1. Sebuah Pengorbanan
Grisel harus berjuang menghadapi kerasnya hidup. Dipaksa harus berdiri di kakinya sendiri seharusnya anak yang seusianya seperti ini menikmati hidup yang indah, bermain dengan teman usianya nyatanya dia harus melewati semua itu.
Grisel kembali menghela napasnya entah berapa kali dia melakukannya setiap hari agar dadanya merasa lega untuk bisa bernapas lebih nyaman lagi. Tadi salah satu temannya menawarkan Grisel untuk pulang bersamanya, tapi Grisel menolak tawaran tersebut.
Teman-temannya mengira dia sedang menunggu jemputan dari Mommy atau Daddy nya tapi, nyatanya dia sedang menunggu Bus jemputan yang menemani dia setiap harinya.
Bus yang dia naiki ini, akan berhenti di restoran dulu, sebelum pulang kerumah untuk mengumpulkan uang dengan membantu mencuci piring. Mungkin tidak seberapa dolar yang dia dapatkan tapi itu sangat berharga untuk Grisel membantu adiknya.
Hari ini adalah hari special untuk Fezya dia akan menghabiskan waktunya dengan tumpukan piring kotor tersebut, dia rasa uangnya hari ini sudah cukup untuk membeli kue dan sekaligus tambahan untuk pengobatan adiknya. Kegiatan rutin dijalani Fezya dengan melakukan kontrol setiap enam bulan sekali dengan meminum tiga antibiotik setiap hari.
Grisel akan membelikan hadiah ulang tahun dan cake untuk adiknya Fezya walaupun dia akan mendapatkan cake yang berukuran kecil. Fezya pasti akan suka anak itu sama seperti dirinya tidak meminta ini itu. Apakah kami emang sudah terbiasa di abaikan di rumah ? dan untuk sekedar menyuarakan suara di hati kami saja kami tidak mampu untuk bersuara.
Kini dia sudah sampai di tempat dia berkerja, dia turun dari Bus dengan tas ransel berat di punggungnya menuju ke arah pintu belakang. Tapi alangkah terkejutnya dia dengan pemandangan di depan sana membuat langkahnya otomatis terhenti. Dia menggosok matanya untuk memperjelas kan lagi penglihatannya tersebut.
"Mommy.. ?" Gumam Grisel dengan pelan. Dia menutup mulutnya saking terkejutnya dia melihat ibunya bersama pria lain dan itu bukan Daddy nya.
Dia tidak salah lihat di ujung parkiran di sana dia sangat jelas melihat Mommy nya sedang turun dari mobil mewah bersama dengan pria. Itu bukan Daddy nya, mereka terlihat mesra sekali. Grisel langsung terduduk di lantai dan memeluk lututnya. Pikirannya sudah kemana-mana.
"Mommy kenapa Mommy bersama orang lain...!"
"Apakah ini alasan Mommy sering bertengkar bersama Daddy ? akhir-akhir ini rumah kita seolah seperti di neraka dan ucapan Mommy saling bersautan sama Daddy. Apakah Daddy juga sama seperti Mommy berselingkuh juga di belakang Mommy hingga kalian memilih bertengkar setiap harinya ?" Gumam Grisel lirih.
Dia memukul pelan dadanya rasanya sangat sesak sekali. Dia pengen menumpahkan kemarahannya ini, tapi dia harus menumpahkan sama siapa Mommy dan Daddy nya sudah tidak peduli sama dia lagi. Air matanya tiba-tiba mengalir begitu saja di pipinya.
Grisel menutup wajahnya dengan kedua tangan, dengan kondisi air matanya benar tidak bisa dicegah lagi dia mengalir begitu deras. Saat ini yang dia lakukan hanyalah menangis. Dia tidak tahu harus berbuat apa, bahkan mommy nya masuk ke dalam restoran tempat dia berkerja hari ini.
Saking Dia butuh uang, Dia bahkan memohon kepada salah satu karyawan di sini agar dia bisa berkerja agar uang yang dia kumpulkan bisa untuk pengobatan adiknya yang kini sudah tidak dipedulikan lagi sama Mommy dan Daddy nya.
Tiba-tiba Seseorang menepuk pundaknya dengan pelan karena Grisel tak kunjung menoleh saat di panggil dari tadi.
"Grisel, are you oke ?"
"Kenapa kamu duduk di lantai? apa terjadi sesuatu kepada mu ?" Tanya ibu paruh baya tersebut khawatir.
Grisel menurunkan perlahan kedua tangannya, dan menoleh ke sumber suara tersebut yang tampak mengkhawatirkan dirinya.
"Grisel, saya tidak tahu beban yang kamu pikul di hati mu sekarang ini, tapi kamu terlihat menyedihkan. Bukankah dengan kondisi yang kamu tampilkan seperti ini justru ini sangat menyakitkan ? orang-orang akan melihat dan memberikan penilaiannya dari sudut yang berbeda-beda kepada mu mereka tidak mengetahui apa yang kamu alami dan rasakan. Ayo bangkit dan tegakkan kembali pundak mu seperti biasa."
Lagi-lagi air mata Grisel mengalir.
"Grisel, Jika beban mu terlalu berat, ingat ada yang lebih sulit dari pada dirimu hari ini, bahkan mereka ada yang tidak bisa makan hari ini . Ayo tetep semangat kamu masih mau berkerja hari ini kan untuk membeli cake untuk adik mu ?"
Grisel mengangguk.
Akhirnya Dia memutuskan hal - hal bijak yang bisa dia lakukan saat ini, yaitu berpura-pura tidak melihat Mommy nya tadi. Seolah-olah mommy nya tidak datang di restoran hari ini. Dia melakukan ini demi Fezya. Dia mengusap sisa air mata di pipinya.
"Bu Alice, apakah piringnya sudah banyak ?"
Bu Alice tersenyum dia suka sekali dengan semangat Grisel . "Iya piringnya sudah banyak."
"Aku akan menggantikan baju ku terlebih dahulu untuk memulai berkerja."
Bu Alice kembali mengangguk.
"Kasian anak ini pasti beban di hati yang dia pikul sangat berat, kenapa orang tuanya tega sekali menelantarkan anaknya dan tidak peduli dengan keadaan anaknya dia rela di beri upah berapapun agar dia bisa membantu pengobatan adiknya. Kata Grisel uang hari ini dia akan gunakan untuk membelikan hadiah untuk adiknya berulang tahun hari ini. Duh, malang sekali nasib mu Nak."
"Aku percaya sama keajaiban Nak, aku mendoakan mu suatu saat nanti kamu akan bertemu dengan orang yang bisa membuat mu bahagia dan bisa menghargai mu." Batin Bu Alice.
Grisel melupakan sejenak tentang ibu nya yang sedang menikmati makanan di restoran tempat dia berkerja. Dia tidak tahu anaknya belum makan siang sama sekali hari ini, tapi dia akan menahannya sampai pekerjaannya bisa selesai nanti dia akan membelikan roti sebagai pengganjal perutnya.
Grisel melanjutkan pekerjaannya seperti biasa, dia akan pulang setelah membantu mencuci piring.
Siapa kira orang akan peduli sama keadaannya disini..! dia sama seperti orang lain yang berkerja disini hanya sebagai pelayan.
Mommy nya saja tidak peduli apakah dia sudah pulang atau tidak ? Anaknya sudah makan atau belum ? benar dia tidak peduli lagi tentang anaknya. Dia saja sedang bersama dengan selingkuhannya tidak mungkin dia yang bersama dengan mommy itu teman kerja Mommy yang berani-beraninya bermesraan seperti itu.
***
"Ini upah mu untuk hari ini dan ini ada bonus juga dari Bos, kerja mu sangat bagus." Ucap Bu Alice bangga kepada Grisel.
"Wah Alhamdulillah, Makasih ya Bu."
"Iya sama-sama."
"Grisel pamit dulu ya Bu."
"Grisel.. !"
"Hah, Iya Bu, kenapa ?"
Hening. Bu Alice belum melanjutkan ucapannya lagi. Dan itu membuat Grisel jadi deg-degan.
"Bu, apakah aku melakukan kesalahan ? Tolong jangan pecat aku, aku benar tidak memecahkan piring satu pun hari ini. Aku sangat membutuhkan uang untuk pengobatan adik ku Bu." Grisel tidak berbohong sama Bu Alice.
"Bukan kok, Grisel nggak di pecat, Ibu cuma berharap Grisel tetap harus semangat ya."
"Oh itu, maaf tadi Bu Alice harus melihat aku menangis aku tidak papa Bu. Terima kasih sudah khawatir kepada ku." Grisel mencoba memasang senyum manisnya.
Bu Alice mengangguk. "Tetap semangat ya."
" Iya Bu, Aku pamit dulu ya Bu karena adik ku pasti khawatir aku belum juga pulang."
"Iya berhati-hati lah."
"Oke. " Dia kembali memasang senyum yang sangat manis sekali seolah tidak terjadi apapun pada dirinya.
Seketika senyum itu kembali hilang dari wajah Grisel setelah jauh dari restoran tersebut. Grisel berjalan dengan kepala tertunduk menuju ke tempat perhentian Bus.
Lagi-lagi tangan Grisel memukul pelan dadanya, seolah mencoba mengusir sesak yang menyesakkan. Ada kalanya rasa sakit itu begitu nyata pada dirinya hingga rasanya tak ada lagi ruang untuk bernapas. Grisel tahu, mengeluh tak akan mengubah apa pun. Menyalahkan takdir juga hanya akan menambah beban yang sudah ada. Namun, di antara desahan napas yang terputus-putus itu, terselip harapan tipis dari Grisel, bahwa mungkin rasa sesak ini akan berlalu juga.
***