik ke arah bayi yang saat ini terbaring di dekat Fame. "Anaknya Tachana," ucap Fame dengan memberitahu Gian dengan berbisik, tentu saja Gian terkejut dengan kabar dari orangtua Tachana terlebih ia baru saja pulang dari liburan selama dua bulan bersama calon suaminya. "Serius ini anaknya Tachana? Ya ampun, maaf ya sayang aunty lupa bawa kado, siapa namanya tante?" Tanya Gian dengan suara berbisik, dirinya melirik ke arah Fame dengan aura agak sedih. Tak mungkin jika terjadi hal yang tidak-tidak karena Tachana baru saja melahirkan anaknya. "Enggak apa-apa, doa yang baik buat Sam juga sudah jadi kado terindah, kamu mau ketemu sama Tachana? Tachana lagi di lantai atas, sebentar ya di panggilkan, mbak tolong panggilkan Tachana," ujar Fame dengan nada pelan menyuruh asistantnya memanggilkan Tachana. Gian masih duduk di sebelah Sam dengan memandangi bayi yang baru saja terlahir, baru terlahir dengan bola mata biru persis seperti Tory dengan darah blesterannya. "Anaknya Tachana ganteng banget ya, apa firasatku aja ya Tante Fame." Fame tertawa pelan dengan melihat Gian, lagipula sudah lama Gian hampir tak pernah ke rumah. "Kamu bisa saja, kamu kemana saja kok baru ke rumah," tanya Fame dengan menggoda. Dirinya melanjutkan memasukkan beberapa adonan kue yang saat ini sedang ia buat. Gian melepaskan tas sling bag miliknya dengan mengambil handphone yang bergetar, siapa lagi jika bukan calon suaminya Pandu. "Maklum Tante Fame, akhir-akhir ini agak sibuk, pekerjaannya semakin banyak. Namanya juga mau menikah jadi mesti kumpulin tabungan sedikit-sedikit buat biaya pernikahan," jawab Gian dengan agak malu. Gian sudah menganggap Fame layaknya ibu kandungnya sendiri. "Namanya niat nikah pasti selalu ada aja rezekinya, Gian. Kamu ini kaya enggak percaya sama rezeki Tuhan saja," jawab Fame dengan melihat senyuman yang keluar dari wajah Gian. Tak lama Tachana menuruni anak tangga dengan menyapa Gian, Gian pun beranjak dengan melihat Tachana. "Tante Fame, aku ke taman belakang dulu ya sama Tachana, permisi ya tan," ucap Gian dengan berbisik karena takut membangunkan Sam. Suara Gian membuat Sam agak merengek, tak lama Fame pun menepuk pelan kaki Sam dengan suara desis dari bibirnya. Tachana menunggu Gian dengan melihat ke arah Gian, sudah hampir dua bulan ia tak melihat Gian ke rumahnya. "Tumben kamu kesini, sudah pulang dari liburannya di Lombok?" Tanya Tachana dengan menoleh ke arah Gian, dengan suara air yang terdengar di kolam renang. Tachana duduk dengan Gian yang menyusul. "Sebenarnya ketinggalan info apaan sih, kok kayaknya auranya enggak enak pas aku datang kesini. Itu beneran anak kamu? Kok ganteng banget, wajarlah ya. Ibunya aja cantik begini," ucap Gian dengan melihat Tachana memainkan kakinya di dalam kolam renang. Ada suara air dengan Tachana yang memainkan kakinya di air. "Aku cerai, pisah sama Tory," jawab Tachana dengan cepat. Tak ada jawaban dari Gian dengan jawaban Tachana. Gian menelan salivanya dengan ekspresi getir, ia saja menabung untuk menikah dan tak ingin menunda lama apalagi sekarang ia mendengar ucapan sahabatnya yang berpisah, "Serius? Udah beneran bulat banget? Demi apa ini dengar beginian, mimpi apaan ya semalam kok ada kabar begini." Anggukan dari wajah Tachana terlontar dengan agak menunduk, kedua matanya terlihat habis menangis dengan memikirkan Sam sang buah hati. "Pasti kaget ya, selama ini simpan sendirian dan enggak pernah cerita," ucap Tachana dengan memandangi pemandangan taman kecil di dekat kolam renang, beberapa pepohonan dengan beberapa tanaman bunga dengan aroma tanaman sehabis di siram. "Enggak komentar deh, justru aku datang kemari itu mau ngajak kalian buka usaha bareng. Aku enggak tahu kalau kamu ada masalah berat begini, lagian enggak ada salahnya buka usaha bareng. Kali aja rezekinya makin banyak," ucap Gian dengan nada merendah, ada perasaan tak enak dengan waktu yang tak tepat membuka pembicaraan bersama Tachana. "Buka usaha apa?" Tanya Tachana dengan melirik ke arah Gian. "Distro, enggak salah kan. Lagian buka distro tshirt bermerk enggak salah, apalagi kalau bukanya dekat kampus, banyak anak kuliahan," jawab Gian dengan memegang handphone miliknya. Tetap saja Gian merasa tak enak dengan kabar dari Tachana apalagi dirinya membahas tentang usaha. Seakan-akan ingin memanfaatkan padahal ia hanya ingin mengajak. Tachana tak ada jawaban dengan menikmati taman belakang rumah, "Nanti aku pikirin lagi ya, kamu tahu sendiri aku lagi mau urusin perpisahan sama Tory, apalagi harus ngurus surat-suratnya. Minimal sampai surat pisahnya ada di tanganku baru deh bahas hal ini lagi, pikiranku lagi enggak bisa membahas hal beginian sebelum masalah rumah tanggaku selesai." "Iya enggak apa-apa, lagian aku enggak enak juga. Aku pikir selama dua bulan ini kalian baik-baik saja, kamu tahu sendiri selama kamu hamil Sam aku sibuk kerja. Bahkan tujuh bulanan saja aku enggak datang sama Pandu," jawab Gian dengan cepat. Tachana memahami kesibukan Gian saat ini apalagi ia dan Pandu akan menuju pernikahan setelah mereka resmi bertunangan.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN