Nikah?

1473 Kata
“Apaan?!” Belum apa-apa, Tiara udah ngomel-ngomel. Apalagi saat melihat sosok gadis berkerudung dengan seragam putih abu-abu nongol di depan kantor kecil di dalam butiknya. Gadis itu cengengesan sambil membawa sekotak martabak coklat keju lalu menyodorkan ke arahnya. “Buat Ando lagi?” Si gadis cengengesan. “Bang Ando mau ke sini kan?” Tiara mengangguk malas. Dalam hati ia menggerutu, ini anak tahu aja Ando mau ke mana, Ando mau ngapain, heran dah! Ando gak lagi pedekate-in dia kan? “Gak masuk kan?” Keera mencebik bibirnya. “Tapi aku juga gak bisa lama, kak.” “Yeee, gue juga gak nawarin lo buat masuk!” Ingin sekali rasanya, Keera menggetuk kepala Tiara. Tapi sayangnya, gadis ini adalah kakaknya Ando. Jadi ia gak bisa apa-apa. Kalau membalas, Ando marah gimana? Bisa patah hati adeeek, baaang! “Ya udah deh,” Keera pasrah. “Keera pamit ya, kak. Mau les dulu!” tuturnya lalu menyalami Tiara dan berbalik pergi. Saat Keera menjauh, saat itu juga Tiara cekikikan sambil membawa sekotak martabak enak ke dalam ruang kerjanya. Senang sekali mengerjai gadis labil yang satu itu. Tapi herannya, tak pernah labil mengejar Ando. Mantap banget mendekati Ando dari dulu hingga sekarang padahal Ando tak memberi harapan sedikit pun. “Mau gak, Ras?” tawarnya pada Farras yang sibuk menghitung jumlah gamis yang akan ia bawa ke yayasan hari ini. Yayasan miliknya sendiri. Yayasan yang menjadi tempat penampungan anak-anak yang tidak mampu, tidak punya orang tua maupun tempat singgah bagi anak-anak jalanan serta anak-anak d*********s. Ia akan memesan gamis berdasarkan gambar desain gamis yang telah ia dan teman-temannya seleksi. Gambar desain itu adalah hasil keterampilan dari anak-anak asuhannya. Yang terbaik dan bagus akan dijadikan baju yang kemudian akan dipamerkan pada pameran tiga bulan lagi di Jakarta. “Kakak aja. Farras lagi puasa,” tuturnya yang dibalas anggukan. “Omong-omong, tadi Ando sms, nanyain kamu. Katanya di Line gak dibales-bales.” “Oh iya!” Farras menepuk kening. Lupa kalau tadi belum balas Line dari Ando. Tapi ia juga gak bisa balas sih, kebetulan kuotanya malah habis. “Kuota Farras habis, kak. Bilang aja suruh ke sini. Toh Farras masih punya waktu dua jam,” tuturnya. Kali ini tanpa menatap Tiara dan sibuk dengan kertas-kertas desainnya lagi. “Eeumm,” Tiara mengangguk paham. Lalu segera membalas pesan Ando. “Emangnya mau ngapain sih? Si Ando, ada yang nawarin buat ngisi seminar lagi?” “Nah iya!” Farras membenarkan. Ia sudah selesai menghitung gambar-gambarnya dan menulis seberapa banyak setiap gambar itu akan diproduksi menjadi baju. “Kebetulan setahun lalu kan Ando pernah ngisi kajian di kampus Ras. Nah sekarang, panitianya minta tolong ke Ras buat nanyain Ando, dia mau gak, jadi narasumber lagi? Gitu, kak.” Tiara mengangguk-angguk lagi. Farras emang lebih sopan dengannya dari pada dulu. Gadis itu banyak berubah. Tak hanya cara bicaranya namun juga perbuatannya. Terlebih pakaian yang gadis itu kenakan. Perubahan yang amat signifikan. Tak ada satu pun yang tak kaget akan keputusannya namun semua menerimanya dengan lapang. Terlebih opa-oma mereka yang amat men-dukung. “Kenapa gak kamu aja?” Farras cengengesan. “Kemarin juga ditawarin sih, kak. Tapi Farras udah punya jadwal di tempat lain. Jadi Farras minta Ann buat gantiin.” “Ann mau?” Farras mengangguk bersamaan dengan pintu yang terbuka. Ando muncul dengan nafas ngos-ngosan. Ia terburu-buru kemari karena takut Farras tak bisa lama bertemu dengannya. “Kak!” Farras menoleh lalu melempar senyum. “Ngisi seminar di kampus aku, mau, Ndo?” Muka Ando langsung sumringah. “Sama kakak?” tanyanya. Karena biasanya mereka dipasangkan tiap mengisi seminar bareng. Entah di sekolah Ando, entah di kampus Farras, entah di mana pun. “Sama Ann. Aku gak bisa.” “Oooh,” Ando agak kecewa. “Kenapa?” “Aku harus mengisi seminar di tempat lain,” jelasnya. Sementara Tiara ber-deham-deham. Merasa diabaikan dua anak manusia ini. Dua orang ini memang dekat banget sih. Terlebih sejak Farras berjilbab. Gadis itu malah lebih banyak belajar tentang agama pada Ando ketimbang pada Farrel. Apalagi sejak Farrel kuliah ke luar negeri setahun lalu. Jadi yang membimbingnya yah...lelaki ini. “Mau martabak, Ndo?” Tiara menawar. Sebenarnya itu hanya kode agar tak mengabaikannya. Ia kan juga ada di ruangan ini tauk! Ando mengambil duduk. Lelah dan juga kecewa tiba-tiba. “Kakak aja. Ando puasa,” tuturnya. “Ya sudah,” Tiara mendumel dengan bibir mencebik. Lalu fokus meng-habiskan martabak jatah Ando. Sementara Ando diam-diam memerhati Farras yang kembali sibuk menghitung jumlah baju yang akan diproduksi. Diperiksa-nya sekali lagi sebelum benar-benar yakin bahwa jumlahnya tidak salah. Namun Farras tak pernah tahu akan Ando yang seringkali diam-diam memerhati-kannya. Sejak Farras berjilbab. Sejak pertama kali dipasangkan saat mengisi seminar di SMP-nya dulu. Dua tahun lalu, Ando hanya diam menyimpan gejolak rasa yang semakin lama semakin pekat keberadaannya. Rasa yang bernama cinta. Rasa yang tak pernah Ando kira akan tumbuh begitu saja. Terlebih pada gadis itu. Farras Adhiyaksa. ♡♡♡ “Bang!” Anne memanggilnya saat ia baru saja akan masuk ke dalam kamar. Ia menoleh dan dijumpainya muka sebal milik Ann. “Fans abang nih!” tuturnya sambil menaruh sembarangan plastik-plastik berisi kado di depan televisi. Tadi, saat selesai mengisi seminar bareng Ando, ia ditahan oleh cewek-cewek yang mengadakan acara seminar itu. Ternyata, ia hanya dijadikan kurir penitipan barang untuk Ando. Tak ada sama sekali hadiah untuknya. Nyebelin kan? “Ann aja yang buka,” Ando malas. Ia lebih memilih masuk ke dalam kamar dibanding mengurusi hadiah-hadiah itu. Bukannya tak menghargai sih, ia hanya bosan saja menerima hal yang sama berkali-kali. Toh ujung-ujungnya, ia sedekah kan barang-barang itu pada orang lain. Karena dirasanya terlalu ber-lebihan. “Ann boseeeen,” tutur Ann lalu lari ke kamarnya. Bosan karena tiap kali Ando mengisi seminar, ia pasti membawa banyak hadiah dan biasanya ia yang heboh serta paling bersemangat untuk membukanya. Tapi kali ini Anne malas. Ando hanya menghela nafas lalu mandi. Setelah mandi, ia solat isya. Kemudian turun lagi menghampiri mommy-nya yang sudah menyiapkan makan malam. “Daddy dengar, kamu sudah diterima di salah satu kampus di sana,” ucapan daddy-nya menyambut. Ia hanya balas berdeham sambil mendorong kursi makan. “Bang Ando jadi kuliah ke luar negeri?” Ann turun dengan tampang kecewa. Tidak siap kalau abangnya meninggal-kan rumah. Ia terbiasa dengan kehadiran lelaki itu. Terlebih kalau ada Tiara di rumah. Lelaki ini bisa jadi penengah untuk mereka kalau bertengkar. Ando tersenyum lalu mengacak-acak rambut gadis itu. Gemas. “Tapi Ann lihat di kamar, nulis target nikah tuh, dad!” Nada suaranya berubah jahil. Mommy dan daddy-nya kompak menoleh. Kaget. Baru kelas 12 SMA gini udah nulis-nulis yang begituan?! Tapi yang ditatap, malah melotot sesaat pada Anne lalu garuk-garuk leher. Salah tingkah. “Gimana tuh, daad?” Ann mengompor. Mommy-nya terkekeh sementara Feri berdeham. “Kalau bisa ya...kuliah dulu,” tuturnya. Kentara kalau belum siap jika harus ditinggal anaknya menikah. Apalagi dengan usia Ando yang baru akan 18 tahun beberapa bulan lagi. Ya kali! “Tapi kalau emang udah jodohnya, mau gimana?” Ia melempar pandangan pada Sara yang terkekeh ria. Sara tahu kalau sebenarnya Feri tak benar-benar serius berbicara seperti itu. Lelaki itu hanya bercanda. Terlebih dengan topik menikah seperti ini. Hanya untuk menghibur saja, biar gak dibilang terlalu serius oleh Anne. Pasalnya, gadis itu sering kali mengkritisinya. “Ando masih mau kuliah dulu kok, daad,” tuturnya yang disambut kekehan satu keluarga. “Bener juga gak apa-apa,” canda Sara. Anne makin tergelak. ♡♡♡ Nikah? Target ada sih. Tapi Ando tak pernah menaruh kapan pastinya ia akan menikah. Sampai saat ini, tulisan nikah itu hanya menjadi tanda tanya diantara mimpi-mimpinya yang lain. Mau sih. Apalagi tiap gak sengaja natap Farras. Duh! Rasa itu ingin membludak namun ia tak berdaya. Jadi ia hanya diam dan menyimpan rasa itu dalam-dalam. Ia tak tahu bagaimana mengutarakannya. Pun takut kalau terus-menerus mengingatnya. Rasa asing ini, kemarin-kemarin, masih sanggup ia tahan. Tapi semenjak dua tahun ini, ia mulai galau lagi. Teringat Farras dan senyuman gadis berjilbab itu. Ia ingat dua tahun lalu. Rasa itu masih debar-debar biasa. Namun kian ber-tambah hari, bulan hingga tahun ditambah intensitas bertemu dengan Farras yang terlampau sering, membuatnya makin sulit mengendalikan diri. Kadang ia solat, tapi tiba-tiba Farras muncul di pikirannya. Kadang ia mengaji, Farras muncul seolah-olah memanggilnya. Bahkan kadang dalam sujudnya, Farras seolah menari-nari. Kalau sudah begini, ia jadi takut. Allah.....ia takut. Takut kalau ibadah yang ia lakukan tak diterima oleh-Mu karenanya. Namun ia juga mencintainya. Lantas ia harus bagaimana? Menikahinya..... Berkali-kali kata-kata itu muncul dibenaknya namun ia hanya diam. Gamang dalam keputusan. Terlebih dengan usianya yang sangat muda serta mimpi-mimpi yang ingin diraihnya. Ketika melihat ke arah dinding kamarnya, matanya langsung terfokus pada target kuliah bahkan sampai S3. Saat ini, ia bahkan sedang sibuk untuk memilah-milah beberapa universitas di luar negeri yang sudah menerimanya. Ia masih menganalisis, ke mana ia ingin melanjutkan kuliahnya nanti. Belum lagi UN yang menanti beberapa bulan lagi. Boro-boro mikirin menikah walau sangat ingin. Tapi kini? Kalau abang sih tak masalah. Itu balasan chat dari Farrel. Hanya lelaki itu yang tahu soal perasannya. Abang malah senang. Mendukung. Tapi abang angkat tangan soal Farras. Ando menarik nafas. Ando mengerti, Farrel bukan tak mau membantunya, tapi karena status mereka yang masih sepupu, itu yang menghambat Farrel. Farras pasti gak percaya kalau Ando mencintainya. Kalau soal umur? Mungkin gak masalah sih. Sekarang kan banyak pasangan yang si lelakinya lebih muda dari si perempuan. Dia masih suka sama cowok itu, bang? Farrel terkekeh di seberang sana. Mengetik balasan dengan cepat di laptopnya. Kecewa? Ando mendengus. Apa perlu ditanya? Sejak kejadian di bioskop dua tahun lalu, ia dihinggapi rasa was-was. Takut gadis itu masih berharap pada lelaki itu. Berdoalah pada Allah. Dia Maha Pembolak Balik hati manusia kan? Ando tersenyum. Ah...lelaki ini tahu saja caranya membalik rasa kecewa menjadi senyum bahagia. ♡♡♡
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN