desas desus dan rekrutan

2238 Kata

Malam itu, lantai teratas gedung Dirgantara Tower sunyi. Hanya lampu neon biru yang menyala redup di sepanjang dinding kaca, memantulkan bayangan kota Jakarta yang berkelip di bawah sana. Fandi duduk sendiri di kursi kulit hitam, jasnya terlepas, kemeja putihnya terbuka dua kancing. Ia tidak sedang terlihat seperti direktur muda yang biasanya tersenyum di depan kamera. Malam ini wajahnya keras, matanya menatap jauh ke bawah, ke jalanan gelap yang penuh rahasia. “Semua bergerak sesuai rencana,” suara berat seorang pria memecah keheningan. Fandi menoleh. Di sudut ruangan, seorang pria berpostur tegap berdiri tegak. Usianya empat puluhan, wajah penuh bekas luka lama, mata tajam yang tidak pernah ramah. Dialah Ardan, tangan kanan Fandi—mantan militer yang sudah lama menghilang dari catatan

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN