Chapter 2

2332 Kata
Pov. Dhean. Malam setelah memastikan Arsy dan keluargaku tidur, aku sengaja pergi ke clup. Sedikit curiga, ah tidak juga jika sedikit- aku curiga jika saja Arsy memiliki kembaran. Bukan sekali dua kali aku menemuinya di clup tempat biasanya aku nongkrong. Kukunci kamar arsy dari luar. Berjaga-jaga seandainya dia pergi dan entah bagaimana menjelaskan tapi kurasa mereka berbeda. Aku mengemudikan mobilku cukup laju, jalanan sepi di jam hampir 2 dini hari. Sesampainya di clup aku langsung menuju tempat dimana biasanya aku melihat Arsy-- atau mungkin bukan Arsy. Jantungku menengang seketika. Benar! Arsy ada dua! Arsy yang sekarang kulihat adalah dia yang hanya mengenakan dress pendek dengan belahan d**a rendah sedang mabuk didampingi beberapa pria tinggi dan kekar. Arsy yang kulihat mempunyai mata yang tajam dan kejam. Ya Tuhan bahkan dari tinggi badan pun terlihat sama. Aku mencoba mendekatinya tapi orang-orang tinggi dan kekar itu melarangku melangkah lebih maju. Bahkan dengan kasar mendorongku agar menjauh dari tempat itu. Mereka benar-benar mirip. Aku mengambil photo perempuan itu lantas hendak pergi dari clup. Kuamati sekali lagi wajah perempuan itu sebelum akhirnya benar-benar beranjak pergi. Percaya padaku, bahkan jika Arsy dan perempuan itu disatukan tidak seorangpun akan tahu yang mana Arsy dan yang mana bukan Arsy. Saat aku hendak menuju basemant tiba-tiba saja sebuah lengan kecil tapi kuat menarik tanganku menuju tempat yang sedikit gelap. Aku terkejut, bahkan untuk membela diri saja aku tidak sempat. " Hai boy? Ikut campur urusan orang lain itu tidak baik bukan? Dan mengambil gamabr tanpa izin juga bisa dipidanakan. Jadi apa alasanmu selalu menatapku selama hampir 2 minggu ini?" Aku terkejut setengah mati. Arsy menatapku dengan pandangan mata membunuh- tidak dia bukan Arsy. " Aku hanya penasaran andai saja kau punya kembaran?" Kataku mencoba untuk tetap tenang. Dia sedikit terkejut. Sangat terlihat jelas dimimik wajahnya. Lalu dia tersenyum. Bukan jenis senyuman yang ramah juga. " Mungkin iya, mungkin juga tidak. Tapi jika kau tahu seseorang yang mirip denganku maka akan lebih baik jika kau memintanya untuk bersembunyi karena aku bukan tipe orang yang menginginkan saudara kembar. Atau dia akan berada didalam bahaya--" dia melepas cekalan tanganku lalu mengibaskan rambutnya. Dengan cepat mengeluarkan secarik kertas yang berisi no ponsel dan namanya. " Hubungi aku jika dia dalam bahaya!" Hanya itu yang dia katakan setelahnya dia pergi begitu saja. Dan aku tidak percaya dengannya! *** Hari berganti hari dengan begitu cepat. Sekarang hampir 2 minggu setelah kejadian itu dan aku masih tidak berani pergi jalan seorang diri. Waktu liburku hanya kuhabiskan dirumah. Kadang Raudah dan Bang Dhean mengajakku ke Kfc atau starbuck terdekat. Hari ini setelah pulang kerja aku duduk santai di kamar dengan laptop dan ponselku. Bang Dhean masih sering berkata padaku agar aku tidak kemanapun. Jujur aku setuju denganya lagi pula aku masih takut dengan peristiwa 2 minggu yang lalu. Dan selama 2 minggu ini kemanapun aku pergi aku merasa tidak aman. Bahkan sekalipun itu dilingkungan tempatku berkerja. Beberapa hari ini aku juga merasa seseorang mengikuti ku terus. Aku berusaha mengabaikannya dan berkata pada diriku sendiri bahwa semua baik-baik saja, semata-mata untuk menenangkan hatiku juga. " Ntar malam pergi makan luar ya Syi. Aku sudah bilang Bang Dhean dan dia setuju. Tunggu aku pulang kerja!" Kata Raudah teman satu dorm ku. Aku menganguk. Hari ini aku libur, Bang Dhean juga libur dan Raudah harus masuk shift pagi. " Btw, aku meletakan beberapa potong pizza diatas meja jangan lupa sarapan!" Teriakknya dari pintu. " Oke" hanya itu yang kukatakan kemudian aku kembali sibuk dengan ponselku. Aku masih sibuk bermain dengan ponselku ketika kemudian aku mendengar suara pintu dorm diketuk. Siapa yang bertamu? Tidak biasanya pintu dorm diketuk. Sangat jarang bahkan. Dengan malas aku berjalan keluar dari kamar. Tanpa berprasangka buruk aku membuka pintu, sedetik kemudian aku tidak mengingat apapun! *** Aku terbangun ditengah sebuah kumpulan orang yang menodongku dengan s*****a. Gugup seketika merasuki seluruh tubuhku. Dengan gemetar dan penuh peluh aku susah payah menelan ludahku. Ini menakutkan dan aku sadar bahwa nyawaku sekarang berada diantara orang-orang bersenjata ini. Ketika salah seorang dari mereka melihatku bangun, dengan sinis dia mengulurkan sebuah botol air untukku. Juga dengan jijik mencemooh diriku. Mengataiku p*****r__ aku masih perawan dan bagimana aku menjadi p*****r jika aku masih perawan? " Butuh setidaknya 2 minggu untuk menangkapmu. Dan dapat kupastikan kau tidak akan bisa pergi kemanapun hingga kau memberitahu kami di mana Luis!" Katanya. Lagi-lagi Luis! Siapa Luis? Bahkan aku tidak tahu siapa yang dia bicarakan! " Saya rasa anda salah orang Tuan. Saya tidak tahu siapa Luis yang anda maksut!" Kataku pelan. Kukumpulkan segala keberanianku. " Kau bahkan tidak pantas menyebut namanya. Kau pikir mata kami buta sehingga tidak bisa mengenalimu?" Katanya lagi. Aku hanya diam. Berusaha kabur? Jangan bermimpi. Kami berada di sebuah van dan kurasa van ini sedang berjalan. Aku bahkan tidak tahu berapa lama aku pingsan. Dan berbicara tentang mencoba kabur, bahkan salah satu dari mereka langsung menodongkan pistol kepalaku ketika aku bergerak. Jadi kesempatan untuk kabur sangat tidak mungkin. Aku hanya bisa pasrah. Van terus melaju, aku masih duduk diam dengan todongan pistol dikepalaku. Perutku lapar! Aku bahkan ingin buang air kecil. " Kurung dia diruangan bawah! Dan jangan ada yang menemuinya sebelum aku menemuinya! Paham!" " Ya Tuan. " Seorang anak buah dari orang itu menyeretku dengan keras, memaksakan kakiku yang penuh luka berjalan dengan sempoyongan. Aku mendesis pasrah. Apa yang bisa kulakukan sekarang? Mendekam disebuah ruangan tanpa cahaya dan lantai semen yang kotor membuatku sadar bahwa disini nyawaku mungkin benar-benar tidak berharga. Bagaiaman menjelaskan kesalahpahaman ini kepada lelaki berkebangsaan italiy itu bahwa aku buka gadis yang bernama laira? Mereka mengintogerasiku dan mengatakan dari mana mereka berasal setelah yakin bahwa aku tidak mengetahui apapun, walaupun mereka masih terus menyiksaku dan menahanku. Aku bahkan sudah mencoba mengatakan semuanya ketika dalam perjalanan dan dia atau bahkan semua teman dan orang yang bersamanya tidak percaya kepadaku. Luka di pungungku masih mengeluarkan darah, aku merobek bagian bawah skirt ku untuk kugunakan sebagai pembalut luka. Kakiku rasanya perih dan seluruh tubuhku sangat sakit. Kuharap Dhean ataupun Raodah tidak mengatakan apapun tenangku ke office tempatku bekerja. Aku memejamkan mataku dan mulai kembali menangis. Sungguh aku takut berada dikegelapan! Dan aku tidak tahu apa yang akan terjadi diesok hari! Terus menangis hingga mungkin aku kelelahan dan jatuh tertidur, atau pingsan? Dan aku benar-benar berharap bahwa ketika aku bangun aku berada di atas kasur tempat tinggalku. Berharap bahwa apa yang baru saja kualami adalah sebuah mimpi yang sanggat buruk tapi aku salah. Guyuran air membuatku terbangun. Tubuhku sudah terikat disebuah tiang. Lelaki berkebangsaan Italiy itu menatapku dengan penuh permusuhan dan kebencian. Ditanggannya terdapat sebuah cambuk yang besar. Ibu, aku takut! Aku ingin pulang! Air mataku kembali meleleh karena ketakutan. Apakah aku bisa keluar dari tempat ini? Kenapa semua ini nyata? " Kau sudah puas tidur ehh.." katanya seraya duduk disebuah kursi didepanku. Menatapku dengan mata yang seperti iblis. Aku ingin luruh, hilang dari tempatku berdiri sekarang, dia memaninkan sebuah pistol yang membuat tubuhku semakin gemetaran. Tuhan, selamatkan hambamu yang banyak dosa ini. " Katakan dimana kau sembuyikan dia?" Dia siapa? Aku bahkan tidak tahu siapa yang dia maksut! Aku tidak pernah menyembunyikan sesuatu! Bibirku terasa kelu dan gemetar, aku tidak tahu harus menjawab apa. Rasa pahit dari ulu hati akibat ketakutan membuat perutku mual. Oh, sudah berapa lama aku tidak makan? " KATAKAN!" " Aku tidak tahu! Aku bahkan tidak tahu apa yang kau maksut dan apa yang kusembunyikan!" Aku berteriak ketakutan ketika suaranya mengelagar memenuhi ruangan yang hanya dihiasi lampu kecil ini. Air mataku jatuh begitu saja. " Oh, jadi kau tidak mau mengatakannya jalang? Perlu sebuah dorongan untuk mengatakannya? " dia mendekat kerarahku, mencium bibirku kasar dan aku benar- benar takut karena ini pertama kalinya seorang pria mencium bibirku. Aku takut! Dan tiba-tiba satu pecutan keras mengenai kakiku, membuatku terjatuh dengan tanggan yang masih terikat ditiang. Rasa sakit yang luar biasa mengirimkan beribu-ribu gelombang ke otakku untuk memohon padanya agar dia membunuhku saja. Tidak! Aku tidak boleh mati disini, bagaimana nasip ayah ibu dan juga adikku. " Semakin kau membangkang semakin kau menderita, honey. Jadi jujur saja. Dimana kau sembunyikan luis? " " Aku tidak tahu siapa luis dan bahkan aku tidak tahu siapa anda tuan, kumohon..." Lima pecutan mendarat dibahuku, kaki, juga punggungku. Darah mengalir keluar dengan deras. " Kenapa tidak kau bunuh aku saja?" Tanyaku lirih dengan isakan yang nyata. Kemana kemampuan otakku dan tubuhku? Kemana akal sehatku? p********n yang begitu menyakitkan dan bruntal. Dia memukul wajahku, menamparku, mencambukku bahkan melakukan pelecehan dengan meremas-remas payudaraku, kenapa dia tidak membunuhku saja? Apakah menyenangkan baginya menyiksa seseorang. " Oh aku akan membunuhmu jika Luis sudah ditemukan honey, sekarang nikmati saja waktu menyenangkan ini! Dan aku menunggu mulut seksimu itu mengatakan dimana Luis berada honey. Mataku tidak bisa dibohongi sayang!" Setelah mengatakan hal itu dia menamparku begitu keras hingga rasanya aku jatuh pingsan. **** Meluluhlantakkan segala fungsi saraf dan kinerja otak bahkan hati, menimbulkan rasa sakit ditubuh sekaligus perasaan, membuat takut ragaku untuk terbangun yang mana ketika aku terbangun aku tidak tahu apakah hari ini pagi atau malam. Mendekam sendiri diruangan gelap tanpa cahaya-- cahaya lampu bolam kecil yang ada ditengah ruangan ini hanya akan hidup jika pria itu mengunjungiku, jika tidak maka ruangan ini akan gelap. Entah harus bersyukur atau malah semakin menderita ketika dia masih memberiku makan nasi dan sedikit lauk pauk. Juga segelas s**u yang tidak pernah kusentuh karena aku alergi s**u putih. Aku selalu menghabiskan makananku, karena lebih tepatnya memang aku sedang kelaparan. Kurasa dia memberiku jatah makan 2 hari sekali. Dan sekarang, aku merindukan dunia luar yang mungkin tidak pernah akan kunikmati lagi! Merindukan hembusan angin, cahaya matahari dan tidur yang nyenyak. Aku merindukan Dhean juga Roudah. Mencoba mengingat semua kejadian baik sebelum akhirnya aku harus bertemu dengan pria itu. Mencoba menguatkan metalku agar tidak teringat dengan pembunuhan dan segala penyiksaannya. Aku menatap langit-langit yang hanya gelap. Membayangkan melihat warna jingga matahari sore dikampung halamanku dengan adik perempuanku, mencoba membayangkan burung emprit yang banyak sekali didesaku, mencoba membayangkan senyum bahagia mereka yang menyangiku. Tapi itu justru semakin membuatku menderita. Siapa yang akan membiaya sekolah adikku, obat ayah, biaya makan dan kebutuhan pokok? Penyikasaan inu membuatku sakit, pikiranku mulai tidak waras karena terkadang dia membawa dua orang dan dua orang itu akan berhubungan badan tepat didepanku. Meskipun aku memejamkan mataku tapi desahan dari mulut mereka terasa nyata dan membuatku gila. Terkadang dia mencambukku lagi dan lagi, menelanjangiku bulat juga pukulan-pukulan ditubuhku membuatku sungguh sanggat membencinya. Dan yang membuatku semakin gila adalah ketika dia membawa seseorang lengkap dengan anak buahnya di ruangan ini, lalu membunuh orang itu tepat dihadapanku. Aku ketakutan setengah mati. Bahkan jika Tuhan memberiku pilihan aku lebih memilih untuk mati saja setelah semua yang kulalui. Jikapun kelak dia membebaskanku maka aku hanya akan hidup dengan penuh ketakutan dengan apa yang telah aku lihat dengan kedua bola mataku. Ah, sungguh diposisi seperti ini akan beruntung jika aku menjadi seorang buta sehinga aku tidak perlu melihat pembunuhan demi pembunuhan itu. Tidak, aku juga harus tuli agar aku tidak mendengar permohonan mereka yang sia-sia. Pintu ruangan terbuka, cahaya bolam lampu kembali menyala. Aku memeluk lututku ketika pria itu kembali datang dengan beberpa pelayan. Apa yang akan dia lakukan? Sudah ke 12 kalinya aku makan dan dia tidak menampakan dirinya dihadapanku. Jika memang aku diberi makan 2 hari sekali maka sudah 24 hari dia tidak hadir disini dan sekarang dia kembali. " Persiapkan dia! Aku memiliki cara baru untuk meyiksamu honey!" Katanya dengan seringai yang menakutkan. Aku mengatupkan mulutku yang gemetar rapat-rapat. " Menurutlah honey, atau aku benar-benar akan bersikap kasar!" Cih! Ingin sekali aku meludahi wajahnya. Dia pikir selama ini dia bersikap lembut? Jika selama ini dia bersikap lembut lalu bagaimana jika dia bersikap kasar? Para meid itu menarik tubuhku pelan dan memakaikanku sebuah jubah mandi karena bajuku yang sudah hilang entah kemana. Mereka menutup mataku, lalu menuntunku menuju entah kemana. Aku memberontak tapi itu hanya akan menghadiahiku sebuah tamparan keras diwajahku. Air mataku entah kemana, bahkan menangis pun rasanya sudah tidak mampu. Aku hanya diam pasrah mengikuti mereka. Wanggi bungga tercium samar, kakiku yang t*******g mampu merasa bagaiman bentuk rumput. Mengelitik kakiku, kemudian lantai granit terasa dikakiku. Kali ini semerbak wanggi kopi yang tercium hanggat. Ketika penutup mataku terbuka, aku sudah berada disebuah kamar mandi besar dengan para meid yang mulai menelanjangiku, memandikanku! Mereka bahkan harus 5 kali menyabun tubuh dan rambutku. Sudah berapa lama aku tidak mandi? Dan aku tidak perduli apa yang mereka lakukan ditubuhku. Aku sudah merasa hina ketika pria itu membawa dua orang dihadapanku untuk berhubungan badan. Apa mereka berfikir aku akan terangsang dengan apa yang mereka lakukakan? Aku justru memandang jijik mereka, juga jijik dengan diriku sendiri. Membiarakan mereka menyabun tubuhku, memotong kukuku, mengoleskan salep dibeberapa bagian punggungku juga sedikit memotong rambutku. Aku tidak bereaksi apapun. Memangnya aku harus bagaimana? Berteriak memberontak atau memaki mereka? Aku sudah lelah! " Sekarang bulan berapa dan tanggal berapa?" Tanyaku kepada salah satu meid yang sedang mencabut semua bulu ditubuhku. Membuatku menahan ringisan serta teriakan. Aku pernah mengalami hal yang lebih sakit dari ini. Tapi aku penasaran sudah berapa lama aku terkurung dalam rumah gelap itu? " Bulan 8, tanggal 13" jawabnya singkat. Bulan 8? Berarti aku sudah terkurung hampir 3 bulan? Tidak, 4 bulan kurang 3 hari. Itu berarti dia memberiku makan 3 hari sekali. Apakah masih ada harapan untukku merasakan kebebasan dan melupakan semua yang telah terjadi? Kenapa pria itu mengtakan bahwa aku yang menyembunyikan luis. Dan siapa Luis? Tapi jikapun aku bisa terbebas dari tempat ini apakah aku bisa melupakan semua yang telah terjadi. Aku memejamkan mataku, sebaiknya aku mulai berdoa saja. " Siapa luis? " tanyaku lagi. Para meid itu menunduk, lalu semua bungkam. Pertanyaanku tidak ada yang menjawab. " Mari saya hantar nona," kata salah satu meid setelah tubuhku benar-benar bersih. Aku berjalan melewati ruangan demi ruangan. Oh, cahaya matahari dan tanpa kegelapan. Sekarang hari menjelang petang. Aku serakah, mengambil banyak-banyak kenangan lewat pupil mataku menatap cahaya, ruangan yang terlihat megah dan menakjubkan ini. Dia sepertinya sanggat kaya raya. Para meid itu mengantarkanku kesebuah ruangan, lalu membukakan pintu untukku. Haruskah aku memasukinya? Tidak ada pilihan bukan? "Silahkan tunggu diruangan ini nona"
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN