Bab V

2158 Kata
“Kau mau menyusulnya?” tanya Tuan Sheldon yang membuka pintu kamarnya, saat Arlen hendak mengejar Lily. “Sekali saja, Arlen. Sekali saja kau sembunyikan seorang Dotuffer di sini.” Arlen menekuk kesepuluh jemarinya di depan d**a, lalu menyentuh keningnya dengan tangan kanannya, dan menggerakkan jemarinya untuk mengeja huruf. Bagaimana kamu tahu dia Dotuffer? “Aku melihatmu turun dari jip bersamanya.” Dia memaksa untuk tinggal di sini sampai keadaan aman. Dia ingin ke Little Bugs. “Little Bugs?” Arlen mengangguk. Tuan Sheldon mengibaskan tangannya dan berlalu menuju dapur untuk memasak sarapan. “Sekali saja, Arlen. Sekali.” Arlen menghela napas, lalu hendak bergegas mengejar Lily. Namun, Tuan Sheldon menghentikan langkahnya sebelum keluar pintu flat. Pria itu menyodorkan ponselnya pada Arlen. Di sana, Arlen membaca sebuah pesan tanpa nama pengirim tentang pencarian Lily dan imbalan bagi yang berhasil membawanya kembali dalam keadaan hidup. “Cari dia sebelum terlambat. Meski dosa James Dotuffer tidak bisa diampuni, tapi putrinya tidak bersalah.” Tuan Sheldon mengambil kembali ponselnya. “Kembalikan dia ke tempatnya. Setelah itu lupakan kalau kamu pernah mengenalnya. Itu semua demi kebaikanmu, terlebih kebaikan gadis itu.” Jika melakukan apa yang diucapkan Tuan Sheldon semudah membuat sup untuk sarapan, Arlen pasti sudah melakukannya. Namun—entah ini baik atau buruk—sifat tidak tegaan yang dimiliki Arlen seolah menjadi kelemahannya. Terlebih lagi, Arlen melihat kesungguhan dan keinginan kuat di mata Lily untuk menemukan sahabatnya itu. Sama seperti dirinya yang ingin menemukan gadis di dalam foto di Little Bugs. Akan tetapi, apa yang diucapkan Tuan Sheldon adalah benar, membiarkan Lily Dotuffer berkeliaran di sini, sama saja membiarkannya mati. Arlen berlari keluar flat, dia harus secepatnya menemukan Lily. Matanya mengedar ke segala arah, dan gadis itu sudah tidak ada di sekitar flat. Arlen terus berlari, dia yakin Lily belum jauh, dan gadis itu pasti mengikuti gambar peta yang dibuatnya. Benar saja, apa yang dikhawatirkan Tuan Sheldon terjadi. Dari seberang jalan, Arlen melihat Lily meronta dan—sama seperti saat mendengar jeritan kekasih Hans—kakinya tanpa diperintah langsung berlari untuk menolong Lily. Hingga akhirnya Arlen mendorong tubuh pria aneh yang membawa Lily, dan tidak memedulikannya lagi, langsung menarik Lily dan melarikan diri. Kesempatan untuk menyelamatkan gadis ini adalah sekarang, tidak akan ada lain kali! *** “Arlen?” bingung Karen saat mendapati pemuda itu berdiri di ambang pintunya—lagi. “Kenapa kemari lagi? Ada yang ketinggalan? Mana sepedamu?” tanyanya lagi saat tidak melihat sepeda yang biasa dipakai Arlen tergeletak di pekarangan Little Bugs. Bukannya menjawab Karen, Arlen langsung menggandeng tangan wanita itu masuk dan mengajaknya duduk di ruang berkumpul. Arlen mengambil amplop yang didapatkan dari Gustav, dan memberikannya pada Karen. Wanita paruh baya dengan rok cokelat itu mengernyit bingung saat melihat tumpukan uang di dalam amplop yang jumlahnya tidaklah sedikit. Seorang dermawan terlalu malu untuk datang langsung. Jadi dia menitipkan ini padaku. “Arlen, aku—” Arlen menggeleng pelan dengan maksud agar Karen tidak bertanya lebih banyak, karena Arlen tidak ingin berbohong lagi. “Baiklah, aku akan menerimanya. Ucapkan terima kasih pada orang itu,” ujar Karen mengalah. Apakah ada orang selain aku yang ke sini setiap akhir pekan? “Kenapa kamu bertanya? Kamu tahu sendiri kalau tidak ada yang berminat dengan panti ataupun anak-anak di sini. Hanya Tuan Raynor Sandover, dermawan yang memiliki peternakan, itu pun dia mengirim bantuannya.” Arlen tidak menjawab. Dalam otaknya masih dipenuhi tentang siapa sahabat Lily, mengapa gadis itu sangat ingin menemukannya. Tidak ada orang yang seumuran dengan Arlen ataupun Lily datang kemari. Berarti kemungkinan lainnya, sahabat Lily adalah salah satu anak panti ini. Meski sangat diragukan, tapi bukannya tidak mungkin. Tuan Sandover? Bahkan pekerja peternakannya tidak ada yang pernah benar-benar melihat wajahnya. Arlen beranjak dari duduknya, kembali memperhatikan bingkai foto yang kemarin juga menjadi perhatiannya. Melihat satu per satu wajah yang pernah dikenalnya, yang kini sudah tidak lagi menghuni panti. Kebanyakan dari mereka memilih tinggal di luar panti setelah mendapatkan pekerjaan. Lainnya, diadopsi oleh keluarga di bagian lain Westerwell—selain bagian utara tentunya. “Ah, aku baru ingat. Kebetulan sekali aku menemukan sesuatu saat membereskan gudang pertanian di belakang. Sebentar.” Karen bergegas pergi, dan kembali dengan sebuah amplop lecek berisikan dokumen tentang seorang bocah. “Selain gadis cilik itu, apa kamu juga masih mencari bocah laki-laki yang datang bersamamu?” Arlen menoleh mendengar Karen mengungkit kenangan tentang seorang bocah lelaki yang sudah lama berusaha dia lupakan. Berbeda dengan gadis cilik itu, bocah lelaki yang baru saja diungkit Karen, memberikan kenangan sangat buruk padanya. Tak diacuhkan! Arlen hanya mengangkat bahunya sebagai jawaban. “Aku tidak tahu, apakah ini bisa membantu atau tidak. Aku temukan bersama tumpukan berkas lainnya. Berkas tentang gadis yang kamu cari. Ternyata dia diadopsi bersamaan dengan bocah laki-laki yang—” Arlen menghela napas. Satu adalah kenangan yang ingin dia lupakan, satunya adalah kenangan yang sangat ingin dia temukan kembali. Kini, keduanya hadir bersamaan, dan Arlen harus menerima keduanya. Arlen membuka dokumen di tangannya, melihat nama bocah laki-laki yang diselamatkan bersamanya dari tengah kerusuhan—bahkan mereka mendapatkan nama julukan ‘si kembar balai kota’—ada di lembar pertama. Cepat dia membaliknya, lalu senyum terbit di wajah Arlen ketika membaca nama gadis baik hati yang bersedia menjadi kawannya. Matanya terus menelusuri kata demi kata dalam dokumen dan mendapati nama keluarga Borest sebagai orang tua asuh mereka. Boleh aku tahu alamatnya? “Tentu saja, tapi jangan macam-macam.” Tidak, aku hanya ingin bertemu dan mengetahui keadaan mereka. Karen lalu menulis beberapa baris kata di selembar kertas dan memberikannya pada Arlen. “Aku tahu kamu akan mencari mereka. O iya, jadi kenapa kamu bertanya tentang siapa saja yang kemari?” Wajah Arlen seketika pias saat Karen mengungkit tujuan awalnya kembali ke Little Bugs. Sial! Dia lupa bahwa seharusnya dia mencari informasi tentang sahabat Lily. Arlen memaki dirinya sendiri, tapi bukankah dia tidak akan bertemu dengan Lily lagi? Jadi kenapa dia harus repot mencari informasi terkait sahabatnya? Arlen tetap tidak menjawab rasa penasaran Karen, pemuda itu kembali hanya tersenyum. Lalu memberikan kecupan selamat tinggal dan menuju halte bus di depan Little Bugs. Perasaan bahagianya membuncah tatkala kembali melihat deretan kata di lembar yang dia pegang. Sebentar lagi dia akan bertemu dengan dua bocah yang memiliki arti tersendiri dalam hidupnya. *** Pemuda itu benar-benar tidak membuang waktu untuk menyelesaikan perkaranya—dan melupakan perkara Lily. Dengan naik bus nomer delapan yang mengantarnya, sampai ke Terredosa—Westerwell barat—menjelang sore. Pandangannya mengedar, memperhatikan keadaan sekitar yang tampak tak jauh beda dengan Westerwell utara, setidaknya tidak sekumuh bagian selatan, terlebih Islingdale. Arlen kembali melihat dokumen di tangannya, mencoba menerka, memahami kemana arah selanjutnya yang menuntunnya ke tempat dua bocah sahabatnya. Arlen bertanya pada beberapa orang yang ditemuinya, dan kesemuanya setuju menunjuk satu arah menuju sebuah distrik Terredosa yang terkenal sebagai tempat tinggal para triliyuner. Membuat Arlen melihat penampilannya sendiri yang bisa dipastikan akan langsung diusir begitu berdiri di depan pos satpam distrik, tapi Arlen tidak peduli itu. Setelah bertanya beberapa kali lagi, akhirnya Arlen sampai di depan gerbang besi berulir dengan warna emas, menjulang tinggi di hadapannya. Jangan lupakan dua orang satpam yang semula mondar-mandir, seketika berhenti begitu melihat Arlen. Wajah satpam yang mungkin berumur beberapa tahun lebih muda dari Tuan Sheldon itu terlihat sungguh menyeramkan. Terlebih lagi dengan bekas luka bakar di bagian kiri wajah. “Mau apa kemari?” Arlen memperkenalkan dirinya dengan Bahasa Isyarat, dan itu sudah pasti membuat orang tua di depannya mengerutkan kening sedalam mungkin. Menyadari kondisinya, Arlen mengeluarkan ponsel dan mengetik nama beserta keperluannya. “Kau mencari Borest di sini? Berarti kau bukan orang Terredosa.” Arlen mengangguk. “Borest sudah lama mendekam di penjara karena kasus perdagangan manusia dan eksploitasi bocah di bawah umur.” Baiklah, kali ini kening Arlen yang ganti mengerut, dan membuatnya kembali mengetik di ponselnya. “Anak-anak yang tinggal dengannya? Hem, entahlah, aku tidak tahu. Franky, apa kau tahu kemana anak-anak yang dulunya disekap oleh Borest?” Satpam lain yang dipanggil Franky itu menggeleng malas, lalu kembali asyik tenggelam dengan buku di tangannya. “Maaf, Anak Muda. Aku dan temanku tidak tahu kemana bocah-bocah malang itu. Ah, semoga Tuhan melindungi mereka.” Jalan buntu. Arlen harus mengubur harapannya untuk bertemu dengan sahabat pantinya lagi. Dengan langkah gontainya, dia kembali menuju halte bus, menyimpan dokumen tentang dua bocah Little Bugs ke dalam jaketnya, lalu pergi meninggalkan Terredosa. Malam sudah menyambut Arlen ketika kakinya kembali membuat kayu flat berderik dan Tuan Sheldon sedang menunggunya sembari menonton acara kuis di teve. Arlen sempat melirik sebentar, sebelum naik menuju kamarnya. “Arlen, makanlah lebih dulu. Aku sudah masak.” Arlen menoleh, ini sungguh di luar kebiasaan Tuan Sheldon—memasak makan malam adalah tugas Arlen. Tapi untuk menghargai pria tua yang menemukannya di Little Bugs itu, Arlen memutar langkahnya menuju meja makan dan mulai menyantap masakan di hadapannya. Memang aneh. Tuan Sheldon yang tidak pernah makan di meja makan—dia lebih senang makan di depan teve, kini duduk di seberang Arlen dan turut makan. Sesekali berdeham untuk mengusir gatal di tenggorokannya karena rasa lada yang menggelitik. “Apa Lily baik-baik saja?” Arlen mengangguk. “Lalu darimana kau? Kenapa malam sekali baru pulang?” Kenapa? Ada masalah? “Tidak, aku hanya penasaran. Takut terjadi sesuatu denganmu dan Lily.” Aku dari Little Bugs. Kedua pupil Tuan Sheldon melebar mendengar kata Little Bugs dan pria itu menelan ludahnya cepat. “Akhir-akhir ini kau sering ke sana. Apa ada urusan penting yang menarik di sana?” Arlen menggeleng. “Ah, aku mengerti. Kau hanya ingin bernostalgia, kan?” Arlen tersenyum, lalu mengaduk  kuah sup di hadapannya. “Apa kau masih ingat kapan dan bagaimana bisa sampai di sana?” Kenapa? “Tidak apa-apa, aku hanya penasaran. Karen tidak pernah memberitahuku, begitu pula kita juga tidak pernah membahas ini, kan?” Lalu kenapa tiba-tiba kita membicarakan ini sekarang? “Hanya mencari topik pembicaraan sembari makan malam.” Tuan Sheldon beranjak menuju kompor untuk mengisi kembali mangkuk supnya yang setengah kosong. “Kalau kau tidak suka dengan topik ini, kita bisa lupakan.” Tidak ada yang perlu diingat dari malam dimana aku dan seorang bocah laki-laki diselamatkan oleh seorang petugas pemadam kebakaran. Lalu kami dibawa dengan mobil polisi menuju Little Bugs. “Lalu?” Arlen mengangkat bahunya tak acuh. Kenangan buruk itu kembali lagi setelah 15 tahun tak pernah diungkit. Mulai dari dokumen dari Karen, dan kini Tuan Sheldon yang mengangkat topik malam kelam itu tiba-tiba. Beberapa anak diadopsi oleh keluarga dari bagian Westerwell lainnya. Kupikir tidak ada yang mau denganku atau bocah itu. Tapi suatu pagi aku bangun, dia sudah tidak ada di Little Bugs. Lalu tak berapa lama kau datang dan membawaku pergi. “Kau tahu dimana anak itu?” Arlen menggeleng. Dia tidak berbohong, kan? Dia memang tidak tahu dimana bocah lelaki yang diselamatkan bersamannya dan kini sepertinya menjadi hal yang menarik bagi Tuan Sheldon. Arlen beranjak dan memindahkan mangkok kotornya ke tempat cuci piring. Lalu pergi ke kamarnya dan membiarkan Tuan Sheldon yang terlihat frustasi. *** Beberapa hari berlalu sejak Arlen dipaksa untuk mengingat kembali kenangan terburuk dalam hidupnya, kini dia sudah berdiri di depan gerbang universitas Westerwell. Kalau dia bisa memilih, lebih baik dia tidur seharian atau melakukan pekerjaan sosial membersihkan jalanan Islingdale saja, daripada harus mengendap-endap dan bersembunyi dari keramaian untuk menghindari seorang Dotuffer yang mencarinya. Arlen tahu, setelah kejadian penyerahan paksa Lily di luar stasiun kereta itu, gadis itu seolah menaruh dendam pada Arlen. Pemuda itu terpaksa bersembunyi karena gadis kaya itu sampai nekat menggedor pintu ruangannya, termasuk ruangan ‘museum musik’ yang tadinya menjadi tempat pelarian Arlen, kini tidak lagi aman. Namun, pelariannya tidak bertahan lama, karena Arlen melihat gadis itu duduk di antara para siswa yang sedang memperhatikan penjelasan Tuan Sheldon yang direkam seminggu yang lalu. Setelah video rekaman itu selesai, Arlen buru-buru menyudahi kelasnya, dan segera kembali ke ruangannya. Arlen sadar, Lily masih mengikutinya. “Hai, Arlen.” Langkah tergesa Arlen terhenti saat kekasih Hans tiba-tiba muncul di hadapannya. Oh, Tuhan! Apa lagi ini? “Kita belum berkenalan secara benar, kan?” tanya kekasih Hans seraya mengulurkan tangannya untuk berjabat. “Aku Jorgina, kau bisa memanggilku Gina.” Arlen membalas uluran tangan Gina dan tersenyum kecil. Lalu tanpa bermaksud tidak sopan, Arlen hendak kembali menuju ruangannya sebelum Lily yang sedang diliputi amarah menemukannya. “Tunggu, Arlen. Aku ingin mengucapkan terima kasih padamu. Terima kasih sudah menolongku saat di danau malam itu. Selain itu—” kalimat Gina terhenti saat Lily menginterupsi perbincangannya dengan Arlen. Arlen tertegun saat Lily menarik tengkuknya. Gadis manis yang rambutnya kini diwarnai pirang—sangat cocok dengan kulitnya yang putih—itu melumat bibir Arlen. Membuat Arlen bingung dan berusaha melepaskan diri dari Lily, tapi gadis itu malah mengetatkan pelukannya di leher Arlen. Seolah tidak peduli jika lawan berciumannya membalas lumatannya atau tidak. Bahkan juga tidak peduli dengan banyak pasang mata yang menyaksikan aksi gila Lily. Mencium Arlen! Arlen! Ya, mencium Arlen! “Dasar p*****r murahan.” Arlen seketika bisa bernapas lega setelah Gina menggumam pelan. Entah Arlen harus berterima kasih padanya atau tidak. Karena ucapan lirih tapi menusuk itu membuat Lily menggeram marah dan membalikkan tubuhnya. Mengangkat tangan kirinya untuk menampar Gina, membuatnya terhuyung mundur. “Kau yang p*****r murahan! Ingin bermain-main dengan kekasihku!” marah Lily sambil menarik Arlen mendekat padanya. “Jangan lupakan kelakuanmu yang bersedia bugil agar Hans—” Gina menampar balik Lily, membuat Arlen melotot ngeri, dan ingin segera kabur dari tempatnya berada sekarang. Keadaan benar-benar tidak kondusif, Lily langsung merangsek maju menjambak Gina. Kedua perempuan itu mulai saling tampar, memaki, dan mencakar. Buruknya, tidak ada satu pun yang berniat untuk menghentikan kengerian ini semua, tentu saja kecuali Arlen yang langsung menarik Lily dan menyeretnya menjauhi kerumunan. . . . . . To be continued ... Aku terbuka untuk Saran Kritik Salam, KOMOREBI
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN