1

601 Kata
"Ma-aaas! Ma-aaas! Ma-aas! Hu, hu, hu, huuuu." Terdengar tangisan istriku dari arah kamar mandi. Ada apa dengannya? Dengan kepala pusing dan mata berat karena begitu mengantuk kutatap jam dinding, pukul 4 pagi. Aku tidur sekitar jam 2 karena begadang menunggu si kembar, Muhammad Hanif dan Hanifa Laila yang baru usia 8 bulan. Mereka sangat aktif sekali tidak bisa diam. Tiap malam selalu begadang dan tak pernah mau diam, apa saja selalu mereka pegang. "Ma-aaaas! Hu, hu, hu, huuuu." Istriku kembali menangis keras, tangisan itu masih bersumber dari kamar mandi. Istriku, Nina, 21 tahun dua bulan lagi, aku 38 tahun. Sejak punya anak, istri kecilku itu jadi sering sekali menangis. Tiap kedua anak kami rewel, ia akan menenangkan si kembar dengan mata berkaca-kaca, seperti mau menangis juga. Nina juga sering mengeluh, katanya dia lelah dan capek tiap hari mengurus anak. Ya masa anaknya mau dibuang? Aneh bukan istriku itu? Terkadang dia bertanya, Mas, kenapa kita harus dikasih dua anak sekaligus, siiih? Kenapa gak satu-satu coba, keluarnya? Maka dengan santai, aku akan menjawab. "Satu-satu Sayang, keluarnya. Hanifa dulu yang keluar baru Hanif." Dan Nina akan langsung cemberut setelah mendengar jawabanku. Nina melahirkan si kembar secara alami. Sebenarnya sudah dijadwalkan secar oleh dokter jam 9 pagi, tetapi malam sebelum secar, istriku kontraksi. Dia melahirkan Hanifa sambil terus menangis, katanya sakit banget rasanya, tapi dia tetap ngotot ingin lahiran secara normal dulu, jika tidak bisa normal baru secar. Dan akhirnya setelah drama yang panjang, ia mengejan sambil sebentar-sebentar mengusap air mata katanya sakit banget rasanya dan sesekali mengomeliku yang menyuruhnya agar tenang dan rileks, akhirnya putra putri kami lahir tanpa kurang suatu apa pun. Keduanya montok dan sehat, berselimut lemak karena saat hamil Nina hobi sekali makan. Saat kembali terdengar tangisan istriku dari kamar mandi, aku segera melangkah keluar kamar, langsung berhenti saat mendengar tangisan dari kamar si kembar. Aku pun melongok ke kamar si kembar, Hanifa dan Hanif tengah menangis. Mereka memang kompak. Jika Hanif menangis, maka Hanifa akan menangis juga, begitu pun sebaliknya. Aku mendekat lalu menggendong bayi 8 bulanku yang mengulurkan tangan dengan mata berkaca-kaca, Hanif kugendong di pinggang kanan, Hanifa di pinggang kiri. "Ma-aaas!" Suara Nina kembali terdengar. Aku menggelengkan kepala, heran kenapa sepagi ini dia sudah geger teriak-teriak seperti ayam yang berkokok. Biasanya dia, teriak-teriak pukul 7 pagi, saat sedang masak diganggu si kembar. "Ada apa, Sayang?" tanyaku setibanya di depan kamar mandi yang tidak terkunci. Kulihat Nina duduk di pojokan, dia terisak-isak. Wajahnya sedikit pucat, tampak ketakutan sekalim "Kenapa, Sayang?" tanyaku keheranan sambil melangkah masuk. "Ma-aas, gimana ini, Mas? Gimana i-niiii, Mas?" tanyanya syok. Mataku melebar saat dia mengulurkan benda pipih panjang, ada dua garis merah di sana. "Ini?" Mulutku membuka. Aku benar-benar tidak percayabagai tersambar geledek. Nina tersengal. Dia mengangguk. "Aku hamil, Mas, gimana coba, Mas?" Dia memukul-mukul perutnya. Kuletakkan si kembar ke bawah lalu aku berjongkok di depan Nina, meraih tangannya. "Sayang, jangan dipukul, Sayang. Yang di dalam kan anak kita juga." "Iya anak kita. Memang anak kita. Tapi, ta-pi ...." Nina menatap si kembar yang rambatan padaku lalu Nina kembali terisak. Hanifa memperhatikan mamanya, begitu pun Hanif, lalu keduanya menangis kencang secara bersamaan. Oh ramainya pagi-pagi. Aku sedang syok begini, bisa-bisanya si kembar malah menangis bersamaan. Nasib, nasib, memiliki anak kembar masih kecil-kecil dan istri masih kecil juga. "Sayang, jangan menangis. Kita urus bersama-sama, yaa?" "Mana bisa aku ngurus mereka, Mas, aku bawaannya akhir-akhir ini ingin muntah terus, makanya aku beli tespect. Hu, hu, huuu." Tangan Nina bergerak-gerak mengusap air mata. Si kembar terus menangis mengiringi suara tangisan ibunya, sungguh ramai sekali. Aku menggaruk rambut. Bingung bagaimana caranya menenangkan mereka semua. Ada yang bisa bantu caranya??
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN