Kacau Sejak Awal
Bayangkan saja, dari awal menjalani hidupnya sebagai seorang perempuan dewasa, Flo masih harus mengikuti setiap aturan yang diberlakukan Mami. Padahal di usianya sekarang, Flo sudah tahu bagaimana harus berpenampilan. Tapi Mami masih saja seakan tidak mempercayainya. Flo jadi menyesali harus memberitahukan Mami soal ulang tahun Amanda malam ini. Seharusnya tidak dikabari Mami pagi tadi.
“Kamu tidak perlu merasa menyesal memberi Mami informasi tadi pagi dan membuat Mami ke sini sekarang,” ujar Mami seolah bisa membaca apa yang dipikirkan oleh Flo. Mami masih fokus mencari gaun malam mana yang sebaiknya dipakai Flo.
Apakah Flo berani melawan? Sebenarnya bisa, tapi malam ini dia seakan kehabisan energi. Pekerjaannya akhir-akhir ini di kantor seakan menyita seluruh perhatiannya sampai harus lembur berhari-hari.
Hal tersebut tidak bisa Flo ceritakan pada Mami. Justru malam ini dia ingin menumpahkan segala jenis keluhan dan sumpah serapahnya yang bisa dia keluarkan di hadapan Amanda. Semoga sahabatnya sejak SMP itu tidak keberatan jika harus mendengarnya meracau tentang bosnya.
“Kamu kayaknya lesu banget sih, Flo? Kurang tidur, ya?! Begadang melulu deh kayaknya.” Mami akhirnya menyadari lingkar hitam di bawah matanya saat melihat Flo sedang merias diri.
Flo lupa untuk mengompres matanya karena sibuk menjawab email dan data dari file yang diminta oleh atasannya.
“Nggak, Mam. Ini cuma karena aku belum ngasih concealer aja nih. Dipakein semen ajaib ini juga ilang nanti. Tenang aja,” sahut Flo sambil mengambil botol berukuran tiga puluh mili di hadapannya untuk diaplikasikan di bawah matanya.
“Pokoknya, Flo, di ulang tahun Amanda malam ini kamu harus kelihatan paling cantik lho.” Mami bersikeras sambil tetap memilih gaun. “Soalnya Mami tahu, temen-temennya Amanda banyak. Biar kamu bisa bergaul juga sama mereka. Makanya penampilan kamu harus menarik.”
Flo paham apa kalimat Mami barusan. Memang tidak secara eksplisit. Tapi maksud Mami adalah Flo harus bisa mencuri kesempatan bersama salah satu temannya Amanda. Sebab hampir semuanya kenalan, kolega dan temannya Amanda itu anak orang kaya atau orang yang punya power di negeri ini.
Kalau bisa menggaet putera mahkota salah satu perusahaan besar, Flo pasti akan dipuja layaknya Dewa.
“Ya, nggak bisa begitu lah, Mi. Kan, yang ulang tahun Amanda. Jadi yang harus stealing the show ya cuma Amanda, yang punya hajatnya. Kenapa malah aku. Malah nanti bikin aku nggak nyaman di sana.”
Mami tentu tidak akan menyerah begitu saja. “Maksud Mami bukan menyaingi Amanda juga. Cuma paling tidak kamu kelihatan makeover gitu lho hari ini. Berpenampilan cantik dan elegan sekali-kali kan nggak apa, Flo.”
Nah, ini nih bagian paling nggak enak. Mau nggak mau Flo menjawab juga.
“Mam, selama ini Flo berpenampilan baik kok. Kalau memang nggak harus make up, ya nggak perlu make up juga, kan?! Yang penting Flo nyaman sama diri Flo dan nggak nyusahin orang.”
Mami langsung meletakan gaun berwarna hitam selutut tanpa lengan yang Flo beli di Singapore saat ulang tahunnya ke 27 bulan lalu di atas kasur. Ditatapnya anak perempuannya yang memang keras kepala itu.
“Kalau kamu keras kepala kayak gitu terus ya jelas kamu nyusahin Mami dong, Flo. Gimana kalau seandainya kamu nggak juga dapet-dapet pacar? Inget lho udah berapa umur kamu sekarang?”
Kalau openingnya sudah membahas soal penampilan, tentu ujungnya topik bahasan akan menjurus tentang umur dan status sendiri yang masih disandang. Sepertinya dari miliaran topik menarik di dunia ini, hanya topik itu saja yang membuat Mami tertarik.
“Mam… jangan mulai deh. Aku udah mepet ini harus cepet-cepet berangkat. Tahu sendiri dari siang aku udah sibuk kerja, masih dirungsingin soal penampilan, status sama jodoh. Mami nggak bosen apa? Aku sih iya.”
“Mami sih nggak,” tukas Mami tidak gentar.
“Ya, karena Mami nggak mau ngertiin aku kayak gimana.” Flo akhirnya meladeni juga celotehan Mami yang mulai mengganggunya itu. “Coba deh, Mam, sekali aja ngertiin kalau aku tuh cinta sama kerjaan aku sekarang. Karir yang aku bangun dari nol dan bisa sampai ada di posisi ini tuh nggak mudah. Tapi Mami nggak pernah apresiasi apa yang Flo lakuin. Mami justru terus mengoreksi hal-hal yang justru Flo nggak mau.”
“Karena kamu masih naif. Mami nggak mau kamu jadi gunjingan orang kalau nggak nikah-nikah. Apa bagusnya punya banyak uang atau posisi tinggi di kantor kalau masih single?”
Oke, ini cukup!
“Stop, Mam!” Flo tidak bicara dengan keras. Cenderung kalem malah. Tapi tatapan mata dan aura yang dipancarkan justru membuat Mami seketika bungkam.
“Sekali ini, Flo mohon, jangan pernah ungkit apa yang baik dan yang nggak, tapi cuma dari perspektif Mami aja. Sekali aja, Mam.” Mami diam ketika melihat Flo bicara dengan suara agak bergetar.
“Aku sudah sangat capek banget harus ngadepin Mami setiap hari. Sampai akhirnya kabur dan bisa sewa apartemen sendiri. Tapi Mami masih bisa nguber aku ke sini dan ngebahas hal-hal yang bikin aku sesak.”
“Flo, maksud Mami…”
“Nggak.” Flo memotong dengan cepat. “Aku nggak mau dengar lagi.” Tatapn Flo tampak memohon. “Flo cuma ingin bersiap-siap dengan tenang dan secepat mungkin karena Manda sudah minta Flo untuk ada di sana sebelum jam delapan. Dan jam delapan tinggal beberapa menit lagi. Sementara di sini aku masih harus berbusa-busa buat minta agar Maminya diem buat sedetik aja.”
Mami tampak melunak dan tidak bersuara lagi. Flo langsung bergegas melanjutkan berdandan. Kurang dari setengah jam, Flo sudah siap dengan memakai dress yang dipilihkan Mami.
Sebelum keluar, Flo sempat mencari Maminya untuk berpamitan. Namun pintu kamarnya tertutup. Flo mengetuk pintu kamar namun tidak ada yang menyahut. Flo kemudian membuka pintu kamar dan kosong. Sepertinya Mami sudah pulang. Gadis itu menghela napas dalam dan berat.
“Okay, berarti gue bisa ngunci apartemen gue sekarang,” gumamnya kemudian menutup pintu.
*
Jarak antara apartemen dan cafe di mana Amanda merayakan pesta ulang tahunnya tidak jauh. Jadi untuk bisa sampai tepat waktu sebenarnya masih bisa Flo upayakan. Akan tetapi, perkara mencari parkiran di sekitaran kafe lah yang akan menjadi PR besar.
Begitu sampai di daerah jalan kecil itu, Flo langsung berdecak. “Alamak! Gue parkir di mana nih?” Belum apa-apa Flo sudah merasa ingin muntah makian di hadapan Amanda. “Lagian kenapa harus milih nih kafe sih, Nda. Mana susah lagi mesti cari parkirnya,” keluhnya hampir pengin menangis.
Di tengah keputusasaannya, matanya kemudian menangkap satu spot kosong yang tidak terlalu jauh dari jarak kafe yang sudah terlewati. Flo tersenyum dan langsung mengarah ke area tersebut. Namun secara tiba-tiba sebuah Jeep Wrangler warna abu-abu yang menyerobot parkirannya.
Dari caranya menyerobot tentu saja bisa Flo simpulkan si pemilik mobil tidak memperhatikan protokol keselamatan layaknya makhluk yang punya nyawa. Flo sudah ‘dipanaskan’ sejak di apartemennya, kenapa harus ada lagi peristiwa yang membuat dirinya semakin emosi coba.
Si empunya Jeep langsung keluar dari mobilnya tanpa mempedulikan ada sebuah SUV merah yang hampir dia serempet dan berpotensi mencelakakan dirinya.
Flo buru-buru membuka kaca jendelanya dan berteriak. “Hei! Lo buta, ya?! Gue duluan yang ngincer parkiran itu. Lo nyerobot parkiran gue, tahu!” Flo nyaris memekik.
Cowok yang sudah berjalan beberapa langkah itu kemudian menoleh ke arah Flo dan terdiam untuk beberapa saat. Kemudian tanpa bicara, cowok itu hendak melanjutkan langkahnya.
Flo tidak tinggal diam. Dia kembali berteriak. “Hei! You!”
Si cowok kembali menoleh dan tersenyum. “Sorry! I don’t speak with animals,” ucapnya singkat kemudian berjalan menjauh.
Gadis itu langsung ternganga. “What’s?!” Flo pun ingin bisa bertemu cowok itu lagi dan memberinya pelajaran. Cowok itu harus tahu dengan siapa dia mencari perkara.
Setelah berputar-putar hampir lima belas menit, akhirnya Flo mendapatkan parkir. Flo segera berjalan menuju kafe dimana pesta Amanda berlangsung.
Seperti kata Mami, Amanda memang memiliki banyak teman dari berbagai kalangan dan latar profesi. Bahkan sejak masih duduk di bangku SMP dan SMA dulu, Amanda memang supel dan mudah mencair dengan orang lain. Berbanding terbalik dengan Flo yang kaku dan tidak terlalu suka bersosialisasi apalagi jika tidak ada manfaatnya.
Makanya, saat masuk ke kafe tersebut, Flo seharusnya tidak kaget bahwa pasti semuanya berisi hampir sembilan puluh persen kenalan dan temannya Amanda. Yang tentu saja bisa dibilang tidak banyak yang dia kenal. Kalaupun ada, Flo tidak yakin kalau mereka ingat dirinya. Flo sadar dirinya tidak terlalu menarik untuk bisa dikenang oleh seseorang.
Sambil berusaha mencari Amanda, Flo berjalan mendekati bar untuk memesan minum. Begitu sampai di depan bar, gadis itu langsung memesan cola diet. Namun saat dia balik badan, seorang gadis yang baru mau dia cari tiba-tiba memeluknya dengan erat.
“Florencia Quinn sahabat gue akhirnya datang!” serunya dengan girang.
Sungguh Amanda ini tidak pernah ingat akan keselamatan pendengaran orang. Suaranya yang nyaring, nyaris cempereng itu selalu membuat Flo merasa sedang berdiri di samping toa. Bukannya minder, Amanda justru merasa hal tersebut menjadi salah satu kelebihannya dan dia selalu bangga.
“Whoa! Sungguh ya lo. Suasana kafe seberisik ini aja masih kalah kalau lo udah ngeluarin power suara lo,” sahut Flo. “Udah, lepasin tangan lo. Gue engap!”
Amanda langsung mengurai pelukannya dan tampak gembira dengan kedatangan Flo. “Flo, gue kangen elooooo!” ucapnya yang kemudian malah menangis. “Gila, ya, susah banget ketemu sama lo. Gue mesti ulang tahun dulu supaya bisa ketemu.”
Kali ini Flo langsung secara sadar dan hangat memeluk Amanda. “Maaf ya, Nda. Gue memang lagi banyak banget kerjaan. Tapi malam ini gue bisa usahain dateng. Maaf juga kalau telat.”
Begitu menyebut kata telat, Flo pun jadi ingat kejadian yang membuat dia naik pitam di parkiran tadi. Flo segera melepaskan pelukannya dan siap-siap cerita.
“Nda, tadi gue ketemu orang gila di parkiran. Dia bikin gue kesel setengah mati. Dia…”
“Flo, sini deh gue kenalin sama sepupu gue yang baru pulang dari Amerika.” Potongnya cepat sambil menarik tangan Flo untuk mengikutinya.
Bukan Amanda namanya jika membiarkan seseorang yang sedang bercerita menuntaskan terlebih dulu kalimatnya. Jika Flo adalah sebuah arang, dijamin saat ini bisa ada seseorang yang memanggang sate diatas tubuhnya karena baranya sudah sangat panas.