Part 1

1599 Kata
Sejak hari kegagalan pernikahannya dengan Fahri, Camila memutuskan untuk pindah kerja ke Ibukota. Untungnya perusahaannya memang merekomendasikannya untuk mengurus kantor pusat di Jakarta. Awalnya Camila menolak karena memang ia akan menikah dengan Fahri yang notabenenya adalah pengusaha perkebunan sayur di desa tempatnya tinggal. Namun sekarang tidak ada lagi alasannya untuk menolak kepindahannya. Toh demi karirnya. Mungkin ia memang harus fokus dengan karirnya, bukan kisah percintaannya yang kandas dengan begitu parah. "Saya yakin kamu akan sukses di ibukota, Mila. Semoga kamu juga bisa mendapatkan pria yang jauh lebih baik dari Fahri ya. Saya tahu semua itu berat, tapi kamu harus ikhlas," ucap Pak Gio, salah satu atasan Camila. Camila adalah gadis cantik yang baru berumur dua puluh enam tahun. Karena pengalamannya dulu banyak saat kuliah sambil bekerja, ia jadi dipercaya menjadi SPV sejak dua tahun yang lalu di bagian marketing. Kepindahannya ke Ibukota pun secara tak langsung akan meningkatkan jabatannya. Ia ditawarkan menjadi sekretaris manajer disana. Bukan hal mudah Camila mendapatkan posisi seperti saat ini. Ia sudah bekerja di kantor ini sejak kuliah semester awal di kampusnya dan saat itu ia hanya menjadi staff biasa karena cuma lulusan SMK jurusan akuntansi. Hingga akhirnya ia bisa kuliah kelas karyawan jurusan Ekonomi yang membuat jabatannya meningkat. Ia yang mudah mempelajari ilmu baru pun semakin disukai karyawan disana dan para atasan yang menilai baik kinerja pekerjaannya. Sehingga mereka mempercayakan Camila untuk ambil projek di Jakarta sekaligus menjadi sekretaris manajer di kantor pusat. Terkadang sebuah musibah bukanlah musibah yang sebenarnya, tapi adalah sebuah jalan agar seseorang bisa mendapatkan sesuatu yang lebih baik lagi. Meski sangat sakit hati dan kecewa, Camila berusaha ikhlas dan menerima takdir yang kejam padanya. Ia percaya jika Allah menyiapkan sesuatu yang jauh lebih baik untuknya. Namun untuk saat ini Camila hanya ingin fokus dengan karirnya. "Terimakasih, Pak. Terimakasih sudah mempercayakannya pada saya. Bapak adalah atasan terbaik yang pernah saya miliki," ucap Camila yang sebenarnya berat untuk keluar dari zona nyamannya. Tapi ia harus melakukannya. Karena jika tetap berada di satu kota yang sama dengan Fahri, Camila takut jika ia akan terus mengingat pria b******k itu. ............. Kota Jakarta, kota metropolitan. Gedung-gedung pencakar langit dan kemacetan khas ibukota ini menyambut kedatangan Camila. Gadis itu berkali-kali mengipasi wajahnya menggunakan tangannya sendiri demi menghalau hawa panas di sekitarnya. Ia yang terbiasa hidup di Kota Malang jelas sangat terkejut dengan hawa di Jakarta yang begitu berbeda dengan tempat asalnya. Di Malang bahkan Camila jarang sekali berkeringat saking dinginnya udara disana. Juga di musim penghujan yang semakin menambah kebekuan di sekelilingnya. Namun di Jakarta, meski mendung di langit tapi suhu di sekitarnya tetap terasa panas. Mungkin sebentar lagi akan turun hujan. Camila harap begitu. Jika tidak, bisa-bisa ia akan matang sebelum sampai di kos-kosan barunya. Pak Gio begitu baik. Pria paruh baya itu sudah menyiapkan sebuah kos-kosan untuk tempatnya tinggal yang biayanya ditanggung perusahaan. Karena katanya ini adalah fasilitas bagi para karyawan dengan tingkat tertentu yang dipindahkan ke kota lain. Camila merasa beruntung, setidaknya ia tidak akan kebingungan mencari tempat tinggal. Sekarang gadis itu hanya berjalan di pinggir trotoar sembari menunggu taksi yang akan membawanya ke tempat kosnya. Camila hanya diberi alamat oleh bosnya itu. Setidaknya di kota ini transportasi sangat banyak dan mudah di dapatkan. Tinggal pesan melalui aplikasi online, maka transportasi akan tersedia di depanmu. Namun saat menunggu taksinya datang, sebuah mobil melaju cepat di depannya, melewati genangan di pinggir trotoar yang sepertinya bekas hujan semalam. Jelas cipratan air langsung membasahi kaos merah mudanya. "Oh! Sial." pekik Camila tertahankan dan hendak mengejar mobil yang terus melaju di depannya itu. Bahkan mobil itu tidak berhenti sama sekali. "Mobil aja mahal tapi etikanya miskin!" desisnya saat tahu merk mobil yang harganya di atas ratusan juta itu. Bahkan mencapai satu milyar. Mungkin. Camila tak pernah membayangkannya. Untunglah, tak lama taksi pesanan Camila datang dan gadis itu langsung masuk ke dalam. Ia memberikan secarik kertas yang berisi alamat lengkap tempat kosnya. "Ke sini ya, Pak." "Loh, bajunya kenapa, Bu?" tanya si supir taksi dengan bingung karena baju Camila yang sangat kotor. "Biasa, Pak. Gara-gara hujan jadi banyak genangan, pelakunya mungkin lagi galau makanya genangannya asal dicipratin gitu aja ke saya." Camila berusaha menghibur hatinya sendiri yang terasa dongkol. Si supir taksi itu hanya tertawa kecil. "Disini mah jangan berdiri dekat genangan, Bu. Suka gak kelihatan." ................. Sesampainya di tempat kosnya yang ternyata adalah sebuah rumah besar dengan banyak kamar di dalamnya. Camila langsung masuk ke dalam kamarnya setelah mendapatkan kunci dari penjaga tempat kos ini. Ternyata ini adalah kos-kosan elit yang bertempat di pusat kota Jakarta dan banyak karyawan dengan jabatan cukup penting disini. Kebanyakan memang masih sebatas SPV atau wakil manajer maupun staff biasa. Kalo manajer biasanya sudah disewakan apartemen. Tapi Camila tetap merasa bersyukur karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk menyewa tempat tinggal selama disini. Camila pun memasukkan pakaian-pakaiannya ke dalam lemari kayu yang ada di dalam kamarnya. Kamarnya pun cukup luas dengan ukuran tiga kali empat meter. Ada sebuah ranjang single bed di dalamnya juga lemari kayu yang besar disertai kaca. Ada juga meja yang bisa ia gunakan untuk bekerja saat di sini. Setelah selesai, Camila segera membersihkan dirinya yang terasa lengket. Untunglah ia sudah sampai di kamar kosnya karena tak lama setelah itu, hujan turun dengan sangat deras disertai angin. Sekilas, Camila merasa seperti berada di tempat tinggalnya sendiri. Cuacanya cukup dingin meski tak sedingin di Malang. Sekilas rasa nyeri kembali menjalar di rongga dadanya ketika ia teringat akan Fahri yang akhirnya menikahi wanita asing itu. Wanita yang ternyata adalah salah satu pelanggan Fahri yang memiliki sebuah minimarket di desa mereka. Pantas saja Fahri dekat dengan wanita itu. Camila hanya tak menyangka, pria sesopan Fahri bisa berbuat hal sedemikian rupa, menghamili wanita yang bahkan tak ada ikatan hubungan dengannya. Padahal pernikahan mereka hampir saja terjadi jika wanita itu tidak datang dan membatalkan semuanya. Malu? Tentu saja. Namun Camila merasa sangat beruntung karena Allah telah memberitahunya lebih dulu soal sifat calon suaminya, sebelum pria m***m itu menjadi imam dalam pernikahannya. Camila merasa Allah telah menyelamatkannya. Walau pada akhirnya keluarganya harus menahan malu karena kegagalan pernikahannya. Setidaknya rasa malu itu hanya sebatas batal menikah. Ia tak harus melewati perceraian jika saja saat itu wanita hamil itu tak datang tepat waktu. Pernikahan impian yang telah Camila susun bersama Fahri harus sirna, dan malah wanita itu yang menjadi pendamping Fahri. Ya, wanita itu akhirnya dinikahi oleh Fahri dengan penghulu, resepsi, bahkan tempat yang sama. Sakit. Memang sakit. Hubungannya dengan Fahri yang sudah berjalan lebih dari tiga tahun harus kandas karena sifat asli pria itu yang baru Camila ketahui. Ia selama ini memang sibuk dengan pekerjaannya sebagai SPV sehingga jarang menghabiskan waktu dengan Fahri. Mungkin karena hal itu juga yang membuat Fahri mencari perhatian dari wanita lain dan setan yang berhasil membujuk mereka berdua. Camila memeluk lututnya sendiri, menatap keluar jendela dengan tatapan kekecewaannya. Hujan yang turun pun seakan merasakan sederas apa luka yang ia rasakan saat ini. Camila membuka matanya ketika matahari masuk melalui celah jendela kamarnya. Tempat kos-kosannya memang agak elit. Meski bentuknya rumah besar, di dalamnya terdapat banyak kamar. Bahkan setiap kamar memiliki balkon kecil yang bisa digunakan untuk menjemur pakaian dan bersantai. Maka, pagi itu demi mencari energi di tempat baru, Camila memilih untuk bersantai di balkon sembari berjemur. Untungnya hari ini weekend jadi ia belum ke kantor. Besok ia harus bangun lebih pagi dan bersiap untuk bekerja di kantor barunya. Camila sedikit memicikkan matanya saat melihat sebuah mobil yang tak asing baginya masuk ke pelataran rumah dan diparkir tepat di sebrang balkon kamar kosnya. Tentu saja ia sangat mengingat mobil berwarna silver itu. Apalagi plat nomornya yang unik, membuat Camila mudah untuk mengingatnya. Mobil yang membuat bajunya kotor semalam. "Dia ngekos disini juga? Dengan mobil sebagus itu? Dasar sok kaya!" desisnya. Gadis itu pun segera turun demi melihat langsung siapa pemilik mobil yang kurang ajar itu. Namun saat Camila baru menuruni tangga, ia berpapasan dengan pria jangkung bertubuh tegap dengan wajah khas timur tengah yang membuat nafas gadis itu sedikit tercekat. Saking tampannya pria itu, Camila sampai hampir kehabisan nafas. "Kau penghuni baru ya?" tebak pria itu yang ternyata sedang memperhatikan gadis yang tampak terburu-buru turun melalui tangga. Tapi malah tiba-tiba berhenti di depannya. Camila hanya menganggik kecil. "I-iya." "Hati-hati, jangan lari-larian pas turun tangga. Tangga disini sangat licin. Kau bisa celaka," ucap pria itu yang kemudian berjalan meninggalkan Camila. "Eh?" Camila baru tersadar dengan apa yang ingin dilakukannya. Bukankah pria itu pemilik mobil yang membuat bajunya kotor? Lalu kenapa ia malah terpesona? Walaupun tampan tapi kalo etikanya nol ya... tetap tampan sih. Begitu Camila berbalik, pria itu ternyata sudah tidak terlihat. Sepertinya dia sudah masuk ke salah satu kamar. Tapi yang mana? "Harusnya kan aku ngomelin dia. Bukan malah kesemsem gitu ih!" Ia mengacak-acak rambutnya dengan frustasi. Akhirnya gadis itu kembali ke kamarnya dengan perasaan yang tidak puas. Ia jadi semakin penasaran siapa pria itu sebenarnya. Camila baru tahu jika rumah kos ini ternyata dihuni oleh pria dan wanita. Ia yang menghabiskan waktunya di balkon kamar, sepanjang hari memperhatikan pria dan wanita yang keluar masuk ke rumah ini. Rata-rata semuanya pekerja, sepertinya. Karena penampilan mereka tampak modern. Bahkan di minggu yang cukup cerah ini, banyak yang keluar dengan baju bagus dan sepertinya akan menghabiskan weekend mereka dengan menyenangkan. Tidak seperti Camila. Teman saja ia belum punya. Mau keluar pun rasanya masih takut dan belum tahu jalan. Ia juga tidak tahu harus kemana. Camila menoleh ke kanan dan seketika matanya membulat saat melihat pria yang berpapasan dengannya tadi sedang berdiri di sebrang balkonnya dengan hanya mengenakan celana boxer. Pria itu tampak tidak menyadari kehadiran Camila yang tengah memperhatikannya. Apalagi tubuh pria itu tegap serta kotak-kotak. "Ya ampun. Kenapa siang-siang aku malah lihat roti sobek! Mataku ternodai!" Ia segera menutup matanya dan masuk ke dalam kamarnya sebelum pria itu menyadarinya. Eh dilihat sekali lagi gak dosa kan ya? 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN